tag:blogger.com,1999:blog-45064073223708567622024-03-14T06:48:37.871-07:00INSPIRASIKU"Sebaik-baik kamu adalah; mereka yang bermanfaat untuk orang lain"agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.comBlogger25125tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-83823810235450138372011-01-27T18:47:00.000-08:002011-01-27T18:50:42.828-08:00Problematika Dakwah Thullabiyah (di sekolah)<div class="wp-caption alignright" id="attachment_10848" style="width: 260px;"><div class="wp-caption-text"></div></div><b>dakwatuna.com – </b>Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji hanya milik Allah Robb Yang Menciptakan alam semesta beserta segala isinya, mengaturnya sehingga semua berjalan sesuai tuntunanNya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Teladan ummat manusia sepanjang masa, Dialah Rasulullah Muhammad saw. Seorang manusia yang Allah tunjuk sebagai penutup para nabi, seorang manusia terbaik yang dengan amal-amalnya menjadikan beliau sebagai manusia terbaik sepanjang masa, yang dengan arahan terbaiknya telah mendidik dan menjadikan para sahabat sebagai sebaik-baik ummat.<br />
<br />
Hari ini problematika dakwah secara umum semakin besar baik internal maupun eksternal, begitu pula beragam problematika yang harus dihadapi oleh kami sebagai bagian dari aktivis dakwah thullaby/sekolah (ADS). Oleh karena itu, kami aktivis dakwah sekolah (ADS) dituntut untuk mempersiapkan diri dengan segala perbekalan yang kami butuhkan agar dapat melalui rintangan dan tantangan yang datang menghadang. Allah swt berfirman:” <i>Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al Anfal: 60). </i><br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Perbekalan-perbekalan yang kami butuhkan tidak hanya yang bersifat materi, tapi yang bersifat non-materi terkadang menjadi perbekalan yang terbaik ketika materi tidak lagi mampu menerobos tantangan tersebut, sejarah pernah mengajarkan kepada kami kisah tentang <i>Ashhabu al ghoor</i>, bagaimana ketika tenaga tiga orang pemuda tidak mampu menggeser batu yang menutupi pintu gua, ternyata doa merekalah yang membuat Allah kemudian memerintahkan supaya batu tersebut bergeser sehingga ketiga pemuda bisa keluar dari gua dengan selamat.<br />
Kami menyadari dengan sepenuh hati, bahwa sebelum kami mempersiapkan diri dengan perbekalan yang terbaik guna menempuh jalan dakwah ini, kami harus mengetahui problematika apa saja yang akan kami hadapi.<br />
Di dalam buku ini kami akan mencoba mengupas berbagai problematika yang dihadapi dakwah sekolah, selain itu juga kami akan menawarkan beberapa solusi untuk menyelesaikan bermacam problematika yang terjadi dalam lingkup dakwah sekolah, sekaligus kami akan mencoba memberikan gambaran tentang alur umum pembinaan dakwah sekolah beserta beberapa kelengkapan-kelengkapannya sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan yang berjuang melalui dakwah sekolah. Semoga melalui buku ini penulis dapat memberikan sumbangsih meskipun sedikit bagi dunia dakwah thulabiyah.<br />
Terakhir, penulis menyadari bahwa masih terlalu banyak kekurangan di sana-sini sehingga kami sangat mengharapkan kritikan, saran, dan masukan yang membangun agar ke depan kami dapat meningkatkan kualitas dengan lebih baik lagi.<br />
Wallahu a’lam bishshowwab.<br />
<br />
Berikut ini adalah beberapa problematika dakwah thullaby yang kami hadapi sebagai Aktivis Dakwah Sekolah (ADS):<br />
<b>I. Problematika internal:</b><br />
<b>1. Individu</b><br />
Sebelum kami memulai dari yang lain, maka kami berupaya untuk terlebih dahulu memulai mengerti dan memahami problematika yang berasal dari diri kami sendiri, sehingga kami dapat memperbaiki diri kami kemudian memperbaiki orang lain, karena kami yakin orang lain tidak mungkin mengikuti perkataan kita tanpa melihat sendiri bahwa kita telah membuktikan apa yang kami katakan. Kami berlindung dari kemurkaan Allah swt apabila kami hanya sanggup mengatakan kebaikan sedangkan kami sendiri tidak melakukan amal kebaikan tersebut, sebagaimana firmanNya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kemurkaan di sisi Allah bagi siapa saja yang mengatakan apa-apa yang tidak mereka kerjakan”(Q.S. AshShaff:2-3). Tantangan yang biasanya mengganggu diri kami antara lain:<br />
<br />
a. Bisikan setan.<br />
Kami teringat akan sabda Rasulullah saw ”Iman itu kadang naik, kadang turun, maka senantiasalah perbaharui iman kalian”. Ketika iman kami sedang membumbung tinggi manakala kami berada bersama orang-orang shalih, ketika kami berada dalam majelis-majelis ilmu, dalam dauroh-dauroh dakwah sekolah, kajian-kajian tatsqif aktivis rohis, maka tidak ada keraguan sedikitpun dalam diri kami bahwa inilah jalan terbaik yang harus kami lalui, jalan para nabi, jalan orang-orang yang telah Allah pilih untuk menegakkan agamaNya yang Haq. Tetapi ketika iman kami sedang menurun, ketika kami sedang tidak bersama orang-orang shalih, ketika kami sedang tidak berada dalam majelis-majelis ilmu, dauroh-dauroh dakwah sekolah, dan sarana kebaikan lainnya, maka setan selalu berusaha membisikkan kepada kami hal-hal yang kemudian membuat hati kami bimbang diliputi oleh beragam pertanyaan, kebimbangan kami antara lain:<br />
i. Benarkah dengan menjadi Aktivis dakwah sekolah merupakan jalan terbaik untuk kami, karena kami merasakan bahwa jalan ini terasa begitu melelahkan, tidak sedikit energi, waktu, pikiran bahkan materi yang kami keluarkan. Karena kami melihat realitas lain, yaitu teman-teman kami yang tidak terlibat dalam dakwah sekolah, dengan kehidupan materialistis dan hedonis mereka, begitu menggiurkan dalam pandangan kemanusiaan kami. Kesadaran dan mentalitas kami sebagai aktivis dakwah diuji di sini, sehingga kami tersadarkan bahwa kami belumlah termasuk orang beriman manakala kami belum mendapatkan ujian dari Allah swt, maka kami berusaha sebisa mungkin agar dapat masuk ke dalam barisan orang-orang beriman.<br />
ii. Apakah dengan segala kelemahan-kelemahan yang kami miliki akan sanggup memikul beban dakwah yang tidaklah ringan, hal ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan kami di dalam memahami dan menggali potensi yang ada di dalam diri kami, kami seakan lupa dengan firman Allah swt yang berbunyi : ”Allah swt tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya” (QS. Al Baqarah:286) .<br />
<br />
b. Izin dari orang tua/keluarga.<br />
Dalam usia kami sekarang ini, kami menyadari bahwa kami sebagai seorang anak maka kami memiliki tanggung jawab dan kewajiban kepada orang tua kami. Tanggung jawab dan kewajiban yang tentunya harus kami selaraskan dengan tanggung jawab dan kewajiban kami sebagai bagian dari aktivis dakwah sekolah, ditambah lagi dengan tanggung jawab dan kewajiban kami sebagai seorang pelajar, maka dalam dakwah ini dituntut untuk memiliki kemampuan manajemen diri sehingga di antara ketiga tanggung jawab dan kewajiban tersebut, tidak ada yang merasakan ketidakadilan dari kami. Kami memahami hadits nabi saw yang mengatakan bahwa ridha Allah tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua.<br />
Oleh karena itu, apabila kami menginginkan agar aktivitas kami sebagai ADS diridhai oleh Allah melalui ridha orang tua, maka kami harus berupaya dengan segala potensi yang kami miliki untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajiban kami terhadap orang tua kami. Allah memerintahkan kepada kami untuk berbuat baik kepada mereka atas semua jasa yang telah mereka berikan kepada kami, dan ketika mereka memerintahkan kami untuk berbuat maksiat maka kami diperintahkan untuk menolaknya dengan cara yang halus, dan tetap mempergauli mereka dengan baik (QS.Luqman: 14-15) bahkan sudah menjadi kewajiban kami untuk mengarahkan mereka untuk kembali ke jalan yang diridhai oleh Allah swt.<br />
Imam Syahid Hasan Al Banna <i>semoga Allah merahmatinya,</i> memberikan panduan kepada kami tahapan-tahapan dalam berdakwah, dimana setelah kami membentuk diri kami sebagai pribadi yang Islami, maka tugas kami selanjutnya adalah membangun keluarga yang dibingkai oleh nilai-nilai Islami, baru kemudian melangkah ke tahapan-tahapan selanjutnya.<br />
Sirah Rasulullah saw pun memberitahu kepada kami bagaimana Rasulullah berdakwah kepada keluarganya terlebih dahulu sebelum berdakwah kepada orang lain. Dan kami berusaha -atas izin Allah swt- untuk bisa mengikuti apa yang telah Rasulullah ajarkan kepada kami.<br />
<br />
c. Kurang penjagaan ruhiyah<br />
“Iman itu kadang naik, kadang pula turun, maka senantiasa perbaharuilah iman kalian”. Begitulah pesan Rasulullah saw. Ya, kami menyadari sepenuh hati bahwa keimanan kami belumlah seberapa, sehingga seketika kami kurang menjaga ruhiyah kami, seketika itu juga iman kami mengalami penurunan, dan ketika iman kami menurun, maka kualitas ‘amal kami pun seperti garis lurus. Oleh karena itu, kami berusaha sepenuh hati untuk menjaga kondisi iman kami dengan menjaga ‘amaliyah yaumiyah kami, senantiasa bergaul dengan orang – orang shalih, menjalankan sunnah Rasulullah dan menjauhkan diri dari hal – hal yang bisa membuat kami salah. Yaa Muqollibal Qulb, tsabit qulubina ‘aladdinik, ‘ala tho’atik, ‘ala da’watik, wa ‘ala jihadi fii sabilik. Aamiin<br />
<br />
<b>2. Problematika Organisasi</b><br />
Kami sadar ketika kami meyakinkan diri untuk berada di dalam dakwah ini, maka kami tidaklah mungkin untuk melakukannya seorang diri, Rasulullah saw mengajarkan kepada kami melalui sirahnya yang mulia, bagaimana beliau merintis dakwah ini secara berjamaah, terkoordinir dan terorganisir bersama para sahabat yang setia. Oleh karena itu kami berusaha mencontoh tauladan beliau dengan membentuk organisasi dakwah thulabiyah atau di sini kami menyebutnya dengan singkatan rohis (rohani Islam). Dan ketika kami telah berada dalam lingkup organisasi maka kami harus juga memahami bahwa ketika berjamaah pun ada saja problematika yang harus kami hadapi. Di antaranya adalah:<br />
<br />
a. Lemahnya soliditas kami sebagai sesama pengurus rohis, dimana hal ini seringkali disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :<br />
- Belum muncul rasa saling memiliki (sense of belonging) di antara pengurus.<br />
Kami sering kali merasa belum menjadikan saudara kami di dalam jalan ini sebagai bagian dari diri kami sendiri, sehingga kami belum merasa sebagai satu kesatuan yang utuh, yang tidak bisa terpisahkan satu dengan yang lainnya. Padahal tauladan kami tercinta, Rasulullah Muhammad saw, bersabda <i>“seorang muslim dengan muslim yang lainnya ibarat satu bangunan, dimana yang satu menguatkan yang lainnya”. </i>Sebagai sebuah bangunan organisasi, agar bangunan ini kokoh, maka sudah selayaknya bagi kami untuk dapat saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Semoga kami dapat masuk ke dalam orang-orang yang dicintai Allah swt, sebagaimana firmanNya ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di jalannya dalam barisan yang teratur, seperti sebuah bangunan yang berdiri kokoh”.<br />
- Kurangnya silaturahim di antara pengurus.<br />
Rasulullah saw bersabda “tidaklah beriman di antara kamu, manakala kamu tidak mencintai saudaramu seperti kamu mencintai dirimu sendiri”. Wujud dari cinta itu bermacam-macam, dan salah satu cara yang paling efektif untuk menunjukkan kecintaan kami terhadap saudara kami di jalan ini adalah dengan bersilaturahim, saling mengunjungi, bertanya kabar, sampai menjenguknya manakala saudara kami diuji oleh Allah swt dengan ujian penyakit.<br />
- Kurangnya pemahaman akan manajemen kerja sama (‘amal jama’i) yang benar.<br />
Imam Ali bin Abi Thalib berkata ”kejahatan yang terorganisir dapat dengan mudah mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”. Oleh karena itu, karena organisasi kami merupakan organisasi kebaikan, program kami adalah program kebaikan, maka suka tidak suka kami harus melakukan ‘amal jama’i di dalam rohis ini secara terorganisir dan dilakukan dengan benar.<br />
- Kurangnya pemahaman akan karakter masing-masing anggota pengurus<br />
Allah swt dalam FirmanNya menyebutkan ”Wahai manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling mengenal…” (QS. Al Hujuraat: 13). Ya, di dalam ayat ini sangat jelas sekali bahwa Allah swt, tidaklah menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, kecuali kita diperintahkan olehNya untuk dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya. Apalah lagi kami yang saat ini berada di dalam satu lingkup organisasi, dimana organisasi ini adalah organisasi kebaikan, dan kami harus saling bahu-membahu di dalamnya, maka agar kami dapat saling bekerja sama, kami haruslah mengenal karakter dari teman-teman, saudara-saudara kami dijalan ini. Kami harus dapat mengenal (ta’aruf) terlebih dahulu siapa saudara kami, agar kemudian kami dapat saling memahami (tafahum), sehingga pada akhirnya kami dapat saling tolong menolong (ta’awun).<br />
- Kurangnya semangat saling menasihati di dalam kebenaran dan kesabaran.<br />
Sesungguhnya, kami tidaklah ingin menjadi orang-orang yang merugi. Lalu Allah menunjukkan kepada kami bagaimana caranya, yaitu dengan mengokohkan keimanan kami, senantiasa berusaha beramal shalih, dan kemudian kami saling nasihat menasihati di dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al Ashr: 1-3). Di dalam perjalanan ini, akan selalu ada ujian, halangan, dan tantangan yang harus kami hadapi sebagai konsekuensi keberadaan kami dijalan ini, dan agar kami dapat saling menguatkan satu dengan yang lainnya maka kami harus senantiasa berada dalam atmosfir saling nasihat menasihati. Dan kami diajarkan agar nasihat yang kami berikan kepada saudara kami, tidaklah boleh membuat hati mereka menjadi terluka, sebagai mana kami tidak ingin perasaan kami dilukai oleh orang lain. Kami juga diajarkan agar nasihat yang kami sampaikan kepada saudara kami dijalan ini, bukan dalam rangka mencari kesalahan yang mereka lakukan, sebab kalau ini yang kami lakukan, maka dampaknya bisa jadi justru mereka menjadi semakin terpuruk. Kami diajarkan agar nasihat yang kami sampaikan dapat membangkitkan kembali semangat yang melemah, mengembalikan asa yang hampir sirna, memperbaiki kerja-kerja dakwah yang memburuk.<br />
- Qiyadah wal Jundiyah.<br />
Pemimpin dan yang dipimpin, setidaknya dua kata itu menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah jamaah, atau organisasi atau kelompok, atau istilah apapun yang memiliki arti berkumpulnya dua orang atau lebih yang memiliki tujuan bersama, dan berkeinginan untuk mencapainya secara bersama-sama. Begitu pun kami dalam lingkup organisasi rohis, pemimpin dan yang dipimpin juga merupakan bagian terpenting dari organisasi ini.<br />
<br />
1. Pemimpin/qiyadah<br />
Rasulullah saw bersabda” setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya,…”.<br />
Dari hadits tersebut di atas, kami diajarkan bahwa setiap pribadi, merupakan pemimpin , paling tidak pemimpin bagi diri kami sendiri. Kami diajarkan juga bahwa kepemimpinan kami harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt.<br />
Dari hadits di atas, dalam lingkup organisasi dakwah sekolah, maka pemimpin atau ketua memiliki tanggung jawab atas organisasi dakwah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, agar pemimpin dapat menjalankan amanahnya dengan baik, maka setidaknya ia memiliki kriteria-kriteria sebagai seorang pemimpin, antara lain bisa dilihat dari sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan Allah:<br />
i. Siddiq/dapat dipercaya.<br />
Seorang pemimpin, haruslah orang yang dapat dipercaya. Sirah Rasulullah saw menceritakan, bahwa Rasulullah Muhammad saw mendapatkan julukan Al amin, yaitu orang yang dapat dipercaya, julukan ini diberikan ketika terjadi peristiwa peletakan hajar aswad ke Ka’bah sebelum beliau (Muhammad saw) diangkat sebagai nabi dan rasul, dimana pada waktu itu masing-masing kabilah merasa merekalah yang paling berhak untuk meletakkan hajar aswad di tempatnya, bahkan hampir saja terjadi pertumpahan darah, untung saja Muhammad muda datang dengan sebuah gagasan dimana batu hajar aswad tersebut diletakkan di atas hamparan kain, kemudian masing-masing pemimpin kabilah yang tadi bersengketa memegang ujung kain dan mengangkat batu tersebut secara bersama-sama sampai akhirnya diletakkan kembali pada tempatnya.<br />
Begitu pula dalam sirahnya yang lain dimana sekalipun sebagian besar masyarakat Mekah tidak menyukai atau bahkan memusuhi Rasulullah saw yang membawa risalah Islam dan mendakwahkannya di tengah-tengah mereka, tetapi tidak mengurangi sedikitpun kepercayaan mereka terhadap Rasulullah untuk menitipkan barang-barang berharga yang mereka miliki ketika mereka hendak bepergian jauh.<br />
ii. Amanah/bertanggung jawab.<br />
Allah swt berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”(Q.S. Al Anfaal:27). Kalimat cinta dari Allah ta’ala ini mengingatkan kepada kami betapa sebuah amanah, sekecil apapun amanah yang diberikan, haruslah dipikul dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia perbuat selama hidupnya di Yaumil Hisab nanti, begitu pula dengan seorang pemimpin ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah swt. Betapa pentingnya sikap amanah sehingga Rasulullah saw, mengkategorikan orang-orang yang tidak amanah sebagai orang munafik. Rasulullah saw bersabda:” Ada empat sifat jika ia berada pada seseorang, ia menjadi munafik sejati. Jika satu sifat ada padanya, pada dirinya ada satu kemunafikan sampai ia meninggalkannya, yaitu jika diberi amanah ia khianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bertikai ia curang.” (HR. Muslim). Pemimpin yang amanah akan melaksanakan semua tugas dan kewajiban yang dimilikinya dengan penuh tanggung jawab, sehingga semua pekerjaan-pekerjaan dakwah dapat diselesaikan dengan baik.<br />
iii. Fathonah/cerdas.<br />
Manusia telah Allah swt berikan kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaanNya yang lain, yaitu berupa akal pikiran yang dengannya manusia dapat menggunakannya dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini. Di dalam organisasi dakwah seperti Rohis, seorang pemimpin yang fathonah/cerdas sangat diperlukan. Hal ini menjadi penting manakala dakwah dihadapkan pada kondisi yang rumit, kondisi yang membutuhkan kecerdasan di dalam mengambil keputusan-keputusan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam dakwah.<br />
iv. Tabligh/menyampaikan.<br />
Rasulullah saw, di dalam sebuah buku yang dibuat oleh Michael H. Hart, seorang penulis barat, yang berjudul “100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah”, beliau berada di posisi pertama. Hal ini disebabkan kemampuan beliau di dalam menyampaikan misi keislamannya yang dimulai sejak empat belas setengah abad yang lalu, yang kemudian berhasil beliau wariskan kepada generasi-generasi berikutnya, sehingga sampai saat ini lebih dari satu setengah milyar manusia yang ada di muka bumi ini beragama Islam. Dari sini kami belajar, bahwa seorang pemimpin yang berhasil adalah ia yang mampu menyampaikan kepemimpinannya dengan baik, mampu mentransfer informasi-informasi yang benar kepada mereka yang dipimpinnya, sehingga informasi tersebut menjadi berguna. Sebagaimana Rasulullah saw yang berhasil menyampaikan wahyu Allah yang turun kepadanya sehingga dapat merubah system jahiliyah yang ada pada masa itu menjadi system kehidupan yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw.<br />
2. Yang dipimpin/ anggota/ jundiyah.<br />
Sebuah organisasi seperti rohis, selain harus memiliki pemimpin, tentunya harus juga memiliki anggota. Anggota di sini berarti adalah orang-orang yang berada di dalam organisasi (dalam hal ini rohis), yang memiliki keterikatan secara kelembagaan, baik dalam hal pelaksanaan kewajiban, maupun di dalam perolehan hak sebagai seorang anggota di dalam organisasi tersebut. Sebagai seorang yang dipimpin/jundi di dalam organisasi rohis, kami dituntut untuk terlebih dahulu mampu melaksanakan kewajiban kami, baru kemudian kami mendapatkan hak kami sebagai anggota. Kewajiban kami sebagai anggota, tentunya adalah melaksanakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan di dalam organisasi, baik yang kami sukai, maupun yang tidak kami sukai, dengan penuh tanggung jawab, sebagai konsekuensi keterlibatan kami di sini. Kami sadar, sebagai manusia kami memiliki kecenderungan untuk menyukai sesuatu, dan ketika di dalam kami beraktivitas di dunia dakwah sekolah, bukan tidak mungkin kami menemukan hal-hal yang tidak kami sukai, tetapi itu tidak kemudian menjadikan kami sebagai orang-orang yang lari dari tanggung jawab kolektif sebagai bagian dari organisasi dakwah. Ada kaidah fiqih di dalam dakwah yang kami yakini yaitu “Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam bermaksiat kepada Allah”. Hal ini berarti bahwa, walaupun kami berada dalam posisi sebagai anggota, bukan berarti kami akan taqlid buta atas segala kebijakan yang diambil oleh pemimpin di antara kami, tapi kami akan melandaskan itu semua kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Di dalam pengajian rutin pekanan yang kami ikuti, kami juga diajarkan mengenai “Al Wala wa Al Baro’” atau “Loyalitas dan Anti Loyalitas”. Di situ dibahas bahwa loyalitas itu hanya boleh kami berikan kepada Allah swt, Rasulullah saw, serta kepada pemimpin dari golongan kami yang telah terlebih dahulu memberikan loyalitasnya hanya kepada Allah dan RasulNya (Q.S. Annisaa : 59). Ditambahkan juga dalam ayat tersebut, manakala terjadi perbedaan pendapat, maka cara yang terbaik di dalam menyelesaikannya adalah dengan kembali kepada Al Qur’an dan sunnah.<br />
<br />
<b>II. Problematika eksternal:</b><br />
Dijalan dakwah thullaby ini kami diingatkan bahwa tidak sedikit problematika yang kami hadapi juga berasal dari luar diri dan organisasi kami. Oleh karena itu kami berusaha senantiasa mengasah kepekaan kami untuk menganalisa masalah-masalah yang ada, untuk kemudian kami berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut.<br />
<br />
Berikut beberapa problematika eksternal yang kadang kami hadapi:<br />
<b>1. Lingkup sekolah</b><br />
Problematika dakwah yang kami hadapi di sekolah sebagai tempat dimana kami beraktivitas, antara lain:<br />
a. Kurang kooperatifnya sebagian elemen yang ada di sekolah tersebut, mulai dari kepala sekolah, guru, karyawan, sampai sesama siswa. Hal ini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:<br />
<ul><li>ADS yang ada belum menjalin silaturahim yang kokoh dengan elemen-elemen yang tersebut di atas. Padahal dengan bersilaturahim pintu-pintu kebaikan akan terbuka dengan lebar, hati manusia yang selama ini terkuncipun dapat terbuka lebar.</li>
<li>Kurang tersosialisasikannya program-program kerja rohis sehingga pihak sekolah kurang memahami kegiatan-kegiatan rohis yang sebenarnya, hal ini berdampak pada pemberian izin manakala rohis hendak mengadakan kegiatan.</li>
<li>Para pengurus rohis/ADS bersifat eksklusif, dimana para ADS hanya bersosialisasi dengan sesama ADS saja, para ADS hanya memberikan taushiyah atau nasihat kepada sesama ADS saja. Padahal hakikatnya Islam adalah <i>Rahmatan lil ‘alamin</i> yaitu rahmat bagi seluruh alam beserta isinya. Begitu pun rohis beserta para ADSnya, seharusnya bisa menjadi <i>rahmatan lil ‘alamin</i> dalam lingkup sekolah sehingga tidak hanya kalangan internal rohis yang merasakan keshalihan dalam diri para ADSnya tetapi seluruh elemen sekolah dapat merasakan keshalihan sosial ADS rohis (<i>sholihun li ghoirihi</i>).</li>
</ul>b. Adanya ADK (Aktivis Dakwah Kristen).<br />
Keberadaan ADK di lingkungan sekolah saat ini bisa dibilang semakin hari semakin berkembang, hal ini tidak lain adalah semakin besarnya “kesadaran” dari kalangan non muslim bahwa aktivitas dakwah Islam di lingkungan sekolah juga semakin besar. Sehingga mereka dengan segala cara akan berusaha mengimbangi bahkan kalau bisa melampaui semua usaha yang dilakukan oleh para ADS. Secara jelas dalam Al Qur’an Allah mengingatkan kepada kita semua “Dan orang-orang Yahudi dan nasrani tidak akan rela kepadamu, sebelum kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak aka nada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.”(Q.S. Al Baqoroh:120). Maka, seperti telah penulis sampaikan di awal, bahwa kami harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, agar jangan sampai keberadaan mereka di sekolah menjadi lebih mendominasi, dan kami akan berusaha dengan sebaik-baiknya dengan mengharapkan pertolongan dari Allah swt agar dakwah Islam dapat meraih kemenangan di sini, di dalam dakwah yang kami jalani saat ini, yaitu dakwah sekolah. Kami yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah akan menolong siapa saja yang menolong agamaNya agar tetap tegak di muka bumi ini.<br />
<br />
<b>2. Luar sekolah.</b><br />
<b> </b>a. Alumni rohis.<br />
Alumni rohis, merupakan salah satu elemen luar sekolah yang tidak bisa dilepaskan dari rohis itu sendiri. Mengapa? Karena alumni rohis memiliki beberapa karakteristik tersendiri yang antara lain:<br />
1. Alumni rohis merupakan produk atau output yang dihasilkan dari pembinaan yang dilakukan secara intensif di sekolah. Oleh karena itu, pencitraan rohis sebuah sekolah terkadang dapat dilihat dari bagaimana alumni-alumni rohis sekolah tersebut memberikan kontribusinya baik untuk dirinya sendiri, orang lain, sekolah, maupun bagi masyarakat di sekelilingnya. Alumni rohis juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur sejauh mana keberhasilan pembinaan yang dilakukan oleh pengelola dakwah sekolah di sekolah tersebut. Setidaknya ketika pembinaan keislaman yang diberikan dapat diterima dan dipahami dengan baik, maka akan nampak dari sikap, tutur kata, maupun perbuatan yang dilakukan akan mencerminkan akhlaq-akhlaq yang islami, sebagaimana telah disampaikan oleh Imam Syahid Hasan Al Banna, tentang Syakhshiyah Islamiyah (Karakteristik pribadi Islam) yang sepuluh :<br />
1) Salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus)<br />
2) Shahihul ‘ibadah (ibadah yang benar)<br />
3) Matinul khuluq (akhlaq yang kokoh)<br />
4) Qawiyyul jism (jasmani yang kuat)<br />
5) Mutsaqqaful fikr (wawasan yang luas)<br />
6) Mujahidun li nafsi (bersungguh-sungguh terhadap diri)<br />
7) Munazhom fii su’unihi (teratur dalam segala urusan)<br />
8) Haritsun ‘ala al waqtihi (disiplin waktu)<br />
9) Qadirun ‘ala al kasbihi (mandiri)<br />
10) Nafi’un li qhoirihi (bermanfaat bagi orang lain)<br />
Di banyak sekolah dimana di dalamnya terdapat kegiatan rohis, biasanya juga sudah memiliki forum alumni rohis, forum alumni ini biasanya terbentuk sebagai wadah bagi setiap alumni rohis yang merasa terpanggil untuk turut serta dalam menumbuhkembangkan serta menjaga kelangsungan dakwah di tubuh almamaternya. Forum ini umumnya memiliki fungsi antara lain:<br />
<ol><li>sarana silaturahim antar alumni rohis agar selepas lulus, tidak kemudian lantas putus komunikasi, tapi tetap terjaga dengan baik, sehingga setiap informasi terkait dakwah sekolah masih dapat tersebar luaskan.</li>
<li>mengambil bagian dalam menjaga kelangsungan proses pembinaan, dalam bentuk penyediaan SDM Pembina/ mentor, penyiapan system dan materi pembinaan, serta membantu penyiapan perangkat-perangkat lain yang dibutuhkan dalam dakwah sekolah.</li>
<li>bekerja sama dengan elemen dakwah lain yang memiliki keterkaitan dengan dakwah sekolah.</li>
<li>menyokong serta membantu kerja-kerja dakwah siswa anggota rohis</li>
<li>menjadi salah satu sumber pendanaan, terutama bagi para alumni yang telah memiliki penghasilan sendiri.</li>
<li>menjadi adviser/ penasehat/ memberi masukan dan saran yang berguna bagi peningkatan kualitas maupun kuantitas dakwah sekolah.</li>
<li>Masyarakat.</li>
</ol>Bagaimanapun sekolah termasuk semua elemen yang ada di dalamnya, merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Oleh karenanya sebagai aktivis dakwah sekolah, harus mampu meletakkan/ memposisikan diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri, jangan sampai keberadaan aktivis dakwah dalam sebuah sekolah justru mengisolasi diri dari lingkungan masyarakat sekitar, itulah sebabnya mengapa tidak jarang warga masyarakat yang justru antipati terhadap sosok seorang aktivis dakwah dikarenakan sikapnya yang terkesan eksklusif, tidak mau berbaur dengan masyarakat dikarenakan –kadang- disebabkan oleh keinginannya untuk menjaga dirinya dari pengaruh buruk, yang ada di masyarakat. Padahal sebagai seorang aktivis dakwah –sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw – harus mampu dan mau masuk ke tengah-tengah masyarakat agar dapat memberikan pencerahan dan mengajak mereka untuk hijrah menuju kesempurnaan Islam, tentunya dengan menjaga prinsip “Yakhtalutun wa lakin Yatamayyadzun” – berbaur tapi jangan sampai tercampur. Bukankah mukmin yang bergaul di tengah-tengah manusia dan sabar atas keburukan mereka lebih baik ketimbang mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak sabar atasnya. Bagaimana mungkin seorang aktivis dakwah mampu menjadi sebaik-baik manusia sedangkan ia tidak memberikan kemanfaatan bagi manusia lainnya, dan bagaimana mungkin ia mampu memberikan kemanfaatan jika ia tidak bergaul di tengah manusia dan mengetahui kesulitan yang dihadapi mereka.<br />
<br />
b. Media massa.<br />
Bagaimanapun media massa kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Media massa baik cetak maupun elektronik, mampu menjadi sarana yang cukup efektif dalam membentuk opini publik, karena dapat dengan mudah didapatkan. Saat ini pun musuh-musuh Islam menggunakan media massa sebagai salah satu sarana untuk menyebarkan “Ghazwul Fikr”, melalui 3S1F(Song, Sport, Sex, Fashion) mereka berupaya merusak akhlaq dan aqidah para pemuda Islam, yang sayangnya dikarenakan minimnya pemahaman keislaman membuat para pemuda tersebut jatuh terperosok ke dalamnya. Oleh karena itu, para aktivis rohis memiliki peranan penting di dalam turut serta menjaga dan membentengi akhlaq para pemuda Islam, tentunya setelah terlebih dahulu mereka membentengi diri, agar jangan sampai mereka yang justru terjerumus ke lubang yang sama. Dan sudah seharusnya para aktivis dakwah sekolah, juga memiliki sarana media untuk mengantisipasi hal tersebut.agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-34698897989902865252011-01-23T22:12:00.000-08:002011-01-23T22:16:11.398-08:00Umar bin Abdul Aziz dan Lilin Negara<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5lCZAhIqoiP_Uk7QQt2plqZ9WfIcuKAFnTsb7ZBi7Pf28IAuzwICxwxCQMH616YdxI_J7dZm_DHf0kgotyERmC-889VPrJzzcsNCVjslf8J86crSt3Qi29TcTu4sqBgeErD0QDG4QuItn/s1600/umar.bin.abdul.aziz.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5lCZAhIqoiP_Uk7QQt2plqZ9WfIcuKAFnTsb7ZBi7Pf28IAuzwICxwxCQMH616YdxI_J7dZm_DHf0kgotyERmC-889VPrJzzcsNCVjslf8J86crSt3Qi29TcTu4sqBgeErD0QDG4QuItn/s320/umar.bin.abdul.aziz.jpg" width="268" /></a></div>Siapa yang tak kenal Umar bin Abdul Aziz. Sosok pemimpin adil, arif, lagi berilmu. Banyak kisah teladan yang beliau tinggalkan untuk para peniti kebenaran. Inilah kisah ringkasnya.<br />
Suatu hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada beliau. Utusan itu sampai di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam keadaan malam menjelang. Setelah mengetuk pintu seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu pun mengatakan, “Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya.” Penjaga itu masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur. Umar pun duduk dan berkata, “Ijinkan dia masuk.”<span id="more-5769"></span><br />
Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar. Umar bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernur, bagaimana harga-harga, bagaimana dengan anak-anak, orang-orang muhajirin dan anshar, para ibnu sabil, orang-orang miskin. Apakah hak mereka sudah ditunaikan?Apakah ada yang mengadukan?<br />
Utusan itu pun menyampaikan segala yang diketahuinya tentang kota kepada Umar bin Abdul aziz. Tak ada sesuatu pun yang disembunyikannya.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Ketika Semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu balik bertanya kepada Umar.<br />
“Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaanmu, dirimu, dan badanmu? Bagaimana keluargamu, seluruh pegawai dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu? Umar pun kemudian dengan serta merta meniup lilin tersebut dan berkata, “Wahai pelayan, nyalakan lampunya!” Lalu dinyalakannlah sebuah lampu kecil yang hampir-hampir tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.<br />
Umar melanjutkan perkataanya, “Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan.” Utusan itu bertanya tentang keadaannya. Umar memberitahukan tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri, dan keluarganya.<br />
Rupanya utusan itu sangat tertarik dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Umar, mematikan lilin. Dia bertanya, “Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan.” Umar menimpali, “Apa itu?”<br />
“Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu.”<br />
Umar berkata, “Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka. Begitu kamu memmebelokkan pembicaraan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin.”<br />
Subhanallah, benar-benar mengagumkan! Segitu besar kesungguhan Umar dalam menjaga harta kaum muslimin, berbeda dengan mayoritas penguasa yang kita saksikan.<br />
<b><i>(Sirah Umar bin abdul Aziz, Ibnul Hakam hal. 155-156) Majalah Elfata.</i></b><br />
<br />
<h2 class="singlePageTitle" style="color: red;"><i><span style="font-size: small;">Umar bin Abdul Aziz Menolak Kendaraan Khusus Kekhalifahan </span></i></h2><b>dakwatuna.com -</b> Umar bin Abdul Aziz bin Marwan lahir di Hulwan, sebuah desa di Mesir, tahun 61 H saat ayahnya menjadi gubernur di daerah itu. Ibunya, Ummu ‘Ashim, putri ‘Ashim bin Umar bin Khaththab. Jadi, Umar bin Abdul Aziz adalah cicit Umar bin Khaththab dari garis ibu.<br />
Umar bin Abdul Aziz dibesarkan di lingkungan istana. Keluarganya, seperti keluarga raja-raja Dinasti Umayyah lainnya, memiliki kekayaan berimpah yang berasal dari tunjangan yang diberikan raja kepada keluarga dekatnya. Perkebunan miliknya menghasilkan 50.000 dinar per tahun.<br />
Meski demikian, orangtuanya tak tidak lupa memberi pendidikan agama. Sejak kecil Umar sudah hafal Al-Qur’an. Ayahandanya mengirim Umar ke Madinah untuk berguru kepada Ubaidillah bin Abdullah. Inilah salah satu titik balik dalam hidup Umar bin Abdul Aziz. Ia kini dikenal sebagai orang saleh dan meninggalkan gaya hidup suka berfoya-foya. Bahkan, Zaid bin Aslam berkata, “Saya tidak pernah melakukan shalat di belakang seorang imam pun yang hampir sama shalatnya dengan shalat Rasulullah saw. daripada anak muda ini, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Dia sempurna dalam melakukan ruku’ dan sujud, serta meringankan saat berdiri dan duduk.” (Zaid bin Aslam dari Anas).<br />
Madinah bukan hanya membuat Umar bin Abdul Aziz saleh, tapi juga memberi perspektif tentang prinsip-prinsip dasar peradaban Islam di masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Umar memiliki pandangan yang berbeda dengan Bani Umayyah tentang sistem kekhalifahan yang diwariskan secara turun temurun.<br />
Ketika ayahandanya meninggal, Khalifah Abdul Malik bin Marwan meminta Umar bin Abdul Aziz datang ke Damaskus untuk dinikahkan dengan anaknya, Fathimah.<br />
Abdul Malik wafat dan kekhalifahan diwariskan kepada Al-Walid bin Abdul Malik. Di tahun 86 H, Khalifah baru mengangkat Umar bin Abdul Aziz menjadi Gubernur Madinah. Namun, pada tahun 93 H Khalifah Al-Walid memberhentikannya karena kebijakan Umar tidak sejalan dengan kebijakannya.<br />
Al-Walid juga berusaha mencopot kedudukan saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik, dari posisi Putra Mahkota. Ia ingin anaknya yang menjadi Putra Mahkota. Para pembesar dan pejabat negara menyetujui langkah Al-Walid. Tapi, Umar bin Abdul Aziz menolak.”Di leher kami ada bai’at,” kata Umar diulang-ulang di berbagai forum dan kesempatan. Akhirnya, Al-Walid memenjarakannya di ruang sempit dengan jendela tertutup.<br />
Setelah dikurung tiga hari, ia dibebaskan dalam kondisi memprihatikan. Mengetahui kondisi itu, Sulaiman bin Abdul Malik berkata, ”Dia adalah pengganti setelah saya.”<br />
Di tahun 99 H, ketika berusia 37 tahun, Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai Khalifah berdasarkan surat wasiat Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Saat diumumkan sebagai pengganti Sulaiman bin Abdul Malik, Umar berkata, ”Demi Allah, sesungguhnya saya tidak pernah memohon perkara ini kepada Allah satu kali pun.”<br />
Karena itu, di hadapan rakyat sesaat setelah dibaiat ia berkata, ”Saudara-saudara sekalian, saat ini saya batalkan pembaiatan yang saudara-saudara berikan kepada saya, dan pilihlah sendiri Khalifah yang kalian inginkan selain saya.” Umar ingin mengembalikan cara pemilihan kekhilafahan seperti yang diajarkan Nabi, bukan diwariskan secara turun-temurun. Tapi, rakyat tetap pada keputusannya: membaiat Umar bin Abdul Aziz.<br />
Setelah menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz melakukan gebrakan yang tidak biasa dilakukan arja-raja Dinasti Umayyah sebelumnya.<br />
Para petugas protokoler kekhalifahan terkejut luar biasa. Umar menolak kendaraan dinas. Ia memilih menggunakan binatang tunggangan miliknya sendiri. Al-Hakam bin Umar mengisahkan, ”Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan khusus kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi Khalifah. Waktu itu Umar berkata, ’Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah, lalu hasil penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik kendaran ini saja (hewan tunggangan).’”<br />
’Atha al-Khurasani berkata, ”Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pelayannya untuk memanaskan air untuknya. Lalu pelayannya memanaskan air di dapur umum. Kemudian Umar bin Abdul Aziz menyuruh pelayannya untuk membayar setiap satu batang kayu bakar dengan satu dirham.”<br />
’Amir bin Muhajir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menyalakan lampu milik umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan segera menyalakan lampu miliknya sendiri.<br />
Yunus bin Abi Syaib berkata, ”Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa menghitungnya.”<br />
Abu Ja’far al-Manshur pernah bertanya kepada Abdul Aziz tentang kekayaan Umar bin Abdul Aziz, ”Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah?” Abdul Aziz menjawab, ”Empat puluh ribu dinar.” Ja’far bertanya lagi, ”Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?” Jawab Abdul Aziz, ”Empat ratus dinar. Itu pun kalau belum berkurang.”<br />
Bahkan suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Ia berkata kepada istri Umar, ”Tidakkah engkau cuci bajunya?” Fathimah menjawab, ”Demi Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia pakai.”<br />
Ketika shalat Jum’at di masjid salah seorang jamaah bertanya, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus?” Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Sesungguhnya berlaku sederhana yang paling baik adalah pada saat kita kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.”<br />
Seorang pelayan Umar, Abu Umayyah al-Khashy berkata, ”Saya datang menemui istri Umar dan dia memberiku makan siang dengan kacang adas. Saya katakan kepadanya, ’Apakah setiap hari tuan makan dengan kacang adas?’” Fathimah menjawab, ”Wahai anakku, inilah makanan tuanmu, Amirul Mukminin.” ’Amr bin Muhajir berkata, ”Uang belanja Umar bin Abdul Aziz setiap harinya hanya dua dirham.”<br />
<b> </b><br />
Suatu saat Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan Bani Marwan. Ia berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah saw. memiliki tanah fadak, dan dari tanah itu dia memberikan nafkah kepada keluarga Bani Hasyim. Dan dari tanah itu pula Rasulullah saw. mengawinkan gadis-gadis di kalangan mereka. Suatu saat Fathimah memintanya untuk mengambil sebagian dari hasil tanah itu, tapi Rasulullah saw. menolaknya. Demikian pula yang dilakukan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. Kemudian harta itu diambil oleh Marwan dan kini menjadi milik Umar bin Abdul Aziz. Maka, saya memandang bahwa suatu perkara yang dilarang Rasulullah saw. melarangnya untuk Fathimah adalah bukan menjadi hakku. Saya menyatakan kesaksian di hadapan kalian semua, bahwa saya telah mengembalikan tanah tersebut sebagaimana pada zaman Rasulullah saw.” (riwayat Mughirah).<br />
Wahib al-Wadud mengisahkan, suatu hari beberapa kerabat Umar bin Abdul Aziz dari Bani Marwan datang, tapi Umar tak bisa menemui mereka. Lalu mereka menampaikan pesan lewat Abdul Malik, ”Tolong katakan kepada ayahmu bahwa para Khalifah terdahulu selalu memberikan keistimewaan dan uang kepada kami, karena mereka tahu kedudukan kami. Sementara ayahmu kini telah menghapuskannya.”<br />
Abdul Malik menemui ayahnya. Setelah kembali, Abdul Malik menyampaikan jawaban Umar bin Abdul Aziz kepada mereka, ”Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku.” Umar mengutip ayat 15 surat Al-An’am.<br />
Umar bin Abdul Aziz pun pernah memanggil istrinya, Fathimah binti Abdul Malik, yang memiliki banyak perhiasan pemberian ayahnya, Khalifah Abdul Malik. ”Wahai istriku, pilihlah olehmu, kamu kembalikan perhiasan-perhiasan ini ke Baitul Maal atau kamu izinkan saya meninggalkan kamu untuk selamanya. Aku tidak suka bila aku, kamu, dan perhiasan ini berada dalam satu rumah.” Fathimah menjawab, ”Saya memilih kamu daripada perhiasan-perhiasan ini.”<br />
’Amr bin Muhajir meriwayatkan, suatu hari Umar bin Abdul Aziz ingin makan apel, kemudian salah seorang anggota keluarganya memberi apel yang diinginkan. Lalu Umar berkata, ”Alangkah harum aromanya. Wahai pelayan, kembalikan apel ini kepada si pemberi dan sampaikan salam saya kepadanya bahwa hadiah yang dikirim telah sampai.”<br />
’Amr bin Muhajir mempertanyakan sikap Umar itu, ”Wahai Amirul Mukminin, orang yang memberi hadiah apel itu tak lain adalah sepupumu sendiri dan salah seorang yang masih memiliki hubungan kerabat yang sangat dekat denganmu. Bukankah Rasulullah saw. juga menerima hadiah yang diberikan orang lain kepadanya?”<br />
Umar bin Abdul Aziz menjawab, ”Celaka kamu, sesungguhnya hadiah yang diberikan kepada Rasulullah saw. adalah benar-benar hadiah, sedangkan yang diberikan kepadaku ini adalah suap.”<br />
<b> </b><br />
Suatu ketika Abdul Malik, putra Umar, menemui ayahnya, dan berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, jawaban apa yang engkau persiapkan di hadapan Allah swt. di hari Kiamat nanti, seandainya Allah menanyakan kepadamu, ’Mengapa engkau melihat bid’ah, tapi engkau tidak membasminya, dan engkau melihat Sunnah, tapi engkau tidak menghidupkannya di tengah-tengah masyarakat?’”<br />
Umar menjawab, ”Semoga Allah swt. mencurahkan rahmat-Nya kepadamu dan semoga Allah memberimu ganjaran atas kebaikanmu. Wahai anakku, sesungguhnya kaummu melakukan perbuatan dalam agama ini sedikit demi sedikit. Jika aku melakukan pembasmian terhadap apa yang mereka lakukan, maka aku tidak merasa aman bahwa tindakanku itu akan menimbulkan bencana dan pertumpahan darah, serta mereka akan menghujatku. Demi Allah, hilangnya dunia bagiku jauh lebih ringan daripada munculnya pertumpahan darah yang disebabkan oleh tindakanku. Ataukah kamu tidak rela jika datang suatu masa, dimana ayahmu mampu membasmi bid’ah dan menghidupkan Sunnah?”<br />
Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sangat memprioitaskan kesejahtera rakyat dan tegaknya keadilan. Fathimah binti Abdul Malik pernah menemukan suaminya sedang menangis di tempat biaya Umar melaksanakan shalat sunnah. Fathimah berusaha membesarkan hatinya. Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Wahai Fathimah, sesungguhnya saya memikul beban umat Muhammad dari yang hitam hingga yang merah. Dan saya memikirkan persoalan orang-orang fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak sanggup berpakaian dan orang yang tersisihkan, yang teraniaya dan terintimidasi, yang terasing dan tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak kerabat, tapi hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri. Saya tahu dan sadar bahwa Tuhanku kelak akan menanyakan hal ini di hari Kiamat. Saya khawatir saat itu saya tidak memiliki alasan yang kuat di hadapan Tuhanku. Itulah yang membuatku menangis.”<br />
Malik bin Dinar berkata, ”Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, para penggembala domba dan kambing berkata, ”Siapa orang saleh yang kini menjadi Khalifah umat ini? Keadilannya telah mencegah serigala memakan domba-domba kami.”<br />
Begitulah Umar bin Abdul Aziz, meski memerintah tidak sampai dua tahun, rakyatnya hidup sejahtera. Umar bin Usaid berkata, ”Demi Allah, Umar bin Abdul Aziz tidak meninggal dunia hingga seorang laki-laki datang kepada kami dengan sejumlah harta dalam jumlah besar dan berkata, ’Salurkan harta ini sesuai kehendakmu.’ Ternyata tak ada seorang pun yang berhak menerimanya. Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah membuat manusia hidup berkecukupan.”agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-23734049476823857402010-12-31T04:43:00.000-08:002010-12-31T04:44:18.788-08:00Muhasabah Diri di Awal Tahun Baru<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwRRuggb_KUod8vWd7eFdlIAt_30GeWz-_Q_BybZZocDzjzVD1sTWgqh7Mk_8m4WMMNfZmToNng-5kSz9tXNmP18782_OHHyTl2PRxO0C1eTuTNVNA1bXdmQrvcH6Urev34BWbLFwOw-_k/s1600/image681611x.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwRRuggb_KUod8vWd7eFdlIAt_30GeWz-_Q_BybZZocDzjzVD1sTWgqh7Mk_8m4WMMNfZmToNng-5kSz9tXNmP18782_OHHyTl2PRxO0C1eTuTNVNA1bXdmQrvcH6Urev34BWbLFwOw-_k/s1600/image681611x.jpg" /></a></div><div class="bodytext" id="item_body">Di akhir tahun 2010 Masehi dan tahun 1431 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt.<br />
Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)</div><div class="bodytext" id="item_body"><br />
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ<br />
<br />
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.<br />
<br />
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".<br />
<a name='more'></a><br />
Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.<br />
<br />
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob : " حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا " <br />
" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"<br />
<br />
Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”<br />
<br />
Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:<br />
<br />
1. Muhasabah<br />
<br />
Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.<br />
<br />
2. Mu’ahadah<br />
<br />
Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين <br />
</div><div class="bodytext" id="item_body">Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian kita berjanji ; ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلاتي “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”.<br />
Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.<br />
<br />
3. Mujahadah<br />
<br />
Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا<br />
Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.<br />
<br />
Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.<br />
<br />
4. Muraqabah<br />
<br />
Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. <br />
Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan. <br />
”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك" <br />
artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.<br />
Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.<br />
<br />
Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya. <br />
<br />
Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.<br />
<br />
5. Mu’aqobah<br />
<br />
Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.<br />
<br />
Mengawali tahun 2011 Masehi dan tahun 1432 Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah</div><div class="bodytext" id="item_body"></div><div class="bodytext" id="item_body">Sumber : http://navitasari.multiply.com/reviews/item/52 </div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-44017005176205328382010-12-20T20:40:00.000-08:002010-12-20T20:40:41.466-08:00Di Mana Ada Kemauan, Di Situ Ada Jalan!<div class="article-toolswrap"><div class="article-tools clearfix"></div></div>Meski anak petani kecil, saya harus bertekad sekolah tinggi. Alhamdulillah, Allah memudahkan, kini, saya sedang melanjutkan program doktor bidang pendidikan<br />
<br />
<img align="right" height="216" src="http://hidayatullah.com/images/stories/hariEsok1.jpg" width="300" /><b>Hidayatullah.com--</b>SAYA punya pengalaman buruk. Dulu, ketika SMA, saya pernah ikut olimpiade sains tingkat propinsi yang bertempat di Semarang, Jawa Tengah. Ketika itu, saya hanya bisa berada di posisi sepuluh besar. Kendati jauh dari yang saya harapkan, tapi saya tak kecewa. Setidaknya, saya telah berusaha semaksimal mungkin.<br />
<br />
Tapi, hal yang membuat saya sangat kecewa adalah para peserta yang dapat juara ternyata si “mata sipit”, China. Tak ada satu pun pelajar pribumi Muslim. Saya sendiri ketika itu utusan dari sekolah kecil di kota terpencil Grobogan. Tak pelak, sebagai pelajar pribumi Muslim, hal itu membuatku kurang PD. <br />
<a name='more'></a><br />
Pengalaman itulah yang memompa semangatku agar lebih semangat belajar dan berprestasi. Tak sewajarnya kalah dengan mereka yang berbeda agama apalagi minoritas jumlahnya. Padahal, sebagai Muslim, seharusnya memiliki kualitas ilmu yang jauh lebih dahsyat ketimbang mereka. Bukankah sejarah Islam selama ini mengatakan, umat Islam selalu mendapat kemenangan dalam setiap pertempuran. Padahal, jumlah mereka lebih sedikit. <br />
<br />
Sejak itu, saya berniat belajar hingga doktor meski kondisi ekonomi sangat tipis. Orangtuaku hanya petani kecil biasa. Hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, mustahil jika untuk biaya kuliahku. Usai SMA, saya melanjutkan perguruan tinggi swasta di Surabaya. Alhamdulillah, selama kuliah, saya mendapat beasiswa penuh; SPP, makan plus asrama. Saya pun hanya tinggal mencari biaya tambahan sehari-hari untuk buku, sabun dan lain sebagainya.<br />
<br />
Untuk mendapatkan itu, saya terkadang ngajar les private, jual majalah hingga menjadi juru pungut donatur di sebuah lembaga amil zakat. Semuanya saya lakukan dengan senang hati hingga lulus kuliah. Selama kuliah saya jadi mahasiswa terbaik dan ketika lulus pun dengan predikat cum laude. Satu tangga sudah saya lalui. Plong. <br />
<br />
Seperti cita-cita tadi. Saya haru terus kuliah. Saya harus tapaki tangga lainnya lagi yang masih tinggi dan mendaki. Karena itu, setahun usai S1, saya kemudian melanjutkan S2 di perguruan tinggi negeri ternama di kota Jember, Jatim. Padahal, waktu itu tak punya modal, hanya yakin saja di mana ada kemauan di sana ada jalan. Betul saja, setelah kuliah S2, ternyata rezeki datang dari mana saja. Tak terduga.<br />
<br />
Untuk memenuhi biaya S2 dan kebutuhan lainnya, saya membuka bimbingan belajar (Bimbel). Saya mengumpulkan puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jember untuk jadi guru les di tempat bimbel yang telah saya buat. Dari situ, saya bisa memiliki ratusan murid les. Setiap bulannya saya bisa meraup bersih Rp. 3 juta lebih. Setidaknya, dari usaha itu bisa menutupi biaya kuliahku. Hal itu pun membuat saya jadi lebih yakin bahwa jika ada kemauan, pasti ada jalan. Tinggal mau berusaha atau tidak.<br />
<br />
Jalan mulus pun tak jarang saya lalui selama menimba ilmu. Ketika itu ada seorang kenalan yang ingin menjual tanahnya, luasnya sekitar 10 hektar. Dia minta dicarikan pembeli. Kebetulan, dosen saya punya rekan yang butuh lahan untuk membuka usaha.<br />
<br />
Dan, Alhamdulillah cocok. Saya pun berhasil memediasikan jual beli itu. Tak disangka, dari hasil cuap-cuap itu saya dapat imbalan fantastis. Padahal, di awal, saya tak mematok harga atas apa yang saya lakukan itu. Uang cukup banyak itu lalu saya investasikan untuk membeli pohon sengon. Sekitar dua tahun, waktu normal kuliah S2, saya akhirnya lulus juga. Tangga ke dua berhasil saya lalui. Plong.<br />
<br />
Melanjutkan sekolah<br />
<br />
Usai lulus S2, saya pun langsung melanjutkan ke jenjang doktor. Saya mengambil di perguruan tinggi negeri ternama di Semarang, Jateng dengan jurusan yang sama. Seperti sebelumnya, saya memciptakan usaha untuk menopang biaya kuliah dan hidup. Saya membuka usaha warteg. Kini sudah ada tujuh warteg yang saya kelola. Selain itu saya juga bisnis lainnya; jual beli batik dan sebagainya.<br />
<br />
Dari situ saya sudah cukup mendapat keuntungan. Tak hanya itu, tesis saya, “Marketing Sekolah” juga dibeli Dikti seharga Rp 50 juta. Selama kuliah, S1, S2 hingga S3 (masih proses), saya merasakan ada bukti dari falsafah itu; "Jika ada kemauan pasti ada jalan."<br />
<br />
Saya pun semakin yakin untuk menapaki tangga-tangga lainnya yang masih tinggi dan terjal. Asal ada keingginan dan usaha yang keras.<br />
<br />
Tapi, tangga-tangga yang saya lalui itu tidak hanya untuk sekedar mengoleksi gelar saja. Jauh dari itu, saya ingin membangun lembaga pendidikan yang berkualitas yang mampu menciptakan out put unggul baik di bidang agama maupun umum. Menciptakan pelajar Muslim yang tidak kalah hebat.<br />
<br />
Mungkin, orang yang mengetahui cita-citaku itu akan pesimistis atau setidaknya mencemooh “Masa anak petani miskin punya cita-cita tinggi.” Tapi, saya tetap yakin, di mana ada keinginan pasti ada jalan. Dan, keinginan itu pun telah saya rintis.<br />
<br />
Insya Allah, saya akan membeli lahan di sebuah daerah dingin yang representatif di daerah Semarang. Di sana, jika tidak ada aral melintang, rencananya akan membangun lembaga pendidikan. Saya pun telah merancangnya dari sekarang. Hasil dari investasi 20 hektar pohon sengon pun akan saya tanamkan di situ. InsyaAllah. [<b>ans, </b><i>seperti dikisahkan Iskandar kepada <a href="http://www.hidayatullah.com/">hidayatullah.com</a></i>]agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-23342182501125373322010-12-15T20:18:00.000-08:002010-12-16T20:22:35.447-08:00Keutamaan Bulan Muharram<h2 class="judul" id="title"></h2><div class="margin-10-10" id="tanggal"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMEgPWtKq58O_FqiRSN2q_w4UHVDMulERM0P20KI73aKajNnbdLl8BZjWbHWR5bkkEiEEsTxWJrVdWA3TGQEimsVqecx4o5zHoAsvmOnMokh07WXeF_4cuthPLvHbX-b9AuR8SlD1INZG1/s1600/kaligrafi+%25282%2529.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="170" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMEgPWtKq58O_FqiRSN2q_w4UHVDMulERM0P20KI73aKajNnbdLl8BZjWbHWR5bkkEiEEsTxWJrVdWA3TGQEimsVqecx4o5zHoAsvmOnMokh07WXeF_4cuthPLvHbX-b9AuR8SlD1INZG1/s320/kaligrafi+%25282%2529.jpg" width="320" /></a></div><br />
Sekarang ini kita sudah menginjak bulan Muharram 1432 Hijriah. Dalam Islam, antara bulan satu dan bulan lainnya mempunyai kekhususan tertentu. Apa saja keutamaan bulan Muharram?</div><div class="body-content" id="detail"><br />
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari Makkah dan Madinah.<br />
<br />
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman yamg artimya: “Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram,” (QS. At Taubah: 36)<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang, bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.<br />
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan Nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai rasa syukur atas pertolongan Allah.<br />
Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda: Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi saw ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw berkata, “Aku lebih berhak mengikuti Musa as daripada mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).<br />
<br />
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)<br />
<br />
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.<br />
Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah saw memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para shabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).<br />
<br />
Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.<br />
<br />
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.<br />
Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram. Wallohu alam bi shawwab (sa/sumber: lenidisini.dagdigdug)</div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-57534025769654244282010-10-30T09:00:00.000-07:002010-11-30T20:22:43.306-08:00Mendidik Islami Ala Luqman Al-Hakim<a href="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2009/06/jabat-tangan.jpg" rel="shadowbox[post-2717];player=img;" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;" title="jabat-tangan"><img alt="jabat-tangan" class="alignright size-full wp-image-2720" height="200" src="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2009/06/jabat-tangan.jpg" style="margin: 5px;" title="jabat-tangan" width="200" /></a><b></b> “<i>Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi nasehat kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar ….. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”</i>. (Luqman: 13-19)<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<br />
Surat Luqman secara umum, terutama ayat 13-19 difahami sebagai surat yang harus dibaca saat prosesi aqiqah atau kesyukuran atas kelahiran seorang anak, dengan harapan bahwa sang ayah nantinya dapat meneladani tokoh Luqman yang diabadikan wasiatnya dan sang anak juga dapat mengikuti petuah dan nasehat seperti halnya anak Luqman. Tentu pemahaman ini dapat diterima, mengingat secara tekstual ayat-ayat ini memang berbicara secara khusus tentang pesan Luqman dalam konteks mendidik anak sesuai dengan pesan Al-Qur’an. Apalagi pesan Luqman dalam surat ini sebenarnya adalah pesan Allah yang dibahasakan melalui lisan Luqman Al-Hakim sehingga sifatnya mutlak dan mengikat; pesan Luqman dalam bentuk perintah berarti perintah Allah, demikian juga nasehatnya dalam bentuk larangan pada masa yang sama adalah juga larangan Allah yang harus dihindari.<br />
<br />
Luqman yang dimaksud dalam ayat-ayat ini menurut Ibnu Katsir adalah Luqman bin Anqa’ bin Sadun. Ia adalah anak dari seorang bapak yang Tsaaran. Pengabadian kisah Luqman memang berbeda dengan pengabdian tokoh lain yang lebih komprehensif. Pengabadian Luqman hanya berkisar seputar nasehat dan petuahnya yang sangat layak dijadikan acuan dalam mendidik anak secara Islami.<br />
<br />
Tentu masih banyak lagi cara Islami dalam mendidik anak berdasarkan ayat-ayat atau hadits Rasulullah saw yang lain. Namun paling tidak, pesan Luqman ini bukan sekedar pesan biasa umumnya seorang bapak kepada anaknya, namun merupakan pesan yang penuh dengan sentuhan kasih sayang dan sarat dengan muatan ideologis serta tersusun berdasarkan skala prioritas dari pesan agar mengesakan Allah dan tidak menmpersekutukannya sampai pada pesan untuk bersikap tawadu’ dan santun yang tercermin dalam cara berjalan dan berbicara. Kedua jenis pesan dan nasehat tersebut ternyata tidak keluar dari dua prinsip utama dalam ajaran Islam yaitu ajaran tentang akidah dan akhlak.<br />
<br />
Menurut Sayid Quthb, rangkaian ayat-ayat berbicara tentang Luqman dan nasihatnya yang diawali dengan anugerah hikmah kepada Luqman di ayat 12 merupakan pembahasan kedua dari pembahasan surat Luqman yang masih sangat terkait dengan pembahasan episode pertama, yaitu persoalan akidah. Pesan Luqman sendiri pada intinya adalah pesan akidah yang memiliki beberapa konsekuensi; di antaranya berbakti dan berbuat ma’ruf kepada kedua orang tua sebagai bukti rasa syukur atas kasih sayang dan pengorbanan mereka merupakan tuntutan atas akidah yang benar kepada Allah swt. Senantiasa merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap langkah dan perbuatan merupakan aktualisasi dari keyakinan akan sifat Allah Yang Mengetahui, Maha Mendengar dan Maha Mengawasi. Serta menjalankan aktifitas amar ma’ruf dan nahi munkar yang disertai dengan sikap sabar dalam menghadapi segala rintangan dan tantangan merupakan bukti akan keluatan iman yang bersemayam di dalam hati sanubari, hingga pada pesan untuk senantiasa bersikap tawadu’ dan tidak sombong, baik dalam bersikap maupun dalam berbicara. Semuanya tidak lepas dari ikatan dan tuntutan akidah yang benar.<br />
<br />
Dominasi pembahasan seputar akidah dalam surat ini memang wajar karena surat Luqman termasuk surat Makkiyyah yang notabene memberi fokus pada penanaman dan penguatan akidah secara prioritas..<br />
<br />
Terlepas dari pro kontra siapa Luqman sesungguhnya; apakah ia seorang nabi ataukah ia hanya seorang lelaki shalih yang diberi ilmu dan hikmah, yang jelas jumhur ulama lebih cenderung memilih pendapat yang mengatakan bahwa ia hanya seorang hamba yang shalih dan ahli hikmah, bukan seorang nabi seperti yang diperkatakan oleh sebagian ulama. Gelar Al-Hakim di akhir nama Luqman tentu gelar yang tepat untuknya sesuai dengan ucapannya, perbuatan dan sikapnya yang memang menunjukkan sikap yang bijaksana. Allah sendiri telah menganugerahinya hikmah seperti yang ditegaskan dalam ayat sebelumnya:<br />
“<i>Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji</i>“. (Luqman: 12)<br />
Yang menarik disini bahwa ternyata sosok Luqman bukanlah seorang yang terpandang atau memiliki pengaruh. Ia hanya seorang hamba Habasyah yang berkulit hitam dan tidak punya kedudukan sosial yang tinggi di masyarakat. Namun hikmah yang diterimanya menjadikan ucapannya dalam bentuk pesan dan nasehat layak untuk diikuti oleh seluruh orang tua tanpa terkecuali. Hal ini terungkap dalam riwayat Ibnu Jarir bahwa seseorang yang berkulit hitam pernah mengadu kepada Sa’id bin Musayyib. Maka Sa’id menenangkannya dengan mengatakan: “Janganlah engkau bersedih (berkecil hati) karena warna kulitmu hitam. Sesungguhnya terdapat tiga orang pilihan yang kesemuanya berkulit hitam, yaitu Bilal, Mahja’ maula Umar bin Khattab dan Luqman Al-Hakim”.<br />
<br />
Rangkaian pesan dan nasehat Luqman yang tersebut dalam 7 ayat di atas secara redaksional dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk larangan yang berjumlah 3 ayat dan redaksi perintah yang berjumlah 3 ayat. Sedangkan yang mengapit antara keduanya adalah pesan untuk senantiasa <i>muraqabtuLlah</i> karena Allah Maha Mengetahui apa yang dilakukan oleh setiap hambaNya tanpa terkecuali meskipun hanya sebesar biji zarrah dan dilakukan di tempat yang sangat mustahil diketahui oleh siapapun melainkan oleh Allah swt. Tiga larangan yang dimaksud adalah larangan mempersekutukan Allah, larangan menta’ati perintah kedua orang tua dalam konteks kemaksiatan, serta larangan bersikap sombong. Sedangkan nasehat dalam bentuk perintah diawali dengan perintah berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua dalam keadaan apapun mereka yang diringi dengan mensyukuri Allah atas segala anugerah dan limpahan rahmatNya dalam beragam bentuk, perintah untuk mendirikan shalat, memerintah yang ma’ruf dan mencegah yang munkar serta perintah bersikap sederhana dalam berjalan dan bersuara (berbicara).<br />
<br />
Dalam menjelaskan secara aplikatif tafsir ayat 15 dari surat Luqman ini, Ibnul Atsir dalam kitab Usudul Ghabah ( 2: 216) menukil riwayat Thabrani yang mengetengahkan kisah seorang anak yang bernama Sa’ad bin Malik yang tetap berbakti menghadapi ibundanya yang menentang keras keislamannya dengan melakukan aksi mogok makan beberapa hari lamanya sehingga terlihat kepenatan menimpa ibundanya. Namun dengan tegas dan tetap menunjukkan baktinya Sa’ad berkata dengan bijak kepada ibundanya: <i>“Wahai ibu, sekiranya engkau memiliki seratus nyawa. Lalu satu persatu nyawa itu keluar dari jasadmu agar aku meninggalkan agama (Islam) ini maka aku tidak akan pernah menuruti keinginanmu. Jika engkau sudi silahkan makan makanan yang telah aku sediakan. Namun jika engkau tidak berkenan, maka tidak masalah.”</i><br />
<br />
Akhirnya ibu Sa’ad pun memakan makanan yang dihidangkannya, karena merasa bahwa upaya yang cukup ekstrim itu tidak akan meluluhkan keteguhan hati anaknya dalam agama Islam. Tentu sikap yang bijak yang ditunjukkan oleh seorang anak terhadap sikap memaksa kedua orang tuanya yang digambarkan dalam ayat ke 15 tidak akan hadir secara instan tanpa didahului oleh pemahaman yang benar akan akidah Islam, terutama akidah kepada Allah.<br />
<br />
Kisah di atas jelas merupakan sebuah kisah yang sangat menarik dan berat untuk difahami dalam konteks kekinian. Bagaimana secara sinergis seorang anak tetap mampu menghadirkan sikap bakti kepada orang tua dengan tetap mempertahankan ideologi dan keyakinan yang dianutnya yang berbeda dengan keyakinan kedua orang tuanya. Pada ghalibnya seorang anak akan merasakan kesukaran dan keberatan untuk menimbang antara ketaatan kepada perintah orang tua dan bersikap ihsan serta berbakti kepada keduanya. Menurut Ibnu Katsir berbakti kepada kedua orang tua adalah dalam konteks bersilaturahim, mendoakan dan memberikan bantuan yang semestinya yang harus dibedakan dengan ketaatan yang berujung kepada bermaksiat kepada Allah. Tentang hal ini, Sufyan bin Uyainah pernah berkata :<br />
<i>“Barangsiapa yang menegakkan shalat lima waktu berarti ia telah mensyukuri Allah dan barangsiapa yang senantiasa berdoa untuk kedua orang tuanya setiap selesai shalat, maka berarti ia telah mensyukuri kedua orang tuanya.”</i><br />
<br />
Sungguh sebuah sikap yang matang dan bijak yang tentu berawal dari model pendidikan yang bernuansa ‘akidi dan akhlaqi’ dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kekinian yang seimbang dengan landasan prinsip dalam berIslam secara baik dan benar. Anak-anak sekarang sangat mendambakan nasehat orang tua yang memperkuat, bukan memanjakan karena memang mereka hidup untuk zaman yang berbeda dengan zaman kedua orang tuanya seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah dalam haditsnya:<br />
<i>“Pilihlah tempat nuthfahmu untuk dibuahkan. Karena sesungguhnya anak-anakmu dilahirkan untuk zaman mereka yang berbeda dengan zamanmu.”</i><br />
<br />
Demikian nasehat dan pesan Luqman dalam mendidik anaknya yang didahului oleh pendidikan akidah tentang keEsaan Allah dan pengetahuanNya yang absolut yang akan melahirkan sikap mawas diri, hati-hati dan muraqabatuLlah dalam bersikap dan bertindak. Kekuatan dan kemantapan akidah tersebut akan terespon dan termanifestasikan dalam berakhlak dan berperilaku kepada orang lain, terutama sekali terhadap kedua orang tua. Sungguh satu upaya yang serius dari seorang Luqman yang bijak untuk mendekatkan dan memperkenalkan seorang anak sejak dini dengan RabbNya yang berdampak pada kebaikan dan kesejahteraan lahir dan bathin, serta menjadikannya memiliki tingkat imunitas dan pertahanan diri yang kokoh menghadapi beragam godaan kehidupan yang dirasa kian melalaikan dan menjerumuskan. Allahu a’lamagus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-43107044937553053872010-10-30T08:56:00.000-07:002010-11-30T20:24:21.645-08:00Menghindari Kesalahan Memotivasi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC0VBE0w9wSQZxpWKkUCUZ7OTlFRxEkL615ULWHwzPcHa7-iaUadsMD2Y0KZbprFMfLZ-ykH7YLmVxLiKvgCjsD9pEDfglrVb-1s2BgonUd4Q8vsqhrWmvzzQ1lnOjsXYEmP8ymTI6zFsj/s1600/menjaga-anak.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiC0VBE0w9wSQZxpWKkUCUZ7OTlFRxEkL615ULWHwzPcHa7-iaUadsMD2Y0KZbprFMfLZ-ykH7YLmVxLiKvgCjsD9pEDfglrVb-1s2BgonUd4Q8vsqhrWmvzzQ1lnOjsXYEmP8ymTI6zFsj/s1600/menjaga-anak.jpg" /></a></div><h2 class="contentheading"></h2><div class="article-toolswrap"><div class="article-tools clearfix"></div></div>Sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu<br />
<br />
Oleh: <b>Mohammad Fauzil Adhim</b><br />
<br />
Kalau boleh, saya ingin mengatakan bahwa setiap ibu mendambakan anak-anaknya menjadi manusia yang berguna sesuai harapan orangtua.<br />
<br />
Naluri setiap ibu menyayangi dan mendidik anak-anaknya agar kelak tidak saja berhasil bagi dirinya sendiri, tetapi sekaligus membahagiakan orangtua, tetangga dan masyarakat.<br />
<br />
Keberhasilan anak dalam meniti hidupnya adalah keberhasilan orangtua, terutama ibu. Karena perjalanan anak banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan oleh ibu selama masa-masa perkembangan.<br />
<br />
Didorong oleh rasa sayangnya kepada anak, seorang ibu banyak tampil memotivasi anak. Tindakan ini bagus. Anak yang berhasil, seringkali lahir justru bukan dari banyaknya fasilitas yang dimiliki. Lebih penting dari itu, motivasi tinggilah yang banyak memberi sumbangan pada semangat anak demi berusaha dan menyikapi “kesulitan-kesulitan“ yang dialami.<br />
<br />
Tetapi…<br />
<b><a name='more'></a><br />
Ada tetapinya!</b><br />
<br />
Keinginan ibu untuk memotivasi anak tidak jarang menghadapi benturan karena kesalahan-kesalahan “kecil”. Tindakan memotivasi justru menjadi bumerang. Alhasil, kemauan berprestasi anak malah lemah dan prestasinya rendah.<br />
<br />
Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan ketika memotivasi anak, yaitu:<br />
<br />
<b>1. Membuat Anak Merasa Bersalah</b><br />
<br />
Sebagian ibu menganggap bahwa dengan menimbulkan rasa bersalah, anak akan terpacu untuk memperbaiki diri. Anak akan bersemangat untuk meraih apa yang diharapkan oleh orangtua. Tetapi kenyataannya seringkali justru sebaliknya. Anak menjadi rendah diri. Tidak mempunyai percaya diri. Dalam jangka panjang, ini melemahkan kemampuan anak dalam menyesuaikan diri maupun dalam mengembangkan kecakapan intelektual dan keterampilan kerja.<br />
<br />
“Motivasi” yang justru menimbulkan rasa bersalah pada anak, misalnya, “Kamu sayang sama Mama, nggak? Sayang, nggak?”<br />
<br />
“Sayang, Ma,” kata Reza. Selebihnya Reza hanya diam.<br />
<br />
“Makanya, kalau sayang sama Mama, belajar yang baik,” kata Mama.<br />
<br />
Rasa bersalah juga muncul ketika ibu mengatakan, “Ibu tiap hari kerja keras untuk kamu. Kalau kamu kasihan sama Ibu, kamu harus belajar. Kamu harus mendapat ranking satu. Lihat itu, Bapak tiap hari pulang sore. Cari duit itu sulit.”<br />
<br />
<b>2. Menjadikan Anak Merasa Anda Tidak Menganggapnya Cukup Pandai</b><br />
<br />
Dody pulang sekolah. Begitu tiba, ibu langsung menanyai tentang pelajaran apa yang diterimanya tadi. Tak lupa menanyakan ulangan.<br />
<br />
Ini dia awal kesulitan Dody. Hari itu ada ulangan Matematika. Dia mendapat nilai 7.<br />
<br />
Sebenarnya nilai yang bagus untuk Matematika. Tapi Dody tahu, kalau mengatakan yang sebenarnya, ia akan menghadapi risiko diomeli ibu. Tapi kalau berbohong, Dody ingat itu mendatangkan dosa.<br />
<br />
Akhirnya Dody menunjukkan kertas hasil ulangan. Seperti diduga, ibunya segera berkomentar, “Aduh Dody. Masak berhitung begini kamu nggak bisa sih? Ini kan mudah, toh! Coba lihat itu Mas Iwan, pintar dia.”<br />
<br />
Dody kecewa. Ia sudah mendapat nilai lebih tinggi dari kebanyakan temannya, tapi tetap tidak mendapatkan penghargaan dari orangtua. Ibu menganggapnya tidak cukup pandai.<br />
<br />
Mental anak sangat terpukul. Ungkapan ibu semacam ini dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Pada gilirannya, anak mudah merasa putus asa.<br />
<br />
Anak juga merasa dirinya bodoh. Karena merasa bodoh, ia cenderung tidak mau belajar. Ia banyak melakukan hal-hal yang kurang meningkatkan kecerdasan. Sehingga, akhirnya ia mendapati benar-benar bodoh di sekolah. Inilah yang disebut self-fulfiling prophecy (nubuwah yang dipenuhi sendiri).<br />
<br />
Memotivasi dengan bentuk-bentuk ungkapan semacam itu justru bisa membodohkan anak. Ungkapan yang dimaksudkan oleh ibu untuk membangkitkan potensi anak, sebenarnya justru merusak potensi yang besar.<br />
<br />
Seharusnya, ibu tetap menunjukkan kehangatan. Bahkan ketika anak mendapat nilai jelek pun, ibu perlu memberikan kehangatan dan penerimaan. Sikap yang demikian akan menimbulkan rasa aman dan perasaan diterima pada diri anak, sehigga ia akan bersemangat untuk mencapai yang lebih di saat berikutnya tanpa perasaan tertekan dan terbebani.<br />
<br />
Sementara kalau anak mencapai prestasi yang memuaskan, seperti yang dicapai oleh Dody misalnya, ibu perlu menunjukkan sikap menghargai. Ibu memberikan penghargaan dan pujian yang memadai. Tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu kikir memuji.<br />
<br />
<b>3. Menghancurkan Harga Diri Anak</b><br />
<br />
Anda sangat tidak menyukai kalau keburukan Anda atau hal-hal yang Anda anggap sebagai wilayah pribadi diungkapkan kepada orang lain. Apalagi jika yang mengungkapkan rahasia pribadi Anda itu adalah orang yang paling dekat, suami, misalnya. Rasanya sakit sekali. Ada kekecewaan bercampur amarah. Ada perasaan malu yang amat sangat bercampur dengan kejengkelan.<br />
<br />
Kalau Anda saja merasa demikian, apalagi anak Anda yang masih belum memiliki integritas diri yang kukuh? Tapi ada kalanya orangtua menghancurkan harga diri anak dengan maksud menumbuhkan semangat pada diri anak untuk mencapai prestasi terbaik.<br />
<br />
“Pokoknya kalau Andi tidak bisa mendapat nilai yang baik, Mama akan cerita sama Ita. Kalau Andi nggak ingin Mama cerita, Andi harus memperbaiki prestasi.”<br />
<br />
Atau, “Sudah, kalau Tony nakal terus, nanti Mama bilang sama Papa.”<br />
<br />
Ungkapan-ungkapan seperti itu sangat mengganggu harga diri anak. Tetapi yang lebih menghancurkan harga diri adalah kalau ibu benar-benar menceritakan kepada orang lain. Ini yang kadang secara tidak sadar dilakukan oleh ibu. Misalnya ketika ada teman sedang menceritakan anaknya melalui telepon, dengan maksud mengimbangi maupun basa-basi, kadang ibu tanpa sadar menghancurkan diri anak.<br />
<br />
“Aduh, Bu. Sama dengan anak saya. Yang nomor tiga itu, Si Pras, itu, aduh… malas sekali kalau disuruh belajar. Sampai jengkel saya kalau menyuruh dia!”<br />
<br />
Sikap ibu ini dapat menjadikan dawdling, yaitu sikap negatif anak dengan tidak mau melakukan apa yang diperintahkan orangtua dengan harapan orangtuanya marah. Kalau orangtua marah, ia memperoleh kepuasan (baca Suara Hidayatullah edisi Juni 2007). Pada saat ini, ia mengungkapkan kejengkelannya pada orangtua.<br />
<b><br />
4. Membuat Anak Defensif</b><br />
<br />
Situasi yang memojokkan membuat seseorang harus bersikap bertahan (defensif), tidak menuruti kemauan pihak yang menghendaki berubah. Jika sangat terpaksa, ia akan menurut. Tetapi hanya asal tidak mendapat tekanan. Asal tidak dimarahi. Atau, ia menjadi apatis.<br />
<br />
Ibu kadang memotivasi anak dengan cara memojokkan, misalnya, “Kamu pasti nggak sayang sama Mama. Kalau kamu sayang sama Mama, kamu nggak akan malas. Ayo, sekarang belajar.”<br />
<br />
<b>5. Mendorong Anak Balas Dendam</b><br />
<br />
Saya pikir, tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya balas dendam. Tetapi ternyata, ada pola-pola komunikasi yang cenderung membuat anak terdorong untuk balas dendam. Misalnya, “Pokoknya kamu harus les Matematika. Ibu nggak mau mempunyai anak yang tidak pandai Matematika. Kalau Bahasa Indonesia , mudah dipelajari. Semua orang bisa menguasai.”<br />
<br />
“Tapi, Deka pingin belajar karate, Ma.”<br />
<br />
“Nggak. Pokoknya kamu harus les Matematika. Kamu boleh belajar karate, tapi nanti, kalau kamu sudah pandai Matematika,” tegas ibu keras.<br />
<br />
Sebenarnya sikap tegas sangat perlu ditegakkan dalam keluarga. Tetapi ketegasan harus berlandaskan aturan yang jelas dan dipahami anak. Ketegasan harus selaras dengan sikap menghargai inisiatif anak.<br />
<br />
Seorang ibu bisa mengajukan alternatif sebagai hal yang harus dipilih oleh anak. Tapi ibu harus mendapat menjamin bahwa anak memahami dan menerima penjelasan yang dikemukakan oleh ibu. Lebih dari itu, ibu harus memperhatikan apakah kehendak ibu tidak justru mematikan potensi anak yang sebenarnya sangat besar dan brilian. Inilah!<br />
<br />
Karena itu, sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu. Sebaiknya ibu lebih banyak mendampingi dan memberikan kehangatan sehingga anak memiliki percaya diri dan harga diri yang baik.<br />
<br />
Ini akan lebih berharga bagi anak. Prestasi anak dapat lebih dipacu, sekalipun kelak anak jauh dari orangtua.<br />
<br />
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-81638932133650355822010-10-20T02:46:00.001-07:002010-10-20T02:46:59.923-07:00Lima Tanda Orang yang Diterima ShalatnyaMenangis dan mengemislah kepada Allah, serta memohon ampunan atas gulungan ombak dosa seraya berucap, “Astaghfirullah<br />
<br />
Oleh: <b>Ali Akbar bin Agil*</b><br />
<b><br />
</b><img align="right" height="190" mce_src="/images/stories/tahajud.jpg" src="http://hidayatullah.com/images/stories/tahajud.jpg" width="287" /><b>SUDAH</b> sering kita mendengar bahwa shalat adalah tiang agama. Shalat adalah amal yang paling pertama ditanya oleh Allah di hari kiamat. Jika shalat kita baik, baiklah seluruh amal perbuatan lainnya. Namun jika shalat kita jelek atau bahkan nol besar, maka buruklah semua perbuatan yang kita jalani, demikian petuah Nabi SAW kepada kita sekalian.<br />
<br />
Sesekali kita perlu merenung, baikkah shalat yang kita kerjakan? Suatu waktu kita perlu berpikir, apakah shalat kita diterima di sisi-Nya? Bukankah Allah pernah berfirman celakalah orang-orang yang shalat? Siapakah di antara kita yang diterima shalatnya? Dan seperti apa tanda-tanda orang yang diterima shalatnya? Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan ada 5 tanda orang yang shalatnya diterima.<br />
<br />
<b>Pertama,</b> dia yang merendahkan diri dengan shalatnya karena kebesaran Allah. Shalat yang diterima adalah shalat yang penuh kerendahan diri di hadapan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Orang yang rendah diri akan mampu merasakan <i>khusyu`</i> dalam hatinya. Jiwanya sadar dan mengerti dengan siapa ia saat ini menghadap.<br />
<br />
Karena itu, sebelum shalat, yang harus ditata terlebih dahulu adalah hati. Hati itu seperti pohon. Bila dahannya rindang, burung-burung pun senang hinggap di atasnya. Bila hati bercabang pikiran-pikiran dan nafsu pun senang bermain di dalamnya. Shalatlah shalat yang memutuskan perpisahan dari dunia. Allah tidak akan terasa bila urusan dunia menggelayut dalam hati.<br />
<br />
<b>Kedua,</b> orang yang tidak menyombongkan diri kepada makhluk Allah. Rasa<i> tawadhu`</i> dengan sendirinya menghilangkan sikap angkuh dan sombong kepada sesama makhluk. Kekuasaan yang ada di genggamannya tidak menyebabkan dirinya lupa daratan lalu berbuat sewenang-wenang karena ia sadar bahwa kekuasan adalah amanat Allah.<br />
<br />
Orang yang diterima shalatnya adalah orang yang tidak menyombongkan dirinya kepada siapa pun. Meski ia kuasa, pandai, dan kaya. Tidak termasuk orang yang diterima shalatnya kalau bertingkah sombong kepada sesamanya.<br />
<br />
<b>Ketiga,</b> orang yang tidak mengulangi maksiat kepada Allah. Dalam hidup, sekali waktu kita pernah terjerembab dalam kubangan dosa. Mungkin di antara kita ada yang pernah memalsukan kwitansi jual-beli. Mungkin ada dari kita yang pernah menjadi tukang copet, koruptor, atau penjual kehormatan. Mungkin ada dari kita yang pernah berdusta, menggunjing, berbohong, menebar janji-janji `surga' kepada rakyat saat Pilkada yang tak ditepati. Kenanglah perbuatan masa lalu itu sebelum shalat, lalu lakukan shalat dengan hati taubat dan siap menghadap kepada-Nya.<br />
<br />
Menangis dan mengemislah kepada Allah, memohon ampunan atas gulungan ombak dosa seraya berucap, <i>“Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah.”</i> Usai shalat, jangan ulangi maksiat yang pernah kita lakukan.<br />
<br />
<b>Keempat</b>, orang mengisi sebagian siangnya dengan berzikir kepada Allah. Waktu bagi orang mukmin, amatlah berharga. Manajemen waktu dilaksanakan dengan penuh kedisplinan. Sebagian detik-detiknya ia lalui dengan meladeni Allah, bersimpuh sujud, ingat dan tawakkal kepada-Nya.<br />
<br />
Nabi yang merupakan sosok dengan keterjagaan dari segala dosa, baik yang telah lewat maupun akan datang, toh beliau tidak jumawah. Beliau beristighfar memohon ampunan kepada Allah tidak kurang 100 kali dalam sehari. Bagaimana dengan kita?<br />
<b><br />
Kelima</b>, orang yang menyayangi orang miskin, orang dalam perjalanan, wanita yang ditinggal suaminya, dan yang mengasihi orang yang ditimpa musibah. Shalat yang dilakukan membekas dalam kehidupan sebagai khalifah Allah yang saling cinta-mencintai, sayang-menyanyangi antara satu dengan lainnya. Ibadah sosial menjadi warna-warni bunga hidupnya yang senantiasa ia berikan kepada siapa saja untuk membahagiakan diri orang lain yang membutuhkan.<br />
<br />
Bila kelima ciri orang yang diterima shalatnya ini telah terpenuhi, maka kata Allah:<br />
<br />
<i>“Cahayanya bagaikan cahaya matahari. Aku lindungi dia dengan kekuasaan-Ku. Aku perintahkan malaikat menjaganya. Aku jadikan cahaya dalam kegelapannya. Aku berikan ilmu dalam ketidaktahuannya. Perumpamannya dibandingkan dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan firdaus di surga.”</i>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-30833846261220896602010-10-20T02:42:00.001-07:002010-10-20T02:42:34.938-07:00Enam Taubatnya Anggota TubuhTaubatnya pendengaran dengan tidak menyimak kebatilan. Taubatnya kemaluan dengan berhenti berbuat keji<br />
<br />
oleh: <b>Ali Akbar bin Agil</b>*<br />
<b><br />
</b><img align="right" height="199" mce_src="/images/stories/taubat2_thumb.jpg" src="http://hidayatullah.com/images/stories/taubat2_thumb.jpg" width="300" /><b>MENJAGA</b> hati merupakan pekerjaan berat. Butuh kesungguhan dalam menghadapi godaan yang datang secara bertubi-tubi yang terkadang membuat kita terkapar menyerah dengan keadaan yang ada. Padahal, hati laksana mahkota dalam jiwa.<br />
<br />
Hati, sebagaimana diungkap oleh Syaikh Abdullah bin Alwi Al-Haddad, adalah raja seluruh angota tubuh. Hati merupakan sumber akidah, akhlaq, niat yang tercela maupun terpuji. “Seseorang tidak akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat kecuali sanggup menyucikan hatinya dari keburukan dan kehinaan serta menghiasinya dengan kebaikan dan keutamaan,” tulisnya.<br />
<br />
Di sinilah, sekali lagi, pentingnya menata hati. Dalam diri kita, seperti menirukan sabda Nabi Muhamad SAW, <i>“Ada segumpal daging. Jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh, itu adalah hati.”</i> (HR. Bukhari-Muslim).<br />
<br />
Supaya tidak terjerumus dalam kubangan maksiat yang membuahkan penyesalan tiada terperihkan, ada baiknya kita melakukan langkah-langkah berikut ini.<br />
<br />
<i>Pertama</i>, <b>jangan memulai berbuat maksiat</b>. Proses terjadinya maksiat diceritakan secara detail oleh Ibnu Qayyim. Katanya, <i>“Lawanlah lintasan itu! Jika dibiarkan, ia akan menjadi fikrah (gagasan). Lawanlah fikrah itu! Jika tidak, ia akan menjadi syahwat. Perangilah syahwat itu! Jika tidak, ia akan menjadi `azimah (hasrat). Apabila ini juga tidak dilawan, ia akan berubah menjadi perbuatan. Dan jika perbuatan itu tidak Anda temukan lawannya maka ia akan menjadi kebiasaan, dan setelah itu suit bagimu meninggalkannya.”</i><br />
<br />
Sekecil apapun peluang maksiat, tutup segera. Membuka hati untuk maksiat sama saja mempersilakan diri kita dijarah oleh setan dan dosa. Sebuah maksiat akan melahirkan maksiat berikutnya. Demikian seterusnya, lambat laun ia menjadi sebuah tren dalam denyut kehidupan seseorang. Sehingga membutuhkan energi yang luar biasa untuk menghentikan luapan maksiat tersebut.<br />
<br />
<i>Kedua</i>, <b>menjernihkan hati</b>. Hati yang jernih membuat kita lebih sensitif terhadap maksiat. Menjernihkan hati diawali dengan zuhud. Hidup zuhud bukan berarti lari dari dunia, menjauhi manusia. Tapi menjalani pola hidup dengan kebersahajaan, kesejajaran, tidak berlebihan, proposional, dan sesuai kebutuhan bukan yang selaras keinginan.<br />
<br />
Ibrahim bin Adham ditanya oleh seseorang, “Bagaimana engkau mendapatkan zuhud?” Ibrahim menjawab, <i>“Dengan tiga perkara: (1) Saya melihat keadaan kubur yang mengerikan sedang belum kudapati pelipur (2) Saya melihat sebuah jalan yang panjang sementara belum kumiliki bekal (3) Dan saya melihat Allah yang Maha Perkasa mengadili, padahal saya belum memiliki hujjah (argumentasi).”</i><br />
Kejernihan hati menjadi sumber ketenteraman hidup. Tidak gusar dan gelisah atas apa yang tidak ada serta selalu bersyukur dengan apa yang ada. Sebaliknya, kegersangan hati sebagai akibat ketidakmampuan mengendalikan diri, membuat gerakan dan nafas tersenggal-senggal, terseok-seok tak tentu arah.<br />
<i><br />
Ketiga</i>, <b>bertaubat</b>. Tidak ada manusia suci selain para Nabi dan Rasul. Jika suatu saat kita melakukan maksiat baik disengaja ataupun tidak, solusinya adalah dengan bertaubat, memohon ampun kepada Allah. Inilah cara ketiga.<br />
<br />
Taubat dari segala tindak tanduk maksiat, mulai anggota tubuh hingga ke dalam hati. Dzun Nun Al-Misri menjelaskan cara taubat secara menyeluruh. Ia berkata, <i>“Setiap anggota tubuh manusia ada ‘jatah’ taubatnya: (1) Taubatnya hati dengan berniat meninggalkan hal-hal yang dilarang (2) Taubatnya mata dengan menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram (3) Taubatnya kedua tangan dengan meninggalkan penggunaan sesuatu yang bukan haknya (4) Taubatnya kedua kaki dengan meninggalkan usaha berjalan ke tempat-tempat yang membuat lalai kepada Allah (5) Taubatnya pendengaran dengan tidak menyimak kebatilan (6) Taubatnya kemaluan dengan berhenti berbuat keji.”</i><br />
<br />
Tiga cara tersebut merupakan upaya mengorganisasikan kembali hatiku, hatimu, dan hati kita yang centang-perenang. Semoga.agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-42640790304898801992010-10-20T02:38:00.001-07:002010-10-20T02:38:55.976-07:00Waktumu adalah Umurmu!<h2 class="contentheading"></h2><div class="article-content"> <div>Tanda orang yang merugi adalah banyak berkumpul namun tidak untuk menambah ilmu. Banyak berbasa-basi, bercanda, dan banyak bicara </div><div> </div><div>Dari Ibnu 'Abbas ra, Rasulullah bersabda:</div><div> </div><div><div class="MsoNormal"><span class="apple-style-span"><span style="color: black;">وَالْفَرَاغُالصِّحَّةُ:النَّاسِ مِنَ كَثِيْرٌ فِيْهِمَا مَغْبُوْنٌ نِعْمَتَانِ</span></span></div></div><div><i> </i></div><div><i>“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya, nikmat sehat dan waktu luang.”</i> (Riwayat Bukhori). (HR. Bukhori no.6412, At-Tirmidzi no.2304, Ibnu Majah no.4170, Ahmad no. I/258-344), Ad-Darimi no.II/297, Al-Hakim no.IV/306)</div><div> </div><img align="right" height="216" mce_src="/images/stories/ilustrasi-waktu.jpg" src="http://hidayatullah.com/images/stories/ilustrasi-waktu.jpg" width="300" /><div>Waktu adalah ukuran zaman. Hari-hari yang kita lewati adalah umur kita. Apabila ia berlalu, maka hilanglah bagian dari hidup kita. Waktu adalah karunia terbesar dan paling berharga bagi manusia. Waktu menjadi rahasia berbagai prestasi cemerlang bagi seseorang ketika mampu menatanya dengan seksama.</div><div> </div><div>Mumpung seseorang masih punya kesempatan waktu muda, maka seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Masa muda sebagai waktu emas, saat masih memiliki kekuatan semangat, pikiran masih jernih, kesibukan masih sedikit, dan tekat yang kuat. Sebaliknya pada usia tua, jasad semakin lemah, beban semakin berat, penyakit sering mampir, dan kekuatan pun kian berkurang.</div><div> </div><div>Semua bentuk tindakan, kesungguhan, kekuatan, kemuliaan, kenikmatan, dan pencapaian tujuan adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan ketika badan sehat dan adanya waktu luang. Kewajiban yang seharusnya kita tunaikan teramat banyak, sementara waktu terluang sangat terbatas. Dengan waktu pula, betapa banyak lahan yang bisa diolah, berapa banyak perusahaan yang bisa didirikan, berapa ribu orang yang bisa dibantu dan yayasan yang bisa dikembangkan. Namun betapa banyak pula yang sudah puas dengan sedikit kualitas, sudah bangga dengan amal yang belum ada apa-apanya.</div><div> </div><div>Tidaklah Allah bersumpah dalam al-Quran dengan meggunakan kata waktu, <i>wal-‘ashri, wad-dhuha, wal-laili, bis-syafaqi, wal-fajri</i>, dan sebagainya, kecuali semuanya mengisyaratkan tentang betapa pentingnya waktu. Dimaksudkan agar manusia disiplin penuh perhatian terhadap masa hidupnya. </div><div> </div><div>Waktu yang Allah berikan kepada kita lebih berharga daripada emas karena ia adalah kehidupan itu sendiri. Seorang Muslim tidak pantas menyia-nyiakan waktu luangnya untuk hanya bercanda, bergurau, main-main, dan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Karena ia tidak akan pernah mampu mengganti waktunya yang telah berlalu. Siapa yang mengabaikan waktunya, maka semakin besarlah kerugiannya, sebagaimana kerugian orang sakit, dia merasa rugi kehilangan kesehatan dan kekuatannya.</div><div> </div><div>Seorang Muslim yang pada dirinya terkumpul dua nikmat ini, yakni kesehatan badan dan waktu luang, maka hendaknya menunaikan hak keduanya untuk melakukan ketaatan dan meraih kedekatan kepada-Nya. Tapi jika menyia-nyiakannya maka sebenarnya ia adalah manusia yang tertipu. Sebab, kesehatan akan digantikan dengan sakit dan waktu luang akan digantikan dengan kesibukan. Sebagaimana seorang pedagang yang memiliki modal, yaitu kesehatan dan waktu luang, maka ia tidak boleh menyia-nyiakan modalnya yang ada padanya selain ketaatan kepada Allah.</div><div> </div><div>Seseorang yang memiliki badan yang sehat tanpa menggunakannya untuk tindakan yang berguna dan tidak pula berbuat untuk akhiratnya adalah orang yang merugi. Dalam kenyataan memang kebanyakan manusia tidak menggunakan kesehatan dan waktu luang. Mereka malah membuang usia dan mempermainkan umur. Kadang-kadang manusia juga tidak memiliki waktu luang. Waktunya habis hanya untuk mencari makan dan kebutuhan periuk nasi. Sebaliknya terkadang memiliki waktu luang namun badannya sakit, jiwanya juga sakit, malas, loyo, tidak bergairah yang pada akhirnya berujung pada kebangkrutan.</div><div> </div><div><b>Seorang Muslim hendaknya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Ia tidak boleh menunda-nunda kesempatan melakukan amal kebaikan.</b></div><div> </div><div>Diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Umar pernah berkata;<i> "Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu." </i>(HR. Al-Bukhariy no.6416)</div><div> </div><div>Ibnu Qoyyim berkata: <i>”Ada 4 hal yang dapat merusak hati, yaitu berlebihan dalam berbicara, berlebihan makan, berlebihan tidur, dan berlebihan dalam bergaul.”</i> (Al-fawaid hal 262).</div><div> </div><div>Beliau juga berkata: <i>”Pintu taufiq tertutup bagi seseorang karena melakukan 6 perkara, yaitu (1) meninggalkan syukur kepada Allah dengan menggunakan karunia bukan pada jalan-Nya, (2) gemar terhadap ilmu namun tidak mau mengamalkannya, (3) menunda-nunda taubat, (4) berteman dengan orang sholih tapi tidak mau meneladani mereka, (5) mengejar-ngejar dunia padahal dunia akan meninggalkannya, (6) berpaling dari akhirat padahal akhirat akan mendatanginya.” </i>(Al-Fawaid)</div><div> </div><div><b>Ucapan Salaful ummah tentang waktu</b></div><div> </div><div>Muhammad bin Abdul Baqi’ (535 H) mengatakan: <i>”Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang pernah berlalu dari umurku untuk main-main dan berbuat sia-sia.”</i> (Siyar A’lamin Nubala’ XX/26)</div><div> </div><div>Imam Hasan Al-bashri mengatakan: <i>“Wahai anak cucu Adam, dirimu sebenarnya adalah hari-harimu yang kau alami, jika harimu berlalu maka berkuranglah sebagian hidupmu, sungguh aku pernah bertemu dengan suatu kaum, mereka lebih mengutamakan, mencintai dan menghargai waktu melebihi dari apa yang kau lakukan terhadap dinar dan dirham.”</i></div><div> </div><div>Ibnu Mas’ud berkata: <i>“Aku tidak pernah menyesal atas hari yang berlalu, kecuali ketika matahari terbenam dan usiaku berkurang, tetapi ilmuku tidak bertambah di hari itu.”</i></div><div> </div><div>Al-Kholil bin Ahmad (160H) mengatakan; <i>“Waktu itu ada tiga bagian, waktu yang sudah berlalu darimu dan tak akan kembali, waktu sekarang yang sedang kau alami dan ia juga akan berlalu darimu, dan waktu yang engkau tunggu yang bisa jadi engkau tidak bakal mendapatkannya.”</i> (<b><i>Thobaqotul hanaabilah</i></b> hal.35-36)</div><div> </div><div>Kisah Dawud bin Abi Hindun (139 H) adalah di antara contoh yang mengagumkan. Beliau berkata: “<i>Ketika kecil aku berkeliling pasar. Ketika pulang kuusahakan diriku untuk selalu berdzikir kepada Allah ta’ala hingga tempat tertentu. Jika telah sampai kuusahakan lagi dariku untuk berdzikir kepada Allah hingga tempat selanjutnya…hingga sampai di rumah. Tujuannya agar kugunakan waktu dalam umurku.” </i>(<b><i>Siyar A’lamin Nubala</i></b>’ VI/378)</div><div> </div><div>Ibnu Rojab Al-hambali berkata: <i>“Seorang pelajar hendaknya seorang yang cepat dalam berjalan, menulis, membaca ketika makan.”</i> (<b><i>Thobaqot Al-hanabilah</i></b>). Terbiasa cepat dalam berjalan maka akan sehat di waktu tuanya, cepat membaca maka akan menghemat waktu belajarnya, sekaligus lebih banyak mendapatkan ilmu.</div><div> </div><div><b>Contoh Salaful ummah menggunakan waktu</b></div><div> </div><div>Di dalam perjalanan para ulama’ terdahulu terdapat banyak contoh yang mencengangkan bagaimana mereka menggunakan umurnya yang mampu mendorong kita agar benar-benar menjaga detik-detik ini. Para pendahulu kita dengan keterbatasan dana, teknologi, tidak ada listrik, printer, dan sejenisnya, namun amal mereka tak mampu ditandingi oleh manusia sekarang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berjuang di jalan Allah, menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, melakukan amalan sunnah, berdzikir, bertasbih, beristighfar, mengajar, dan amal-amal ketaatan lainnya.</div><div> </div><div>Abu Bakar Al-Baqilani pernah tidak tidur sebelum menulis sebanyak 35 halaman dari hafalannya. Abu Nashr Al-Farabi tinggal di Damaskus dekat taman dan kolam air. Di sinilah beliau pergunakan untuk menulis kitab-kitabnya. Imam Abu Yusuf sahabat Imam Abu hanifah menjelang detik-detik kematiannya masih sempat membahas masalah fiqh. </div><div> </div><div>Seorang murid dari Al Alusi Al-hafidh, Bahjah Al-Atsari berkata: <i>“Saya teringat bahwa saya tidak datang belajar pada suatu hari karena hujan dan angin kencang. Kami kira Al-Alusi tidak datang mengajar. Keesokan harinya beliau berkata: “Tidak ada kebaikan bagi orang yang terpengaruh oleh panas dan hujan untuk tidak belajar”. </i></div><div> </div><div>Di antara sikap yang menakjubkan dalam menghargai waktu adalah Ibnu Taimiyah (590 H). Beliau tidak pernah membiarkan waktu berlalu tanpa mengajar, menulis, dan ibadah lainnya. Pada waktu masuk kamar kecil pun beliau meminta seseorang untuk membacakan kitab kepadanya dari luar.</div><div> </div><div>Ibnu Rojab berkata:<i> “Hal ini menunjukkan betapa kuat dan tingginya kecintaan beliau untuk mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu”. Murid beliau, Ibnu Qoyyim menyebutkan bahwa beliau di saat sakitpun masih sempat membaca dan menelaah ilmu. (<b>Roudhotut Tholibin</b></i>)</div><div> </div><div>Daud At-Tho’i diriwayatkan membaca lima puluh ayat ketika makan roti. Seorang bijak mengatakan;<i> “<b>Waktu adalah pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia akan memotongmu.</b> Bila engkau tidak menggunakan waktu yang ada, maka engkau akan celaka layaknya seseorang yang terkena sabetan pedang. Jika kamu tidak menggunakannya dalam kebaikan maka engkau akan dirusak di dalamnya.”</i> (<i><b>Bahjatus-nufus</b></i>, Ibnu Abi Jamroh 3/96).</div><div> </div><div>Sarri As-Saqoti ketika didatangi dan dikerumuni oleh orang-orang yang tidak memiliki kepentingan dan hanya berbasa-basi saja, maka dikatakan mereka:<i> “Anda telah dikerumuni oleh orang-orang yang tidak punya tindakan, jika orang yang didatangi lemah maka mereka akan duduk berlama-lama dan akibatnya kerugian waktupun tak terhindarkan. Padahal kalian punya kewajiban-kewajiban yang banyak”.</i></div><div> </div><div>Imam Amir bin Qois kedatangan seseorang dan mengajaknya untuk duduk-duduk saja, maka dikatakan kepadanya:<i> “Saya akan berbicara denganmu namun tolonglah hentikan matahari terlebih dahulu”</i></div><div> </div><div><b>Umur yang sia-sia</b></div><div> </div><div>Banyak waktu terbuang dengan sia-sia. Ini adalah tanda utama orang-orang yang dianggap merugi. Hilangnya waktu, juga menyebabkan hilangnya umur secara sia-siapa. Beberapa hal di antara kesia-siaan itu adalah banyak berkunjung dan berkumpul namun tidak untuk menambah ilmu. Duduk-duduk hanya untuk berbasa-basi, berlebih-lebihan dalam bergaul, banyak bercanda dan tertawa, banyak jalan-jalan, banyak bicara lebih dari keperluan, minum kopi 1 gelas sampai berjam-jam, meng-<i>ghibah</i> dan bersantai-santai membuang usia sehingga terlepaslah darinya manfaat yang banyak.</div><div> </div><div>Di antara menyia-nyiakan umur pula adalah sibuk dengan sesuatu yang tidak penting. Berasyik-ria dengan kegiatan yang remeh temeh. Seperti main catur, domino, menonton TV, baca desas-desus berita koran, nonton berita ghibah, SMS atau bicara di HP dengan sesuatu yang tidak penting. Sehingga banyak ketinggalan ilmu yang seharusnya ia miliki.</div><div> </div><div>Imam Syafi’i pernah ditanya,<i> “Bagaimana keinginan Anda terhadap ilmu?” </i>Beliau menjawab: <i>“Ibarat seorang ibu yang kehilangan anak tunggalnya dan ia tidak memiliki anak kecuali anak tersebut.”</i> (<i>Adabus-Syafi’I wanaqibu</i>h, Ar-Rozi, dinukil dari <i>Ma’aalim fit-thoriqi thlabil ‘ilmi</i> hal.41).</div><div> </div><div>Bandingkanlah pemandangan antara Imam Syafi’I yang haus ilmu dengan orang-orang sekarang. Di kantor ia banyak ngobrol, meski banyak orang sedang membutuhkannya. Di rumah ia hanya nonton TV padahal banyak waktu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Bahkan nongkrong malam hari hanya untuk mengejak kesia-siaan.</div><div> </div><div>Waktu lewat begitu saja dengan kelebihan jam tidur, banyak makan, banyak berleha-leha dan santai. Sehingga yang timbul justru panjang angan-angan, menunda-nunda pekerjaan, menunda taubat. Terutama antara adzan dan iqomah tidak digunakan untuk berdo’a, atau berdzikir, membaca al-Qur’an, mengulang hafalan, <i>muhasabah, muroja’ah</i> dan sebagainya.</div><div> </div><div>Dalam kenyataan, kita saksikan manusia menggunakan umurnya dengan sesuatu yang aneh, membaca buku yang sama sekali tidak berguna, menyaksikan hiburan yang sungguh sia-sia, lawakan, berlama-lama istirahat, berhura-hura ke tempat keramaian dan sebagainya. Lebih aneh lagi kita sendiri menganggap aneh melihat seseorang yang mempersiapkan amal untuk perjalannya yang panjang, berpacu dengan cepatnya putaran waktu.</div><div> </div><div>Imam Ibnu Jama’ah berkata:<i> “Hendaknya seseorang membagi waktu malam dan siangnya, memanfaatkan sisa umur karena umur yang tersisa tidak ada bandingannya.”</i></div><div> </div><div><i>Akhirul kalam</i>, biasakanlah bertanya pada diri sendiri. Apa yang telah kita lakukan di waktu-waktu sehat dan luang kita? Apakah digunakan untuk tujuan kesehatan, kemanfaatan ilmu, untuk ibadah, atau hanya terbuang secara percuma?</div><div> </div><div>Jika hanya kesia-siaan belakan, sepatutnya kita memohon kepada Allah agar mengasihi kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang mampu mengisi usia ini sebagus-bagusnya. Amiin. [<b>Abu Hasan Husain</b>/<a href="http://hidayatullah.com/hidayatullah.com" mce_href="/hidayatullah.com">hidayatullah.com</a>]</div></div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-22382247641196590562010-10-20T02:33:00.000-07:002010-10-20T02:33:25.083-07:00Virus Takastur dan Tanda Hilangnya Rahmat<h2 class="contentheading"> </h2>Menurut Imam Al Ghozali jika virus ruhani tersebut hinggap pada diri seseorang, maka akan melahirkan beberapa penyakit jiwa<div> </div><div>Oleh: <b>Sholih Hasyim*</b></div><div> </div><img align="right" height="405" mce_src="/images/stories/ilustrasi-rakus2_thumb.jpg" src="http://hidayatullah.com/images/stories/ilustrasi-rakus2_thumb.jpg" width="270" /><div><b>ADA</b> orangtua yang tinggal di sebuah pelosok desa sebagai petani dan penjual sate, bekerja keras tak kenal lelah, membanting tulang mencari nafkah. Ketika kembali pulang ke rumah, ia disambut oleh istri dan kedua anaknya dengan senyum yang tersungging di bibir. Maka seketika ia merasakan bahagia, kepenatan yang dirasakan sepanjang hari menjadi hilang dengan cepatnya.</div><div> </div><div>Ada orangtua yang menangis karena gembira demi melihat puteranya dilantik menjadi profesor termuda di salah satu perguruan tinggi terkenal di Jawa Timur. Selesai menerima penghargaan dari almamaternya, bapak tersebut tidak mampu menahan isak tangis di belakang kursi wisuda. Betapa pengorbanan yang selama ini dilakukan untuk keberhasilan anaknya tidaklah sia-sia. Ia melupakan penderitaan selama bertahun-tahun demi masa depan buah hatinya. Itulah 1/100 rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada sang bapak. Rela berkorban tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun, yang penting anaknya sukses.</div><div> </div><div>Ada pula cerita. Serombongan gajah mencari lokasi lain untuk mempertahankan kehidupan. Diantara mereka, salah satu induk gajah melahirkan anaknya dengan kaki cacat sebelah. Sementara gajah yang lain terus melaju, seolah-olah tak peduli dengan penderitaan kawannya. Gajah itu sendirian dikerumuni binatang buas yang siap menerkam bayi gajah. Ia akhirnya meninggalkan anak yang baru saja dilahirkan, untuk menghindari ancaman binatang buas. Baru beberapa langkah menyusul rombongan, namun hatinya tidak tega membiarkan anaknya sendirian. Ia kembali mengelus-elus anaknya di tengah-tengah bahaya. Sehingga bisa berjalan dan diajak menyusul rombongannya. Induk gajah itu berani menghadapi ancaman, karena instingkasih sayang terhadap anaknya.</div><div> </div><div style="text-align: center;"><b><span class="Apple-style-span" style="color: red;">***</span></b></div><div style="text-align: center;"> </div><div>Jika kita mencermati kehidupan bangsa kita sekarang, seringkali melihat manusia itu tidak konsisten dalam memelihara rahmat yang diberikan oleh Allah kepadanya, berbeda jauh dengan hewan. Informasi anarki, kekerasan politik, pembunuhan, pemerkosaan, persaingan yang tidak sehat antar kelompok, pertentangan antar etnis dan elit politik serta berbagai kriminalitas lainnya menghiasi media cetak dan elektronik setiap hari.</div><div> </div><div>Barangkali kita tidak heran bahwasanya akhir-akhir ini mendengar orangtua memperkosa anak tirinya, suami yang tega mencari wanita idaman lain di tempat kerjanya pada saat yang bersamaan keluarganya sedang menunggu kehadirannya di rumah dengan harap-harap cemas. Seorang istri tega berbuat serong bersama pria idaman lain yang kebetulan sebagai atasannya. Seorang wanita tega membuang anaknya yang baru saja dilahirkan. Karena hasil hubungan gelap dengan laki-laki lain.</div><div> </div><div>Dimanakah gerangan 1/100 rahmat yang diturunkan Tuhan kepadanya? Apakah sifat itu sudah dicabut oleh-Nya?</div><div> </div><div>Ada ribuan pertanyaan. Persis dengan berbagai masalah, gejolak dan problem bangsa kita. Mengapa bangsa Indonesia yang dikenal murah senyum, pemaaf, sopan,<i> rukun agawe santoso, tepo sliro,</i> paternalistik, tahan menderita, tiba-tiba menjadi bringas dan kejam?</div><div> </div><div><b>Efek Virus Takastur</b></div><div> </div><div>Dr. Yusuf Ali dalam tafsir <i>“The Holy Qur’an”</i>, mengatakan, bahwasanya penyebab hilangnya sifat rahmat pada diri manusia karena telah dihinggapi penyakit ruhani (mental) bernama takatsur (usaha menumpuk-numpuk harta, mengejar jabatan, memperbanyak pengaruh, massa dll).</div><div> </div><div>Menurut Imam Al Ghozali jika virus ruhani tersebut hinggap pada diri seseorang, maka akan melahirkan beberapa penyakit jiwa. Di bawah ini adalah tanda-tanda dari penyakit itu.</div><div> </div><div><b>Serakah </b></div><div> </div><div>Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata:<i> "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?". Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.” </i>(QS. Thoha (20) : 120-121 ).</div><div> </div><div>Pohon itu dinamakan Syajaratulkhuldi (pohon kekekalan), karena menurut syaitan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati. Pohon ini dilarang Allah bagi yang mendekatinya. Ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.</div><div> </div><div>Apa yang dilakukan Adam dan Hawa itu adalah sebuah tindakan serakah dan durhaka. Karena lupa, ia telah melanggar larangan Allah. Ia juga telah tersesat mengikuti apa yang dibisikkan syaitan. Kesalahan Adam a.s. meskipun tidak begitu besar menurut ukuran manusia biasa sudah dinamai durhaka dan sesat.</div><div><b> </b></div><div><b>Dengki (Hasud) </b></div><div> </div><div>Dengki adalah <i>rojaa-u zawaali ni’mati al-ghoir </i>(senantiasa berharap hilangnya nikmat pada diri orang lain). Dalam sejarah kehidupan manusia sifat buruk inilah yang menjadi penyebab pembunuhan pertama kali di dunia. Dilakukan putra seorang Nabi yang bernama Qobil dan Habil. Habil meninggal di tangan kakak kandungnya hanya karena persoalan wanita. Wajar jika Rasulullah mengingatkan kepada kita bahwa sifat hasud tidak sekedar mencukur rambut bahkan mencukur sendi-sendi agama. Beliau juga mengingatkan:</div><div> </div><div><i>“ Jauhilah oleh kalian sifat dengki, karena sesungguhnya dengki akan membakar seluruh kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.“</i> (al Hadist). Ummat ini akan menjadi baik selama tidak berkembang sifat dengki.</div><div> </div><div><i>“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa."</i> (QS. Al Maidah (5) : 27).</div><div> </div><div><b>Takabur (Sombong)</b></div><div> </div><div>Menurut Imam Al Ghozali puncak keruntuhan kepercayaan adalah syirik (menyekutukan Allah) dan puncak kerusakan akhlak adalah takabur. Takabur adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain (<i>bathrul haq wa ghomthun Nas</i>). Sifat warisan iblis inilah yang menjadikan anak manusia tidak pandai melihat kekurangan dirinya sendiri (intropeksi), tetapi lebih senang melihat kekurangan orang lain. Semua orang memiliki kans untuk bersikap sombong dalam profesi apapun.</div><div> </div><div>Pernah suatu kali, ada peristiwa pertentangan antara pemulung di Surabaya. Awalnya hanya sebatas pertarungan mulut, kemudian berkembang menjadi adu fiisik. Salah seorang lawannya ada yang mengancam, “Kamu harus berani mengambil resiko akibat peristiwa yang memalukan ini, tidakkah kamu mengetahui bahwa sayalah yang merintis profesi sebagai pemulung di sini?.</div><div> </div><div>Betapa jelas, bahwa pekerjaan sebagai pemulung saja bisa membanggakan asal usul dan rasa sombong. Apalagi pekerjaan yang lebih bergengsi dari itu.</div><div> </div><div><i>“Dan (Ingatlah) ketika kami Berkata kepada malaikat : "Sujudlah kamu kepada Adam", Maka mereka sujud kecuali iblis. ia membangkang. “</i>(QS. Thoha (20) : 116).</div><div> </div><div>Allah sangat membenci kesombongan. Karena pada dasarnya manusia itu tempat salah dan lupa (a<i>l insanu mahalil khothoi wa an nisyan</i>). Sekalipun manusia memiliki potensi yang baik tetapi dibatasi oleh berbagai kekurangan. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Allah tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga seorang yang dalam dirinya masih tersimpan sifat sombong sekalipun sedikit.</div><div> </div><div><b>Dendam</b></div><div> </div><div>Sifat ini sangat berbahaya baik secara individu maupun kelompok/kehidupan sosial. Karena sifat ini akan mendorong seseorang untuk menjatuhkan orang lain yang berbeda dengannya. Ia ingin melihat orang yang menjadi lawan politiknya celaka. Ia akan berusaha agar tidak ada orang lain yang menyainginya, baik dalam aspek jabatan, kekayaan, pengaruh, ilmu dll. Ia gembira jika melihat orang lain bernasib buruk, jatuh agar posisinya tetap eksis dan diakui orang lain. Rasulullah mengingatkan kepada kita agar senantiasa waspada terhadap penyakit jiwa ini. Sebab penyakit ini akan mudah merusak pergaulan hidup. Sabda beliau: <i>“Sekuat apapun seseorang, sebuah perkumpulan, sebuah negara akan hancur, jika dendam ini menjalar. “</i></div><div> </div><div>Jika kita mencermati carut marutnya kehidupan manusia dari masa ke masa pokok pangkalnya adalah efek ketiga penyakit jiwa tersebut. Yaitu: serakah, dengki, sombong dan dendam. Usaha yang terpenting dalam mengatasi gejolak sosial lanjut beliau, masing-masing individu dari anak bangsa ini mengembangkan tiga sifat berikut : Pertama, maafkanlah orang yang pernah berbuat zalim kepadamu (wa<i>’fu man zhalamaka</i>). Kedua, berilah kepada orang yang pernah menghalangi pemberian kepadamu (<i>wa’thi man haromaka</i>). Ketiga, sambunglah orang yang pernah memutuskan hubungan kepadamu (w<i>a shil man qotho’aka</i>).</div><div> </div><div>Jika sikap senantiasa memberi kepada siapa saja, apapun bentuknya pemberian itu, baik berupa materi dan immateri, menjalin silaturahim dan menyebarkan pintu maaf maka rahmat Allah akan senantiasa meliputi kehidupan mereka.</div><div>Resep Memelihara Titipan Rahmat</div><div> </div><div>Dalam al-Quran Surat At-Takastur Allah SWT memberikan resep yang sangat jitu untuk merawat titipan rahmat dari-Nya.</div><div> </div><div><b>Pertama, ziarah Kubur</b></div><div> </div><div>Dengan ziarah kubur (rekreasi rohani) seseorang diingatkan tentang hakikat kesementaraan kehidupan. Apa saja yang menjadi kebanggaan kita di dunia, kekuasaan, harta, wanita, pengaruh, ilmu akan berakhir. Saudara yang menjadi kepercayaan kita bisa saja akan berkhianat. Sahabat karib yang kemarin menjadi mitra bergaul dan dialog ternyata menjadi seonggok mayat yang dibungkus kain kafan. </div><div> </div><div>KH. A. Gimnastyar pernah mengingatkan dalam kuliah shubuhnya di RCTI, presiden Amerika lalu George W. Bush yang memimpin perang terhadap teroris, dan diindentikkan dengan kaum muslimin. Beliau mengatakan : Wahai presiden jangan berlagak sombong, apakah anda tidak menyadari bahwa kekuasaan yang sedang anda pegang tidak kuasa menolak kematian anda.</div><div> </div><div>Rasulullah Saw. bersabda:<i> “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziaralah karena ia mengingatkanmu tentang kehidupan akhirat.”</i> (Al Hadits)</div><div> </div><div><b>Kedua, mempelajari Ilmu Fardhu ‘Ain (Syariat)</b></div><div> </div><div>Berbicara syariat kita jangan salah dalam memahaminya. Dalam islam syariat adalah ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya untuk kita. Didalamnya terkandung ibadah, aqidah dan akhlaq. Jadi tidak ada dichotomi antara syariat dan hakikat sebagaimana yang dipahami oleh kaum sufi.</div><div> </div><div>Dengan ilmu syariat disamping mencerdaskan pikiran kita, sekaligus menata batin kita. Kecerdasan ruhaniah menghantarkan seseorang terampil dalam menarik hikmah di balik peristiwa kehidupan. Sehingga dia mampu bersikap arif dan bijaksana. Ahli hikmah mengatakan : Dunia adalah ladangnya ilmu (<i>Ad Dunya Mazro’atul ilmi</i>). Rangkaian kejadian dan fluktuasinya yang melibatkan kepentingan individu, kolektif akan menjadi bahan renungan, ilmu dan pengalaman. Pengalaman adalah guru yang terbaik.</div><div> </div><div>Jika ketiga resep yang diberikan oleh al-Qur’an diatas kita laksanakan dengan baik, insya Allah gejala anarki, pembunuhan, pertentangan antar elite dan berbagai gejolak sosial yang lain akan segera berakhir. Insya Allah.</div><div> </div><div><i>“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), Dan janganlah begitu, kelak kamu akan Mengetahui, Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.”</i> (QS. At-Takatsur (102) : 3-5).</div><div> </div><div><b>Ketiga, meningkatkan Rasa Tanggungjawab</b></div><div> </div><div>Apapun yang dilakukan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, kelak di kemudian hari. Apakah masa muda yang dimiliki dimanfaatkan untuk pengabdian, untuk apakah umur yang telah dihabiskan, ilmu yang dimilikinya sudahkah disumbangkan kepada yang memerlukan, harta yang dinikmati dari mana diperolehnya dan apakah telah diinfakkan. Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut akan kita jawab di akhirat kelak. Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menjawab berbagai pertanyaan diatas dengan jujur dan tanggung jawab?</div><div><i> </i></div><div><i>“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).”</i> (QS. At-Takatsur (102) : 8).</div><div> </div><div>Kata Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin: <b>Perbuatan ma’siat lahir yang harus dijauhi, yaitu yang dilakukan oleh anggota badan, mulut, kedua tangan, kedua kaki, kedua mata, kedua telinga.</b></div><div> </div><div>Semua anggota badan (yang merupakan karunia Allah SWT secara gratis) akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya kelak.</div><div> </div><div>Tujuh macam kejahatan yang dilakukan oleh tujuh anggota badan itu adalah :<span class="Apple-style-span" style="color: navy;"> Mata, Telinga, Lidah, Perut, Kemaluan, Tangan Dan kaki</span></div><div><br />
</div><div>Konon, karena itulah Allah SWT menjadikan tujuh macam neraka. Untuk tempat penyiksaan mereka yang melakukan kejahatan dengan salah satu anggota tubuh tersebut. Agar anggota tubuh sebagai media untuk menggapai kebahagiaan kehidupan dunia dan menyelamatkan kita di akhirat, maka harus disyukuri dengan cara digunakan untuk menyenangkan Yang Maha Memberikan.</div><div> </div><div>Mata digunakan untuk melihat yang baik dan indah, jangan melihat yang haram. Telinga dipakai untuk mendengar bacaan al-Quran dan As-Sunnah, tidak untuk mendengarkan yang tercela, seperti ghibah, mengumpat dan menimbulkan fitnah, lidah untuk berzikir dan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak untuk menghasut, berdusta yang mengantarkan kepada kehancuran. Menjaga perut dengan diisi makanan halal, kemaluan (faraj) disterilkan dari zina, tangan dijauhkan dari membunuh, memukul, mencuri, memegang sesuatu yang haram, kaki hanya digunakan untuk mengerjakan ibadat. Tidak dibawa menuju ke tempat ma’siat. Demikianlah pendidikan akhlak versi Al-Ghazali.</div><div> </div><div>Karena pada dasarnya anggota tubuh dijadikan oleh Allah SWT sebagai nikmat dan amanat. Mengelola nikmat dan amanat dengan di salah gunakan, merupakan kejahatan yang terbesar. Manusia harus menggunakan dan mengambil manfaat anggota tubuh untuk patuh kepada Allah SWT. [<b>Kudus, Oktober 2010</b>]</div><div> </div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-20231378243679548672010-10-20T02:30:00.000-07:002010-10-20T02:30:07.295-07:00Menghindari Kesalahan Memotivasi<img align="right" height="281" mce_src="/images/stories/motivasi-anak_thumb.jpg" src="http://hidayatullah.com/images/stories/motivasi-anak_thumb.jpg" width="221" />Kalau boleh, saya ingin mengatakan bahwa setiap ibu mendambakan anak-anaknya menjadi manusia yang berguna sesuai harapan orangtua.<br />
<br />
Naluri setiap ibu menyayangi dan mendidik anak-anaknya agar kelak tidak saja berhasil bagi dirinya sendiri, tetapi sekaligus membahagiakan orangtua, tetangga dan masyarakat.<br />
<br />
Keberhasilan anak dalam meniti hidupnya adalah keberhasilan orangtua, terutama ibu. Karena perjalanan anak banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan oleh ibu selama masa-masa perkembangan.<br />
<br />
Didorong oleh rasa sayangnya kepada anak, seorang ibu banyak tampil memotivasi anak. Tindakan ini bagus. Anak yang berhasil, seringkali lahir justru bukan dari banyaknya fasilitas yang dimiliki. Lebih penting dari itu, motivasi tinggilah yang banyak memberi sumbangan pada semangat anak demi berusaha dan menyikapi “kesulitan-kesulitan“ yang dialami.<br />
<br />
Tetapi…<br />
<b><br />
Ada tetapinya!</b><br />
<br />
Keinginan ibu untuk memotivasi anak tidak jarang menghadapi benturan karena kesalahan-kesalahan “kecil”. Tindakan memotivasi justru menjadi bumerang. Alhasil, kemauan berprestasi anak malah lemah dan prestasinya rendah.<br />
<br />
Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan ketika memotivasi anak, yaitu:<br />
<br />
<b>1. Membuat Anak Merasa Bersalah</b><br />
<br />
Sebagian ibu menganggap bahwa dengan menimbulkan rasa bersalah, anak akan terpacu untuk memperbaiki diri. Anak akan bersemangat untuk meraih apa yang diharapkan oleh orangtua. Tetapi kenyataannya seringkali justru sebaliknya. Anak menjadi rendah diri. Tidak mempunyai percaya diri. Dalam jangka panjang, ini melemahkan kemampuan anak dalam menyesuaikan diri maupun dalam mengembangkan kecakapan intelektual dan keterampilan kerja.<br />
<br />
“Motivasi” yang justru menimbulkan rasa bersalah pada anak, misalnya, “Kamu sayang sama Mama, nggak? Sayang, nggak?”<br />
<br />
“Sayang, Ma,” kata Reza. Selebihnya Reza hanya diam.<br />
<br />
“Makanya, kalau sayang sama Mama, belajar yang baik,” kata Mama.<br />
<br />
Rasa bersalah juga muncul ketika ibu mengatakan, “Ibu tiap hari kerja keras untuk kamu. Kalau kamu kasihan sama Ibu, kamu harus belajar. Kamu harus mendapat ranking satu. Lihat itu, Bapak tiap hari pulang sore. Cari duit itu sulit.”<br />
<br />
<b>2. Menjadikan Anak Merasa Anda Tidak Menganggapnya Cukup Pandai</b><br />
<br />
Dody pulang sekolah. Begitu tiba, ibu langsung menanyai tentang pelajaran apa yang diterimanya tadi. Tak lupa menanyakan ulangan.<br />
<br />
Ini dia awal kesulitan Dody. Hari itu ada ulangan Matematika. Dia mendapat nilai 7.<br />
<br />
Sebenarnya nilai yang bagus untuk Matematika. Tapi Dody tahu, kalau mengatakan yang sebenarnya, ia akan menghadapi risiko diomeli ibu. Tapi kalau berbohong, Dody ingat itu mendatangkan dosa.<br />
<br />
Akhirnya Dody menunjukkan kertas hasil ulangan. Seperti diduga, ibunya segera berkomentar, “Aduh Dody. Masak berhitung begini kamu nggak bisa sih? Ini kan mudah, toh! Coba lihat itu Mas Iwan, pintar dia.”<br />
<br />
Dody kecewa. Ia sudah mendapat nilai lebih tinggi dari kebanyakan temannya, tapi tetap tidak mendapatkan penghargaan dari orangtua. Ibu menganggapnya tidak cukup pandai.<br />
<br />
Mental anak sangat terpukul. Ungkapan ibu semacam ini dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Pada gilirannya, anak mudah merasa putus asa.<br />
<br />
Anak juga merasa dirinya bodoh. Karena merasa bodoh, ia cenderung tidak mau belajar. Ia banyak melakukan hal-hal yang kurang meningkatkan kecerdasan. Sehingga, akhirnya ia mendapati benar-benar bodoh di sekolah. Inilah yang disebut self-fulfiling prophecy (nubuwah yang dipenuhi sendiri).<br />
<br />
Memotivasi dengan bentuk-bentuk ungkapan semacam itu justru bisa membodohkan anak. Ungkapan yang dimaksudkan oleh ibu untuk membangkitkan potensi anak, sebenarnya justru merusak potensi yang besar.<br />
<br />
Seharusnya, ibu tetap menunjukkan kehangatan. Bahkan ketika anak mendapat nilai jelek pun, ibu perlu memberikan kehangatan dan penerimaan. Sikap yang demikian akan menimbulkan rasa aman dan perasaan diterima pada diri anak, sehigga ia akan bersemangat untuk mencapai yang lebih di saat berikutnya tanpa perasaan tertekan dan terbebani.<br />
<br />
Sementara kalau anak mencapai prestasi yang memuaskan, seperti yang dicapai oleh Dody misalnya, ibu perlu menunjukkan sikap menghargai. Ibu memberikan penghargaan dan pujian yang memadai. Tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu kikir memuji.<br />
<br />
<b>3. Menghancurkan Harga Diri Anak</b><br />
<br />
Anda sangat tidak menyukai kalau keburukan Anda atau hal-hal yang Anda anggap sebagai wilayah pribadi diungkapkan kepada orang lain. Apalagi jika yang mengungkapkan rahasia pribadi Anda itu adalah orang yang paling dekat, suami, misalnya. Rasanya sakit sekali. Ada kekecewaan bercampur amarah. Ada perasaan malu yang amat sangat bercampur dengan kejengkelan.<br />
<br />
Kalau Anda saja merasa demikian, apalagi anak Anda yang masih belum memiliki integritas diri yang kukuh? Tapi ada kalanya orangtua menghancurkan harga diri anak dengan maksud menumbuhkan semangat pada diri anak untuk mencapai prestasi terbaik.<br />
<br />
“Pokoknya kalau Andi tidak bisa mendapat nilai yang baik, Mama akan cerita sama Ita. Kalau Andi nggak ingin Mama cerita, Andi harus memperbaiki prestasi.”<br />
<br />
Atau, “Sudah, kalau Tony nakal terus, nanti Mama bilang sama Papa.”<br />
<br />
Ungkapan-ungkapan seperti itu sangat mengganggu harga diri anak. Tetapi yang lebih menghancurkan harga diri adalah kalau ibu benar-benar menceritakan kepada orang lain. Ini yang kadang secara tidak sadar dilakukan oleh ibu. Misalnya ketika ada teman sedang menceritakan anaknya melalui telepon, dengan maksud mengimbangi maupun basa-basi, kadang ibu tanpa sadar menghancurkan diri anak.<br />
<br />
“Aduh, Bu. Sama dengan anak saya. Yang nomor tiga itu, Si Pras, itu, aduh… malas sekali kalau disuruh belajar. Sampai jengkel saya kalau menyuruh dia!”<br />
<br />
Sikap ibu ini dapat menjadikan dawdling, yaitu sikap negatif anak dengan tidak mau melakukan apa yang diperintahkan orangtua dengan harapan orangtuanya marah. Kalau orangtua marah, ia memperoleh kepuasan (baca Suara Hidayatullah edisi Juni 2007). Pada saat ini, ia mengungkapkan kejengkelannya pada orangtua.<br />
<b><br />
4. Membuat Anak Defensif</b><br />
<br />
Situasi yang memojokkan membuat seseorang harus bersikap bertahan (defensif), tidak menuruti kemauan pihak yang menghendaki berubah. Jika sangat terpaksa, ia akan menurut. Tetapi hanya asal tidak mendapat tekanan. Asal tidak dimarahi. Atau, ia menjadi apatis.<br />
<br />
Ibu kadang memotivasi anak dengan cara memojokkan, misalnya, “Kamu pasti nggak sayang sama Mama. Kalau kamu sayang sama Mama, kamu nggak akan malas. Ayo, sekarang belajar.”<br />
<br />
<b>5. Mendorong Anak Balas Dendam</b><br />
<br />
Saya pikir, tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya balas dendam. Tetapi ternyata, ada pola-pola komunikasi yang cenderung membuat anak terdorong untuk balas dendam. Misalnya, “Pokoknya kamu harus les Matematika. Ibu nggak mau mempunyai anak yang tidak pandai Matematika. Kalau Bahasa Indonesia , mudah dipelajari. Semua orang bisa menguasai.”<br />
<br />
“Tapi, Deka pingin belajar karate, Ma.”<br />
<br />
“Nggak. Pokoknya kamu harus les Matematika. Kamu boleh belajar karate, tapi nanti, kalau kamu sudah pandai Matematika,” tegas ibu keras.<br />
<br />
Sebenarnya sikap tegas sangat perlu ditegakkan dalam keluarga. Tetapi ketegasan harus berlandaskan aturan yang jelas dan dipahami anak. Ketegasan harus selaras dengan sikap menghargai inisiatif anak.<br />
<br />
Seorang ibu bisa mengajukan alternatif sebagai hal yang harus dipilih oleh anak. Tapi ibu harus mendapat menjamin bahwa anak memahami dan menerima penjelasan yang dikemukakan oleh ibu. Lebih dari itu, ibu harus memperhatikan apakah kehendak ibu tidak justru mematikan potensi anak yang sebenarnya sangat besar dan brilian. Inilah!<br />
<br />
Karena itu, sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu. Sebaiknya ibu lebih banyak mendampingi dan memberikan kehangatan sehingga anak memiliki percaya diri dan harga diri yang baik.<br />
<br />
Ini akan lebih berharga bagi anak. Prestasi anak dapat lebih dipacu, sekalipun kelak anak jauh dari orangtua.<br />
<br />
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-79743241890469661612010-10-20T02:27:00.000-07:002010-10-20T02:27:35.180-07:00Pemerhati: Bangun Karakter Bangsa dari Keluarga Sakinah<div class="article-content"> <div>Dalam ranah keluarga, peran ayah dan ibu sangatlah penting dalam memberikan pendidikan karakter dan moral pada anak-anaknya.</div><div><br />
</div><img align="right" height="220" mce_src="/images/stories/muslim-family.jpg" src="http://hidayatullah.com/images/stories/muslim-family.jpg" width="300" /><div><b>Hidayatullah.com--</b>Sedikitnya 9.060 warga Jakarta yang mengidap penyakit kelamin yang ditularkan dari hubungan seksual, mengundang keprihatinan banyak kalangan. Fenomena krusial ini berawal dari pendidikan karakter dalam keluarga yang tidak terbangun dengan baik.</div><div><br />
</div><div>Peran keluarga sangat penting untuk memastikan keterpenuhan kebutuhan anak pada pembinaan yang berkelanjutan. Dalam lingkup ini, peran lembaga negara juga dinilai tidak sedikit.</div><div><br />
</div><div>"Setidaknya ada 2 pemeran penting dalam proses ini, yaitu lembaga dan keluarga," kata Kasubdit Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Depag Najib Anwar saat berbincang dengan <i>Hidayatullah.com</i>, Rabu (20/10).</div><div><br />
</div><div>Najib menjelaskan, peran lembaga negara dalam hal ini adalah berusaha memajukan keluarga sebagai pilar kelangsungan memberdayakan dan membangun karakter bangsa.</div><div><br />
</div><div>Sedangkan dalam ranah keluarga, peran ayah dan ibu sangatlah penting dalam memberikan pendidikan karakter dan moral pada anak-anaknya.</div><div><br />
</div><div>Selain itu, Najib juga prihatin dengan semakin merebaknya peredaran berbagai macam video porno yang tidak sedikit diperankan usia anak-anak atau remaja.</div><div><br />
</div><div>Najib menilai, masalah-masalah pergaulan bebas tersebut terjadi karena banyak faktor. Dari beberapa sebab, Najib menyebutkan 2 faktor yang paling sering muncul, adalah masalah moral dan desakan ekonomi.</div><div><br />
</div><div>Kasubdit Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI selama ini, urai Najib, telah melakukan berbagai upaya penanggulangan untuk menangani alpa moral ini, termasuk memberikan pendidikan dan pembekalan pada keluarga dalam melakukan pembinaan karakter.</div><div><br />
</div><div>"Kemenang melalui Kasubdit ini (Keluarga Sakinah, red) rutin melakukan sosialisasi pentingnya membangun keluarga sakinah," kata Najib.</div><div><br />
</div><div>Saat ini kata Najib sudah lebih dari 10 ribu penyuluh agama disebar oleh Kemenag di 33 provinsi di Indonesia untuk menyukseskan program ini. </div><div><br />
</div><div>Kasubdit di Kemenag yang baru dirintis pada tahun 2004 ini, jelas Najib, adalah dalam upaya melanjutkan program yang telah dicanangkan dari awal oleh Presiden ke-3 RI BJ Habibie pada tahun 1999, yang mencetuskan Gerakan Nasional Keluarga Sakinah.</div><div><br />
</div><div>Najib berharap, untuk keberlanjutan program keluarga sakinah ini, maka setidaknya masyarakat harus memahami bahwa ada 3 elemen penting yang mesti dimengerti dan diterapkan dalam upaya membangun keluarga sakinah. Ketiga elemen itu, penerapan pendidikan agama dalam keluarga, dalam masyarakat, dan vitalisasi pendidikan agama pada pendidikan formal.</div><div><br />
</div><div>"Tidak kalah penting juga adalah memberikan pendidikan pranikah. Ini adalah fungsi dari Kantor Urusan Agama (KUA) dan Pelayanan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4)," tandas Najib. [<b>ain/www.hidayatullah.com</b>]</div></div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-74934760109226027732010-10-20T01:30:00.000-07:002010-10-20T02:26:30.957-07:00Agar Kita Selamat<div style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="" class="size-medium wp-image-9404" height="205" src="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/ilustrasi-safety-first-250x205.jpg" title="ilustrasi-safety-first" width="250" /></div><br />
<b>dakwatuna.com – </b>Semua manusia ingin keselamatan. Karenanya di mana-mana dipancang slogan “Safety is our Priority”. Dalam slogan lain kadang berbunyi ” Safety First”. Apapun semua ungkapan itu intinya sama, menyerukan keselamatan. Namun ingat bahwa hakikat keselamatan sebenarnya bukan selamat di dunia. Sebab dunia dirancang bukan untuk menjadi tempat selamanya. Karenanya, sehebat apapun manusia memproteksi dirinya, ujung-ujungnya ia pasti mati. Oleh karena itu setiap kita berbicara tentang keselamatan, sebenarnya itu maksudnya bukan sekadar selamat di dunia, tetapi juga di akhirat. Apa saja yang harus kita lakukan supaya kita selamat di dunia dan akhirat:<br />
<i> </i><br />
<i>Pertama, Utamakan Allah</i><br />
Allah Pencipta manusia dan pencipta segala makhluk di alam semesta. Dialah Pemilik langit dan bumi. Pun Dialah yang mengurus dan menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan manusia untuk bisa hidup di muka bumi. Lebih dari itu Dialah yang memiliki dunia dan akhirat. Semua manusia kelak akan kembali kepadaNya. Maka sungguh bahagia manusia yang selama hidup di dunia mematuhi aturanNya, di mana ia kelak setelah kembali kepadaNya, membawa amal-amal yang disukaiNya. Sebaliknya sungguh celaka manusia yang lalai. Diberi kesempatan hidup sekali malah disia-siakan. Segala kesempatan itu hanya diisi dengan dosa-dosa dan kesia-siaan. Bayangkan bagaimana penderitaan manusia semacam ini, di saat kelak menghadap Allah, dengan dosa-dosa dan perbuatan yang paling Allah benci.<br />
Bayangkan jika Anda sedang menghadap bos Anda dengan membawa laporan kerja yang isinya kegiatan sia-sia atau merusak perusahaan. Padahal Anda telah mendapatkan fasilitas lengkap dari bos Anda. Namun semua fasilitas itu Anda gunakan bukan untuk melakukan tugas-tugas kantor Anda. Melainkan justru digunakan untuk merusak program perusahaan itu sendiri. Apa yang Anda bayangkan tentang ancaman yang akan ditimpakan bos Anda kepada Anda? Lalu bayangkan jika ini terjadi di hadapan Allah yang Mahatahu. Kalau kepada bos Anda, mungkin Anda masih bisa berbohong, tetapi kepada Allah, Anda tidak mungkin bisa berbasa-basi, atau bersembunyi atau berpura-pura.<br />
<i>Kedua, Contoh Rasulullah</i><i> </i><br />
Untuk mentaati Allah butuh contoh. Dan contoh terbaik adalah Rasulullah SAW. Karenanya predikat yang Allah berikan kepada Rasulullah adalah sebagai hamba. Dari kepribadian Rasulullah SAW minimal ada dua hal penting untuk kita tiru: (1) Tiru Cara Ibadahnya kepada Allah. (2) Tiru Akhlaqnya yang mulia. Dalam hal ibadah, Rasulullah SAW Sangat sungguh-sungguh. Maksudnya ibadah ritual. Setiap datang waktu shalat Rasulullah SAW segera ke masjid. Bahkan pernah suatu hari bersabda bahwa beliau akan membakar rumah seseorang yang tidak mau melaksanakan shalat di masjid. Tidak hanya shalat yang wajib, melainkan juga shalat-shalat sunnah. Bila Rasulullah SAW shalat malam, seringkali berdiri terlalu lama karena membaca surah yang panjang sampai bengkak kakinya. Lidahnya tidak pernah kering dari dzikir. Setiap hari selalu mengucapkan istighfar minimal tujuh puluh kali, dalam riwayat lain seratus kali. Tidak hanya shalat puasa juga demikian. Dalam banyak hadits, selalu kita temukan contoh-contoh puasa yang dilakukan Rasulullah SAW. Tidak saja puasa wajib melainkan juga puasa sunnah.<br />
Adapun dalam segi akhlaq, Rasulullah SAW adalah contoh yang paling baik. Allah swt telah memuji akhlaqnya dalam surga Al Qalam:4 Allah berfirman: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Ini pujian bukan ucapan manusia. Seandainya yang mengucapkan manusia, mungkin kita bisa menyangkalnya, sebab boleh jadi pujian itu datang karena kepentingan tertentu atau ada tujuan-tujuan subjektif tersembunyi. Namun pujian itu datang dari Allah yang Maha objektif. Allah maha tahu. Maka tidak ada dalam pujian itu yang ditutup-tutupi. Itu pujian paling mewakili hakikat kepribadian Rasulullah SAW. Dan benar, bahwa Rasulullah SAW berakhlaq mulia. Bagi istrinya beliau adalah suami terbaik. Aisyah RA Menceritakan bahwa Rasulullah SAW tidak menyakiti istrinya, pun tidak pernah memukul benda. Kepada anak dan cucunya Rasulullah SAW adalah contoh ayah yang baik. Seringkali dikisahkan bahwa Rasulullah SAW selalu menyempatkan diri bermain dengan cucunya Hasan-Husein. Kepada sahabat-sahabatnya Rasulullah adalah guru sekaligus sahabat yang baik. Begitu hijrah ke Madinah, beliau segera bangun persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar. Kepada non Muslim Rasulullah SAW melindungi mereka, memberikan hak-hak mereka, tidak ada seorang pun yang dizhalimi, pun tidak satu tempat ibadah pun milik mereka yang dirusak apalagi dihancurkan.<br />
<i>Ketiga, Selamatkan Kemanusiaan </i><br />
Islam diturunkan untuk keselamatan manusia. Tidak ada dalam ajaran Islam satu ayat atau satu hadits pun yang mengajarkan kezhaliman terhadap kemanusiaan. Dalam perang pun tuntunan Islam sangat jelas. Yang boleh dilawan hanya yang menyerang saja. Sementara anak-anak dan kaum wanita serta para rahib yang sedang beribadah tidak boleh disakiti apalagi dibunuh. Segala yang merusak kemanusiaan diharamkan. Khamer diharamkan karena merusak akal. Zina haram karena merusak nasab dan harga diri. Riba diharamkan karena merusak harta, dan di dalamnya ada kezhaliman dan seterusnya.<br />
Ajaran ibadah ritual dalam Islam, semua bertujuan agar jiwa manusia hidup. Bahwa manusia tidak cukup hanya hidup dengan fisiknya saja. Manusia harus hidup fisik dan jiwanya. Karenanya Allah bekalkan iman. Maka sungguh tidak akan selamat manusia yang mati jiwanya. Inilah makna ayat: <i>qad aflaha man zakkahaa wa qad khaaba mandassaahaa</i> (QS 91:9-10). Perhatikan apa yang di alami manusia-manusia kafir. Mereka meronta-ronta jiwanya. Sekalipun segala kesenangan dunia dimudahkan tetapi mereka masih saja merasakan dalam dirinya ada sesuatu yang hilang. Karenanya mereka lari ke tempat-tempat maksiat. Itupun tidak cukup, mereka di saat yang sama harus mabuk, untuk menghindari ketercekaman jiwa. Namun semua itu bukan jawaban. Sebab jawabannya hanya iman yang jujur.<br />
Lebih jauh, ajaran membantu fakir miskin, menyenangkan anak yatim, menjenguk orang sakit, membantu yang lemah, menghormati yang lebih tua, mengabdi kepada kedua orang tua, itu semua sangat tegas dalam Al Qur’an dan As sunnah. Maka seorang muslim tidak cukup hanya baik secara ibadah ritual melainkan lebih dari itu harus juga baik secara sosial. Tetapi maksudnya bukan seperti yang dikatakan sebagian orang: bahwa yang penting baik sosialnya kepada orang lain, sekalipun tidak patuh dalam ibadah ritualnya. Tidak, tidak demikian pengertian dalam hal ini. Islam mengajarkan keseimbangan: keseimbangan antara jasmani dan rohani, keseimbangan antara ritual dan sosial, pun keseimbangan antara dunia dan akhirat. <i>Wallahu a’lam bishsawab</i>.agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-43690303039696475672010-10-20T01:29:00.000-07:002010-10-20T01:29:05.886-07:00Tafsir Surat An-Naas<img alt="" class="size-medium wp-image-9017" height="205" src="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/surat-an-naas-250x205.jpg" title="surat-an-naas" width="250" /><div class="wp-caption alignright" id="attachment_9017" style="width: 260px;"><a href="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/surat-an-naas.jpg" rel="shadowbox[post-9011];player=img;" title="surat-an-naas"><br />
</a><div class="wp-caption-text">Ilustrasi (inet)</div></div><strong>dakwatuna.com – </strong>Surat An-Nas ini Makkiyah menurut pendapat paling benar, terdiri dari 6 ayat. Ini merupakan ayat perlindungan yang kedua.<br />
<div class="arabic">قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ إِلَٰهِ النَّاسِ ﴿٣﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦﴾</div><em>1. Katakanlah, “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.</em><br />
<em>2. Raja manusia.</em><br />
<em>3. Sembahan manusia.</em><br />
<em>4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,</em><br />
<em>5. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,</em><br />
<em>6. Dari (golongan) jin dan manusia.”</em><em> </em><br />
<strong>Mana Mufradat:</strong><br />
<table border="1" cellpadding="4" cellspacing="0" style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 5px;"><tbody>
<tr style="text-align: center;"> <td valign="top" width="487"><strong>Arti</strong></td> <td valign="top" width="180"><strong>Mufradat</strong></td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="487">1. Yang membisikkkan kata-kata jahat di dada manusia.</td> <td valign="top" width="180"><span class="arabic">1. الوسواس</span></td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="487">2. Bentuk hiperbola dari kata <em>Al-Khunus</em> yang berarti kembali atau terlambat. Karena kalau ia diusir ia mundur dan kembali.</td> <td valign="top" width="180"><span class="arabic">2. الخناس</span></td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="487">3. Makhluk tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya selain Penciptanya.</td> <td valign="top" width="180"><span class="arabic">3. من الجِنَّة</span></td> </tr>
</tbody> </table><strong>Syarah:</strong><strong> </strong><br />
Katakan kepada mereka, “Aku berlindung kepada Allah agar menjagaku dari kejahatan makhluk yang berbisik kepadaku. Aku berlindung kepada Tuhan manusia yang mendidik dan mengambil sumpah kepada mereka di kala mereka kecil atau lemah. Allah telah menguasai urusan mereka dan Dialah Pemilik Manusia. Dia Ilah mereka dan mereka budak-Nya. Dia yang layak disembah, ditunduki, dan dituju. Sebab Dialah Allah Taala yang menciptakan manusia, menumbuhkembangkan mereka, serta menguasai urusan mereka. Karena Dialah tempat berlindung dan meminta pertolongan. Bernaung kepada-Nya dari kejahatan bisikan di dalam hati yang biasa menghiasi kejahatan dan menampakkan keburukan dengan bentuk kebaikan. Itulah bisikan yang kebanyakan mengajak kepada larangan, baik dari bangsa jin, makhluk yang tersembunyi, yang mereka itu anak-anak dan tentara iblis atau dari bangsa manusia seperti halnya teman-teman buruk.<br />
Mudah-mudahan kita dipelihara Allah dari kejahatan setan jin dan setan manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Dia juga Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah sendiri telah mengajarkan kita bagaimana berlindung diri dari kejahatan lahir maupun batin.” <em>Wallahu A’lam.</em>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-9984153826428932282010-10-20T01:25:00.000-07:002010-10-20T01:25:48.561-07:00Tafsir Surat Al-Falaq<strong>dakwatuna.com – </strong>Surat An-Falaq ini Makkiyah. Ada yang mengatakan Madaniyyah. Terdiri dari 5 ayat, dan merupakan salah satu dari dua ayat perlindungan.<br />
<div class="arabic">قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴿١﴾ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ﴿٢﴾ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ﴿٣﴾ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ ﴿٤﴾ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ ﴿٥﴾</div><em>1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,</em><br />
<em>2. Dari kejahatan makhluk-Nya,</em><br />
<em>3. Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita,</em><br />
<em>4. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,</em><br />
<em>5. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.”</em><em> </em><br />
<strong>Makna Mufradat:</strong><br />
<table border="1" cellpadding="4" cellspacing="0" style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 5px;"><tbody>
<tr> <td valign="top" width="491">Arti</td> <td valign="top" width="125">Mufradat</td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="491">1. Asalnya terbelahnya sesuatu dan jelasnya sesuatu dari yang lain. Maksudnya pada surat ini adalah semua yang dibelah Allah baik berupa bumi untuk tumbuhan, gunung untuk mata air, gunung untuk hujan, dan rahim untuk jabang bayi.</td> <td valign="top" width="125"><span class="arabic">1. الفلق</span></td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="491">2. Malam yang sangat gelap gulita.</td> <td valign="top" width="125"><span class="arabic">2. غاسق</span></td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="491">3. Masuk ke dalam apa saja dan menutupi apa saja.</td> <td valign="top" width="125"><span class="arabic">3. إذا وقب</span></td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="491"><em>4. Nafatsah</em> maksudnya hembusan yang keluar dari mulut.</td> <td valign="top" width="125"><span class="arabic">4. النفاثات</span></td> </tr>
<tr> <td valign="top" width="491">5. Jamak dari <em>‘uqdah</em>, apakah maksudnya buhul tali atau yang dimaksud ikatan cinta dan hubungan antar manusia.</td> <td valign="top" width="125"><span class="arabic">5. في العقد</span></td> </tr>
</tbody> </table><strong>Syarah:</strong><strong> </strong><br />
<div class="wp-caption alignright" id="attachment_9490" style="width: 260px;"><a href="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/al-falaq.jpg" rel="shadowbox[post-9483];player=img;" title="al-falaq"><img alt="" class="size-medium wp-image-9490 " height="205" src="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/al-falaq-250x205.jpg" title="al-falaq" width="250" /></a><div class="wp-caption-text">Ilustrasi (inet)</div></div>Diriwayatkan bahwa ada orang Yahudi menyihir Nabi saw. Hingga beliau sakit sampai tiga hari. Sakit beliau sangat parah sampai-sampai tidak sadar terhadap apa yang dilakukan. Kemudian Jibril datang dan memberitahu tentang bagian yang terkena sihir. Setelah itu beliau dibacakan surat An-Nas dan Al-Falaq akhirnya kembali sadar seperti semula.<br />
Menurutku riwayat ini tidak benar sebagaimana pendapat para ulama. Ia hanya celoteh orang-orang Yahudi dengan tujuan agar manusia ragu terhadap Nabi saw. Dan menganggap beliau terkena sihir. Padahal Allah berfirman,<br />
<div class="arabic">إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ<br />
﴿٩٥﴾</div><em>“Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).”</em> (QS. Al-Hijr: 95).<br />
Katakan kepada mereka, ya Muhammad, “Aku berlindung kepada Tuhan seluruh Alam yang dapat membelah tanah dan langit, aku berlabuh kepada-Nya dari semua kejahatan yang menimpaku, keluargaku, dakwahku, dan sahabatku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan malam jika telah menjadi gelap gulita dan menutupi seluruh alam. Karena kegelapan malam bisa menjadi tabir bagi setiap orang yang melampaui batas dan pendosa. Aku juga berlindung kepada-Mu dari para wanita peniup buhul tali yang mereka ikat.” Sebagaimana yang dijelaskan tadi. Namun maksud yang sebenarnya adalah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan para pengadu domba yang memutuskan hubungan cinta kasih. Dengan demikian <em>ta’ </em>pada kata,<br />
<div class="arabic">النفاثة</div>bermakna hiperbol dan tidak menujukkan <em>ta’nits</em> (feminim). Yakni orang yang berusaha mengadu domba, mengerahkan segenap upayanya untuk menyakiti orang yang dipuji. Tidak ada jalan untuk mendapatkan keridhaan orang semacam ini. Maka tidak ada cara lain menghadapi orang tersebut selain menghadap kepada Allah agar berkenan memelihara kita dari kejahatannya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-26673495422637531742010-10-12T00:02:00.000-07:002010-10-12T00:04:31.673-07:00Delapan Kunci “Menjaga” Anak<div class="article-content">Selain delapan “kunci”, hendaknya para orangtua tampil menjadi teladan bagi buah hatinya<br />
<br />
<img align="right" height="300" mce_src="/images/stories/menjaga-anak.jpg" src="http://www.hidayatullah.com/images/stories/menjaga-anak.jpg" width="200" /><i><b>Hidayatullah.com--</b></i>Anak merupakan amanah dari Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala.</i> Karena amanah, maka kelak Dia akan meminta pertanggungjawaban kepada kita atas amanah tersebut.<br />
<br />
Jika anak-anak tumbuh menjadi shalih dan shalihah, tentu akan membawa keuntungan dunia dan akhirat bagi orangtuanya. Sebaliknya, jika orangtua lalai dalam mengajar dan mendidik, keberadaannya akan membawa bencana dunia dan akhirat.<br />
<br />
Bukan satu dua kali kita dikejutkan dengan pemberitaan akibat ulah anak-anak kita. Seorang siswa yang sopan, tiba-tiba bisa bunuh diri. Seorang mahasiswa yang ketika di rumah kalem, tiba-tiba bisa menjadi perampok bahkan memperkosa atau membunuh teman dekatnya. Yang tak kalah mengejutkan, berita terbaru dari Jawa Timur, seorang gadis belia, sudah mampu menjadi bos mucikari dan agen pelacuran. Sungguh mengagetkan.<br />
<br />
Ada apa yang salah dengan kita, para orangtua? Bukankah kita semua ini, adalah para sarjana dan orang-orang terdidik?<br />
<b><br />
Akidah yang Benar</b><br />
<br />
Sesungguhnya, agama kita (Islam) telah menetapkan banyak hal, termasuk masalah pendidikan pada anak. Ini hal yang sangat penting. Jika anak-anak memiliki akidah yang benar, maka itu lahan subur bagi tumbuhnya kebaikan-kebaikan. Tidak ada kebaikan pada diri anak yang akidahnya melenceng.<br />
<br />
Rasulullah <i>Shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>bersabda,<i> “Wahai anak, aku akan ajarkan padamu beberapa kalimat: Jagalah Allah pasti engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah bahwa jika seluruh umat berkumpul untuk menolongmu, mereka tidak bisa menolongmu dengan sesuatu kecuali atas hal yang telah Allah takdirkan. Ketahuilah bahwa jika seluruh umat berkumpul untuk mencelakaimu, mereka tidak bisa mencelakaimu dengan sesuatu kecuali atas yang telah Allah takdirkan, pena-pena telah diangkat dan catatan-catatan telah kering.”</i> (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)<br />
<b><br />
Memohon Pahala</b><br />
<br />
Rasulullah bersabda, <i>“Jika seseorang menafkahkan hartanya kepada keluarganya dengan mengharap pahala, maka baginya adalah pahala sedekah.”</i> (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Mas’ud)<br />
<br />
<b>Diingatkan Shalat</b><br />
<br />
Shalat merupakan kewajiban paling utama seorang hamba terhadap Allah. Rasulullah menegaskan, <i>“Perintahkan anakmu untuk shalat saat usia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) saat usia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”</i> (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lain-lain)<br />
<br />
<b>Menuntun Berakhlak Baik dan Memperbaiki Kesalahan</b><br />
<br />
Umar bin Abu Salamah<i> Radhiyallahu ‘anhu </i>saat masih kecil dalam asuhan Rasulullah, tangannya ke sana ke mari di atas makanan. Dia bersabda,<i> “Wahai anak, bacalah ‘Bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang dekat darimu.”</i> (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abu Salamah)<br />
<br />
<b>Memisahkan Tempat Tidur</b><br />
<br />
Memasuki usia sepuluh tahun, pisahkanlah tempat tidurnya. Anak-anak pada usia ini sudah terhitung dewasa dan mendekati masa baligh (puber), gairahnya mulai muncul. Maka memisahkan tidur mereka akan mencegah petaka yang tidak diinginkan. Rasulullah bersabda, <i>“…pisahkanlah tempat tidur mereka.” </i>(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim, Baihaqi, dan lain-lain)<br />
<br />
<b>Berlaku Adil</b><br />
<br />
Tidak bijak bila membeda-bedakan anak dalam berinteraksi dan menafkahi. Perlakuan pilih kasih kerap membawa permusuhan di antara saudara. Hal itu merupakan bentuk kezhaliman terhadap anak.<br />
<br />
Rasulullah bersabda,<i> ”Aku tidak akan bersaksi atas suatu kejahatan, takutlah kamu kepada Allah dan berbuat adillah kepada anak-anakmu.” </i>(Riwayat Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir)<br />
<br />
<b>Lemah Lembut, Bermain, dan Mencium</b><br />
<br />
Rasulullah tidak segan mengajak anak-anak untuk bermain, berlaku lemah lembut, serta mendekati dan mencium mereka. Simaklah bagaimana cara Rasulullah memanggil mereka, “Wahai anakku.”<br />
<br />
<b>Tegas Saat Diperlukan</b><br />
<br />
Anak yang tidak pernah mendapat hukuman (saat diperlukan) akan mempunyai tabiat yang kurang bagus. Hendaklah orangtua bisa menunjukkan kepada anak-anak dan keluarganya bahwa dia adalah orang yang tegas dan keras saat kondisi mengharuskan itu.<br />
<br />
Rasulullah pernah bersabda, <i>“…pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) saat usia sepuluh tahun.”</i> (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi).<br />
<br />
Juga,<i> “Gantunglah cambuk di tempat yang bisa dilihat oleh anggota keluargamu, karena hal itu akan menjadi sebuah pelajaran.”</i> (Riwayat Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad)<br />
<br />
Selain yang terurai di atas, hendaknya para orangtua tampil menjadi teladan bagi buah hatinya, lalu mengajari ilmu yang membawa kemanfaatan dunia dan akhirat, serta tidak mendoakan yang buruk kepada mereka (anak-anak). [<b>Ali Athwa</b>, <i>berbagai sumber</i>/<b>hidayatullah.com</b>]</div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-29040901582769666522010-09-24T18:51:00.000-07:002010-09-24T18:51:45.174-07:00Mengenalkan Allah Kepada AnakKenalkan<i> Laa Ilaha Illallah</i> pada anak kita sejak bayi, agar membekas pada otaknya dan menghidupkan cahaya hatinya<br />
<br />
<b><br />
</b><img align="right" height="200" mce_src="/images/stories/anak-ortu.jpg" src="http://hidayatullah.com/images/stories/anak-ortu.jpg" width="300" /><b>KALAU</b> anak-anak itu kelak tak menjadikan Tuhannya sebagai tempat meminta dan memohon pertolongan, barangkali kitalah penyebab utamanya. Kitalah yang menjadikan hati anak-anak itu tak dekat dengan Tuhannya. Bukan karena kita tak pernah mengenalkan –meskipun barangkali ada yang demikian—tetapi karena keliru dalam memperkenalkan Tuhan kepada anak. Kerapkali, anak-anak lebih sering mendengar asma Allah dalam suasana menakutkan.<br />
<br />
Mereka mengenal Allah dengan sifat-sifat jalaliyah-Nya, sementara sifat jamaliyah-Nya hampir-hampir tak mereka ketahui kecuali namanya saja. Mereka mendengar asma Allah ketika orangtua hendak menghukumnya. Sedangkan saat gembira, yang mereka ketahui adalah boneka barbie. Maka tak salah kalau kemudian mereka menyebut nama Allah hanya di saat terjadi musibah yang mengguncang atau saat kematian datang menghampiri orang-orang tersayang.<br />
<i><br />
Astaghfirullahal ‘adziim…</i><br />
<br />
Anak-anak kita sering mendengar nama Allah ketika mereka sedang melakukan kesalahan, atau saat kita membelalakkan mata untuk mengeluarkan ancaman. Ketika mereka berbuat "keliru" –meski terkadang kekeliruan itu sebenarnya ada pada kita—asma Allah terdengar keras di telinga mereka oleh teriakan kita, "Ayo…. Nggak boleh! Dosa!!! Allah nggak suka sama orang yang sering berbuat dosa."<br />
<br />
Atau, saat mereka tak sanggup menghabiskan nasi yang memang terlalu banyak untuk ukuran mereka, kita berteriak, "E… nggak boleh begitu. Harus dihabiskan. Kalau nggak dihabiskan, namanya muba…? Muba…? Mubazir!!! Mubazir itu temannya setan. Nanti Allah murka, lho."<br />
<br />
Setiap saat nama Allah yang mereka dengar lebih banyak dalam suasana negatif; suasana yang membuat manusia justru cenderung ingin lari. Padahal kita diperintahkan untuk mendakwahkan agama ini, termasuk kepada anak kita, dengan cara "mudahkanlah dan jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan membuat mereka lari". Anak tidak merasa dekat dengan Tuhannya jika kesan yang ia rasakan tidak menggembirakan. Sama seperti penggunaan kendaraan bermotor yang cenderung menghindari polisi, bahkan di saat membutuhkan pertolongan. Mereka "menjauh" karena telanjur memiliki kesan negatif yang tidak menyenangkan. Jika ada pemicu yang cukup, kesan negatif itu dapat menjadi benih-benih penentangan kepada agama; Allah dan rasul-Nya. Na’udzubillahi min dzalik.<br />
<br />
Rasanya, telah cukup pelajaran yang terbentang di hadapan mata kita. Anak-anak yang dulu paling keras mengumandangkan adzan, sekarang sudah ada yang menjadi penentang perintah Tuhan. Anak-anak yang dulu segera berlari menuju tempat wudhu begitu mendengar suara batuk bapaknya di saat maghrib, sekarang di antara mereka ada yang berlari meninggalkan agama. Mereka mengganti keyakinannya pada agama dengan kepercayaan yang kuat pada pemikiran manusia, karena mereka tak sanggup merasakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Sebab, semenjak kecil mereka tak biasa menangkap dan merasakan kasih-sayang Allah.<br />
<br />
Agaknya, ada yang salah pada cara kita memperkenalkan Allah kepada anak. Setiap memulai pekerjaan, apa pun bentuknya, kita ajari mereka mengucap basmalah. Kita ajari mereka menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tetapi kedua sifat yang harus selalu disebut saat mengawali pekerjaan itu, hampir-hampir tak pernah kita kenalkan kepada mereka (atau jangan-jangan kita sendiri tak mengenalnya?). Sehingga bertentangan apa yang mereka rasakan dengan apa yang mereka ucapkan tentang Tuhannya.<br />
<br />
Bercermin pada perintah Nabi saw. dan urutan turunnya ayat-ayat suci yang awal, ada beberapa hal yang patut kita catat dengan cermat. Seraya memohon hidayah kepada Allah atas diri kita dan anak-anak kita, mari kita periksa catatan berikut ini:<br />
<br />
<b>Awali Bayimu dengan Laa Ilaaha IllaLlah</b><br />
<br />
Rasulullah saw. pernah mengingatkan, <i>"Awalilah bayi-bayimu dengan kalimat laa ilaaha illaLlah."</i><br />
<br />
Kalimat suci inilah yang perlu kita kenalkan di awal kehidupan bayi-bayi kita, sehingga membekas pada otaknya dan menghidupkan cahaya hatinya. Apa yang didengar bayi di saat-saat awal kehidupannya akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya, khususnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang mengesankan. Suara ibu yang terdengar berbeda dari suara-suara lain, jelas pengucapannya, terasa seperti mengajarkan (teaching style) atau mengajak berbincang akrab (<i>conversational quality</i>), memberi pengaruh yang lebih besar bagi perkembangan bayi. Selain menguatkan pesan pada diri anak, cara ibu berbicara seperti itu juga secara nyata meningkatkan IQ balita, khususnya usia 0-2 tahun. Begitu pelajaran yang bisa saya petik dari hasil penelitian Bradley & Caldwell berjudul<i> 174 Children: A Study of the Relationship between Home Environment and Cognitive Development during the First 5 Years.</i><br />
<br />
Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang kita ucapkan, Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu ‘Abbas yang ketika itu masih kecil, Rasulullah saw. berpesan:<br />
<br />
<i>"Wahai anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini sebagai nasehat buatmu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan berada di hadapanmu. Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah. Ketahuilah bahwa apabila seluruh ummat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu.Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering." </i>(HR. At-Tirmidzi).<br />
<br />
Dalam riwayat lain disebutkan,<i> "Jagalah hak-hak Allah, niscaya engkau akan mendapatkan Dia ada di hadapanmu. Kenalilah Allah ketika engkau berada dalam kelapangan, niscaya Allah pun akan mengingatmu ketika engkau berada dalam kesempitan. Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang salah dalam dirimu tidak mesti engkau langsung mendapatkan hukuman-Nya. Dan juga apa-apa yang menimpa dirimu dalam bentuk musibah atau hukuman tidak berarti disebabkan oleh kesalahanmu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu akan datang ketika engkau berada dalam kesabaran, dan bersama kesempitan akan ada kelapangan. Juga bersama kesulitan akan ada kemudahan."</i><br />
<br />
Apa yang bisa kita petik dari hadis ini? Tak ada penolong kecuali Allah Yang Maha Kuasa; Allah yang senantiasa membalas setiap kebaikan. Tak ada tempat meminta kecuali Allah. Tak ada tempat bergantung kecuali Allah. Dan itu semua menunjukkan kepada anak bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah.<br />
<i><br />
Wallahu a’lam bishawab.</i><br />
<br />
<b>Iqra’ Bismirabbikal ladzii Khalaq</b><br />
<br />
Sifat Allah yang pertama kali dikenalkan oleh-Nya kepada kita adalah al-Khaliq dan al-Karim, sebagaimana firman-Nya, <i>"Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." </i>(QS. Al-‘Alaq: 1-5).<br />
<br />
Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita berikan kepada anak saat mereka mulai bisa kita ajak berbicara. Pertama, memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama kali dikenalkan, yakni al-Khaliq (Maha Pencipta). Kita tunjukkan kepada anak-anak kita bahwa kemana pun kita menghadap wajah kita, di situ kita menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan kesadaran dan kepekaan pada mereka, bahwa segala sesuatu yang ada di sekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan demikian, akan muncul kekaguman anak kepada Allah. Ia merasa kagum, sehingga tergerak untuk tunduk kepada-Nya.<br />
<br />
Kedua, kita ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada anggota badannya. Dari sini kita ajak mereka menyadari bahwa Allah Yang Menciptakan semua itu. Pelahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya, pada anak yang menjelang usia dua tahun, "Mana matanya? Wow, matanya dua, ya? Berbinar-binar. Alhamdulillah, Allah ciptakan mata yang bagus untuk Owi. Matanya buat apa, Nak?"<br />
<br />
Secara bertahap, kita ajarkan kepada anak proses penciptaan manusia. Tugas mengajarkan ini, kelak ketika anak sudah memasuki bangku sekolah, dapat dijalankan oleh orangtua bersama guru di sekolah. Selain merangsang kecerdasan mereka, tujuan paling pokok adalah menumbuhkan kesadaran –bukan hanya pengetahuan—bahwa ia ciptaan Allah dan karena itu harus menggunakan hidupnya untuk Allah.<br />
<br />
Ketiga, memberi sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali diperkenalkan oleh Allah kepada kita, yakni al-Karim. Di dalam sifat ini berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Kita asah kepekaan anak untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan kepada Allah. Sesungguhnya manusia cenderung mencintai mereka yang mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada dirinya dan memuliakan mereka yang mulia.<br />
<i><br />
Wallahu a’lam bishawab</i>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-58252003047255581572010-09-20T23:22:00.000-07:002010-09-20T23:22:35.306-07:00Rahasia Di Balik Keberkahan Ramadhan<div class="margin-10-10" id="tanggal"><a class="text-link" href="http://www.addthis.com/bookmark.php?url=http://www.eramuslim.com/khutbah-jumat/rahasia-di-balik-keberkahan-ramadhan.htm"></a></div><div class="body-content" id="detail"> <em>oleh</em> <b>Ustadz Fathuddin Ja'far, MA</b><br />
<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">إن الحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد, فيا عباد الله اوصيكم ونفسي الخاطئة المذنبة بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. وقال الله تعالى في محكم التنزيل بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم :</div><div class="ArabCenter" style="text-align: right;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (ال عمران : 102)</div><br />
Kaum muslimin rahimakumullah..<br />
Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan...<br />
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an :<br />
<div style="text-align: right;"> أعوذ بالله من الشيطان الرجيم</div><div class="ArabCenter" style="text-align: right;">إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا</div><br />
<em>Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad Saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad) Saw.</em> [QS. Al-Ahzab (33) : 56]<br />
<br />
Kaum Muslimin rahimakumullah..<br />
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Rasul Saw. bersabda :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">أَتَاكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ</div><em>Telah datang kepadamu Ramadhan. Bulan yang dipenuhi berkah. Allah Azza Wajalla mewajibkan kamu berpuasa padanya. Pintu-pintu langit dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, dan selama Ramadhan itu para setan dibelenggu. Allah memiliki satu malam dalam bulan Ramadhan yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan. Siapa yang dihalangi kebaikannya, sungguh ia tidak akan mendapatkan apa-apa.</em><br />
Kalau kita cermati berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadits Rasul Saw. paling tidak kita akan mendapatkan tidak kurang dari 15 keberkahan dan kebaikan selama bulan Ramadhan :<br />
<ol><li>Diturunkannya Al-Qur’an Al-Karim.</li>
<li>Diwajibkannya berpuasa.</li>
<li>Di dalamnya ada satu malam nilainya lebih baik dari 1000 bulan (83.3 thn).</li>
<li>Dibuka semua pintu syurga, ditutup semua pintu neraka dan dibelenggunya seta.</li>
<li>Diampunkannya dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.</li>
<li>Allah langsung menjamin balasan orang yang berpuasa.</li>
<li>Shaum adalah metode terbaik untuk manajemen diri dan syahwat.</li>
<li>Pendidikan latihan implementasi akhlak mulia seperti sabar, tsiqah Billah, tangggung jawab sosial dan sebagainya.</li>
<li>Bau mulut orang yang shaum akan mengeluarkan wangi yang dahsyat di hari kiamat nanti melebihi wanginya kasturi.</li>
<li>Kebahagiaan dunia dan akhirat.</li>
<li>Ada pintu syurga khusus untuk orang yang melakukan shaum bernama “Rayyan”.</li>
<li>Shaum akan menjadi syafaat di akhirat bagi yang melakukannya.</li>
<li>Sahurnya orang berpuasa diberkahi Allah.</li>
<li>Selalu mendapatkan waktu sahur di mana waktu sahur itu adalah momen terbaik untuk istighfar pada Allah.</li>
<li>Shaum adalah menyehatkan fisik dan jiwa.</li>
</ol>Kalau kita jumlahkan semua keberkahan dan kebaikan Ramadhan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya itu, maka kita akan mendapat nilai totalnya = kebaikan dunia dan akhirat. Betapa tidak? Kalau saja shaum yang kita lakukan selama sebulan setiap tahun itu bisa menjadi pelatihan manajemen diri dan syahwat kita, pastilah kita akan mendapatkan kebaikan yang banyak di dunia dan terhindar dari banyak masalah. Kalau saja kita mendapat kesempatan menghidupkan satu malam dengan berbagai ibadah (khususnya Qiyamullail, membaca Al-Qur’an dan mentadabburkan ayat-ayatnya) yang kebaikannya lebih baik dari 1000 bulan (83.3 tahun), maka satu malam itu bernilai lebih dari keseluruhan umur kita. Apalagi jika kita dapatkan 10 kali dalam hidup ini maka hasilnya : 10 X 83.3 = 833 tahun. Jika 20 kali, maka hasilnya : 1.666 tahun. Jika kita dapatkan 30 kali dam hidup ini maka hasilnya 2.499 tahun. Dan begitulah seterusnya.<br />
Kalau saja kita mati dalam keadaan dosa yang diampunkan sebagai imbalan ibadah shiyam dan qiyam Ramadhan yang kita lakukan, berarti syurga adalah tempat kita kembali. Kalau saja kita berhasil mencapai kegembiraan saat berbuka di dunia dan saat bertemu dan melihat Allah nanti di akhirat sebagai imbalan ibadah shaum Ramadhan yang kita lakukan, itu adalah tanda yang mengisyaratkan isnya Allah kita masuk syurga, karena yang bisa bertemu dan melihat Allah itu hanya penghuni syurga. Dan begitulah seterusnya... Sekali lagi, jika kita berhasil meraih keberkahan Ramadhan dan kebaikannya, nilainya sama dengan kebaikan dunia dan akhirat.<br />
Pertanyaan mendasar muncul kemudian adalah bagaimana caranya agar kita meraih keberkahan dan kebaikan yang berlimpah di bulan Ramadhan itu? Apa mungkin semuanya itu kita raih dengan cara yang sudah mentradisi seperti yang kita lihat sekarang ini? Fakta hari ini menunjukkan seakan Ramadhan identik dengan berlomba-lomba makan, minum, belanja ke pasar/mall dan pulang kampung? Fenomena tersebut bertolak belakang dengan harapan kita meraih keberkahan Ramadhan dan kebaikannya. Sebab itu, memahami rahasia di balik melimpahnya keberkahan Ramadhan insya akan mendorong kita untuk mengevaluasi amaliah Ramadhan yang kita jalankan. Kalah ternyata tidak sesuai dengan tuntunan Nabi kita Muhamamd Saw. maka kita segera bertindak untuk menyesuaikannya agar keberkahan Ramadhan yang bernilai semua kebaikan di dunia dan akhirat itu bisa kita raih.<br />
<br />
Kaum Muslimin rahimakumullah..<br />
Begitu dahsyatnya keberkahan Ramadhan yang dijanjikan Allah dan Rasulullah pada kita. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pasti akan bertanya dan mencari selalu rahasia di balik keberkahan ramadhan itu agar kita dimudahkan Allah untuk meraihnya.<br />
Sesungguhnya keberkahan Ramadhan itu disebabkan keberkahan Al-Qur’an. Karena yang penuh berkah itu adalah Al-Qur’an itu sendiri. Maka malam diturunkan padanya Al-Qur’an itu ikut menjadi berkah. Dalam Al-Qur’an disebutkan malam itu adalah “lailatin mubarokah” (malam yang diberkahi), sebagaimana yang Allah jelaskan dalan surah Ad-Dukhan ayat 3 :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3)</div><em>Sesungguhnya Kami turunkan ia (Al-Qur’an) pada satu malam yang penuh berkah. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi peringatan.</em> [QS. Ad-Dukhan (44) : 3]<br />
<br />
Bahkan malam diturunkannya Al-Qur’an itu menjadi bernilai lebih dari 1000 bulan (83.3 thn), seperti yang dijelaskan Allah dalam surah Al-Qadr (97) ayat 1-3:<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)</div><em>Sesungguhnya Kami turunkan ia (Al-Qur’an) itu pada malam Qadar (1) Dan tahukan kamu apa malam Qadar itu? (2) Malam Qadar itu lebih baik (nilainya) dari seribu bulan (3)</em> [QS. Al-Qadr (97) : 1-3]<br />
Demikian pula bulan Ramadhan menjadi bulan yang diberkahi disebabkan pertama kali Al-Qur’an turun adalah di bulan itu, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah (2) : 185 (شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ) dan hadits di atas. Bahkan dari 12 bulan yang Allah tetapkan dalam setahun [QS. At-Taubah (9) : 36] hanya bulan Ramadhan yang disebutkan namanya dalam Al-Qur’an sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 185 di atas. Fakta ini mengisyaratkan bahwa bulan Ramadhan menjadi berkah disebabkan keberkahan Al-Qur’an. Al-Qur’an itu penuh keberkahan karena diturunkan Allah Pemilik keberkahan / Shahibul Barokaat. Allah berfirman :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا (1) الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا (2)</div><br />
<em>Maha Berkah Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (1) yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (2)</em> [QS. Al-Furqan (25) : 1–2]<br />
Hal senada juga Allah jelaskan dalam surah Al-A’raf/7 ayat 54, surah Al-Furqan/25 ayat 10 dan 61, surah Ar-Rahman/55 ayat 78 dan Al-Mulk/67 ayat 1.<br />
Kalaulah Al-Qur’an itu tidak diturunkan pertama kali di salah satu malam dari bulan Ramadhan, maka malam tersebut dan bahkan bulan Ramadhan tidak akan mengandung keberkahan dan kebaikan seperti yang dijelaskan dalam banyak hadist dan ayat Al-Qur’an. Sebab itu, rahasia utama di balik keberkahan Ramadhan itu adalah Al-Qur’an. Sebagai Muslim, kita wajib mengimani, mengambil, mempelajari dan mengikuti penyebab keberkahan itu sendiri, yakni Al-Qur’an Al-Mubarok. Karena Al-Qur’an adalah kitab yang penuh berkah seperti yang dijelaskan dalam surat Al-An’am/6 ayat 92 :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ</div><em>Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan yang diberkahi, maka ikutilah ia dan bertakwalah (kepada Allah), dijamin kamu mendapat rahmat-Nya</em> (QS. Al-An’am (6) : 155]<br />
Demikian juga Allah jelaskan pada beberapa ayat lain seperti dalam surah Al-An’am/6 ayat 155, Al-Anbiya’/21 ayat 50 dan Shad/38 : 29.<br />
<br />
Kaum Muslimin Rahimakumullah...<br />
Untuk membuktikan betapa berkahnya Al-Qur’an itu, mari kita lihat sejenak sejarah bangsa Arab, khususnya yang tinggal di kota Makkah dan Madinah. Saat Al-Qur’an diturunkan, bangsa Arab adalah bangsa yang terpecah belah karena bangga dengan suku, keturunan dan status sosial yang diciptakan tradisi nenek moyang mereka. Kehidupan mereka sangat primitif, barbar dan brutal. Sejarah mencatat, sebelum mereka mendapatkan keberkahan Al-Qur’an mereka terkenal dengan sebutan masyarakat jahiliyah.<br />
Pengertian masyarakat jahiliyah ialah masyarakat yang belum mengenal dan belum dapat membedakan antara <em>al-haq</em> dan <em>al-bathil</em>, antara iman dan kufur, antara tauhid dan syirik, antara kebaikan dan keburukan, antara manfaat dan mudharat, antara dosa dan pahala, antara dunia dan akhirat, antara syurga dan neraka dan bahkan antara Tuhan Pencipta dan hamba yang dicipta. Sebab itu, mereka dengan mudah terjebak melakukan berbagai kejahatan, sejak dari kejahatan ekonomi, moral, kemanusiaan, sampai kejahatan hukum dan ketuhanan. Pantaslah Umar Ibnul Khattab menggambarkan masyarakat jahiliyah itu adalah masyarakat yang paling hina (adzallah qaum) di muka bumi.<br />
Bandingkan dengan setelah mereka meyakini, menerima, membaca, memahami, mengikuti (mengamalkan) dan memperjuangkan Al-Qur’an sebagai <em>the way of life</em> / <em>manhajul hayah</em>, apa yang terjadi dalam diri, keluarga dan masyarakat mereka? Terjadi perubahan mendasar dan drastis sehingga mereka mampu meninggalkan semua nilai-nilai keburukan dan hijrah kepada semua nilai kebaikan menurut Allah dan Rasul-Nya. Berbagai pujian dan stempel kebesaran dan kemuliaan untuk mereka pun datang dari langit atau wahyu. Di antaranya, mereka adalah sebaik-baik ummat yang pernah ditampilkan Allah di atas muka bumi ini [QS. Ali-Imran (3) : 110] dan Allah telah meridhai hidup mereka di dunia dan akhirat, seperti yang dijelaskan Allah :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ</div><em>Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.</em> [QS. At-Taubah (9) : 100]<br />
<br />
Kenapa Allah memuji dan mengakui mereka sebagai umat terbaik yang pernah ditampilkan ke atas bumi ini? Dan kenapa pula mereka masih hidup di dunia sudah Allah jamin mereka sukses di akhirat, yakni masuk syurga? Jawabanya ialah, dengan keberkahan Al-Qur’an mereka mengalami <em>life quadrant</em> dari jahiliyah kepada Islam. Atau dengan kata lain, mereka mampu hijrah dari karakter jahiliyah kepada karakter Islam yang di antara cirinya seperti yang Allah jelaskan dalam surat Al-Fath (48) ayat 29 :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا</div><em>“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”</em> [QS. Al-fath (48) : 29]<br />
<br />
Ayat di atas menjelaskan tiga sifat yang paling menonjol dalam diri para sahabat Rasulullah setelah mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an. Ketiga sifat tersebut menjadi karakter hidup mereka. Pertama, iman mereka kepada Allah melahirkan sikap yang tegas dan jelas dan tidak ada sama sekali mujamalah (basa basi), apalagi toleransi dalam hal-hal yang prinsip dan keimanan seperti walak dan barok (sikap tegas terhadap orang-orang kafir dan kasih sayang terhadap sesama Mukmin). Kedua, tunduk dan patuh total terhadap kandungan Al-Qur’an dan ajaran Rasul Saw, tanpa harus taklid buta dan tidak kritis pada hal-hal yang perlu dikritisi, selama bukan merupakan keputusan dan ketentuan wahyu. Ketiga, sikap hidup yang lurus, ketundukan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya, hanya bertujuan mencari ridha Allah semata, bukan kepentingan dan kesenangan dunia, apapun bentuknya.<br />
Tiga sifat tersebut menyebabkan sahabat Rasulullah memiliki profil sangat luar biasa yang disebut Allah dengan <em>“khairu ummah”</em>. Dengan keberkahan Al-Qur’an yang Allah turunkan, semua kebaikan dan keberkahan di dunia dan akhirat dapat mereka raih. Mereka menjadi mulia, sebelumnya hina dina. Mereka mampu berjalan di atas jalan Islam yang lurus di mana sebelumnya tersesat di atas padang pasir jahiliyah dan tradisi peninggalan nenek moyang yang menipu. Tuhan mereka beralih kepada Tuhan yang Hak, yakni Allah yang menciptakan mereka dan alam semesta di mana sebelumnya adalah patung-patung dan sistem hidup yang mereka ciptakan sendiri. Sistem hidup mereka yang diambil dari tradisi dan pemikiran nenek moyang yang tidak bermutu dan bahkan menyesatkan berpindah kepada sistem Al-Qur’an yang terjamin kebenaran isinya dan efektivitasnya bagi kehidupan serta jaminan kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Kebanggaan palsu berupa harta, keturunan, tempat lahir dan kedudukan berubah total kepada kebanggaan Iman, taqwa dan amal shaleh. Orientasi hidup yang hanya terfokus kepada kenikmatan dunia yang menipu, berubah total kepada kenikmatan akhirat yang pasti seperti yang dijanjikan Al-Qur’an.<br />
Itulah sebuah masyarakat yang di dunia menjadi masyarakat terbaik dan di akhirat mendapatkan ridha, rahmat, ampunan dan syurga Allah. Semuanya tak lain disebabkan interaksi mereka dengan Al-Qur’an Al-Mubarok secara baik dan maksimal. Mereka imani semua isi dan kandungan Al-Qur’an, tanpa ragu sedikitpun. Mereka baca Al-Qur’an setiap hari sehingga Al-Qur’an menjadi bacaaan utama bagi mereka. Mereka amalkan semua perintah Al-Qir’an tanpa melihat apakah perintah itu berat atau ringan. Mereka tinggalkan larangan Al-Qur’an tanpa melihat apakah larangan itu sesuai atau tidak dengan keinginan dan syahwat mereka. Mereka cermati dan pelajari sejarah manusia yang tertuang dalam Al-Qur’an, baik yang terkait dengan sebab-sebab kebangkrutan tokoh, pemimpin atau suatu bangsa terdahulu seperti Namrud, Fir’aun, Qarun, Samiri, kaum Ad, Tsamud, Iram dan sebagainya, maupun yang terkait dengan kebangkitan dan kemajuan mereka seperti Ashabul Kahfi, Ashabul Ukhdud, Dzul Qarnain, Sulaiman, Yusuf dan sejarah hidup dan perjuangan para Nabi dan Rasul lainnya yang diceritakan Al-Qur’an. Semua isi dan kandungan Al-Qur’an benar-benar mampu mereka jadikan <em>“hidayah”</em> atau <em>the way of life</em> dan nur (cahaya) dalam menjalankan kehidupan di dunia ini.<br />
Di samping mengamalkan Al-Qur’an, mereka juga memperjuangkan Al-Qur’an agar menjadi <em>manhajul hayah</em> (konsep hidup) bagi masyarakat dan umat lain. Mereka bawa cahaya Al-Qur’an ke seluruh penjuru dunia agar umat manusia mendapatkan penerangan hidup yang benar. Disebabkan jerih payah dan perjuangan merekalah Al-Qur’an ini tersebar ke seluruh dunia, baik secara harfiyah maupun secara maknawiyah dan implementasinya. Sebab itu, kita akan melihat kualitas keislaman negeri yang dimasuki sahabat akan sangat berbeda pengaruh dan kualitas Islamnya dibanding dengan negeri Islam yang Islamnya masuk melalui selain sahabat. Bahkan tak sedikit di antara para sahabat Rasul Saw. yang menghafal Al-Qur’an semuanya. Sungguh para sahabat itu adalah terjemahan hidup Al-Qur’an dan pada waktu yang sama mereka adalah Al-Qur’an yang berjalan. Wajar jika Rasul Saw. memerintahkan kita untuk mengikuti pola hidup dan manhaj mereka, khususnya Khulafaurrasyidin.<br />
Para sahabat Rasulullah merasakan langsung perbedaan hidup sebelum dan sesudah bersama Al-Qur’an, persis seperti janji Allah :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">إِنَّ هَذَا الْقُرْآَنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا(9) وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (10)</div><em>“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,(9) dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih” (10).</em> [QS. Al-Isra’ (17) : 9–10].<br />
Sungguh Al-Qur’an adalah mukjizat dan bila ia turun ke dalam hati manusia maka manusia akan mengalami mukjizat kehidupan, yakni dari musyrik menjadi bertauhid, dari kafir menjadi beriman, dari hina menjadi mulia, dari lemah menjadi kuat, dari pesimis menjadi optimis, dari tertindas menjadi merdeka, dari penakut menjadi berani, dari pelit dan egois menjadi pemurah, dari sombong menjadi rendah hati, dari pemalas menjadi bersungguh-sungguh, dari kesempitan dunia menjadi kelapangan dunia dan kelapangan akhirat, dari zalim menjadi adil, dari hati yang keras, kotor dan dipenuhi gelora syahwat hewaniyah dan syaithoniyah menjadi lunak, bersih dan dipenuhi kekhusyu’an kepada Allah, dari berorientasi dunia menjadi berorientasi akhirat dan seterusnya.<br />
Saking dahsyatnya mukjizat Al-Qur’an itu, sekirana ia diturunkan ke atas gunung, maka gunung itu akan tunduk dan hancur karena takut pada Allah sebagai pemiliknya, seperti yang Allah jelaskan :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">لوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ</div><em>Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk dalam keadaan terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.</em> [QS. Al-Hasyr (59) : 21]<br />
Sebab itu, Al-Qur’an adalah mukjizat masa lalu, sekarang dan masa datang dan bahkan sampai akhirat. Hanya Al-Qur’an yang mampu memberkahi hidup dan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, celaka dan tersesatlah manusia yang tidak mau menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup dan sumber hukumnya di dunia ini. Al-Qur’an menjelaskan :<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125) قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آَيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (126) وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآَيَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى (127)</div><em>Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (124). Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"(125) Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan."(126) Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.(127)</em> [QS. Thaha (20) : 124–127]<br />
<br />
Kaum Muslimin rahimakumullah...<br />
Demikianlah khutbah ini, semoga Allah mudahkan kita di bulan Ramadhan tahun 1431 hijrah ini untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an dan memasukkan kita ke dalam golongan hamba-Nya yang mendapatkan keberkahan Al-Qur’an agar kita menjadi orang-orang yang sukses di dunia dan akhirat kelak, yakni dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam Syurga. Semoga Allah berkenan menghimpunkan kita di syurga Firdaus yang paling tinggi bersama Rasul Saw, para shiddiqin, syuhada’, dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini. Allahumma amin..<br />
<br />
<div class="ArabCenter" style="text-align: right;">بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم إنه تعالى جواد كريم ملك رؤوف رحيم إنه هو السميع العليم ......</div></div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-59287890264583148322010-08-29T21:46:00.000-07:002010-08-29T21:46:13.263-07:00Ramadhan Momentum Tepat untuk Taubat<h3 class="post-title entry-title"><a href="http://muchlisin.blogspot.com/2010/08/ceramah-ramadhan-10-ramadhan-momentum.html"></a> </h3><div class="post-body entry-content"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis6OuWA9EOBm_JozFb1SWKNiTCiYStKgNlwXwRZ23UJ4vBPx4gBh3uVgjOhUx-ZpK-oCzYgl9nZwJVFkbW1xpRRSP1P9ypgDfoLUVy6_W905bVv7LgxJcB_nFcqUsyVZcyIL44AyM2eX4/s1600/taubat.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5504040239213240706" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis6OuWA9EOBm_JozFb1SWKNiTCiYStKgNlwXwRZ23UJ4vBPx4gBh3uVgjOhUx-ZpK-oCzYgl9nZwJVFkbW1xpRRSP1P9ypgDfoLUVy6_W905bVv7LgxJcB_nFcqUsyVZcyIL44AyM2eX4/s200/taubat.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 150px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><div style="text-align: justify;">Jama'ah shalat tarawih yang dirahmati Allah,<br />
Selain dikenal sebagai <a href="http://muchlisin.blogspot.com/2009/08/ceramah-ramadhan-6-puasa-yang.html"><span style="font-style: italic;">syahrul shiyam</span></a>, <a href="http://muchlisin.blogspot.com/2009/08/ceramah-ramadhan-8-ramadhan-dan.html"><span style="font-style: italic;">syahrul shabr</span></a>, <a href="http://muchlisin.blogspot.com/2009/08/ceramah-ramadhan-7-optimalisasi.html"><span style="font-style: italic;">syahrut tarbiyah</span></a>, dan <a href="http://muchlisin.blogspot.com/2009/08/ceramah-ramadhan-9-memaknai-ramadhan.html"><span style="font-style: italic;">syahrul jihad</span></a>, Ramadhan juga dikenal sebagai <span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">syahrut taubah</span></span>. Disebut sebagai <span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">syahrut taubah</span></span> karena Ramadhan memang saat yang tepat untuk bertaubat. Dan sebaik-baik taubat adalah taubat yang segera, tanpa menunggu dan menunda-nunda. Dengan demikian, terkumpullah dua keutamaan jika kita bertaubat saat ini: keutamaan karena Ramadhannya, dan keutamaan karena menyegerakan taubat.<br />
<div style="text-align: right;"><br />
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ</div><br />
<span style="font-style: italic;">Dan bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu</span> (QS. Ali Imran : 133)<span class="fullpost"><br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Allah Menyambut Gembira Hamba-Nya yang Bertaubat</span><br />
Ikhwani wa akhwati fillah,<br />
Allah SWT menyeru kita dengan ayat di atas untuk menyegerakan taubat. Juga dalam ayat yang lainnya:<br />
<div style="text-align: right;"><br />
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا</div><br />
<span style="font-style: italic;">Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha</span> (QS. At-Tahrim : 8)<br />
<br />
Sebab Allah menghendaki hamba-Nya memperoleh ampunan dan surga. Subhaanallah! Sungguh Dia maha penyayang kepada hamba-hamba yang beriman kepada-Nya.<br />
<div style="text-align: right;"><br />
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ</div>< <span style="font-style: italic;">Dan Allah menyeru kalian kepada surga dan ampunan dengan izin-Nya</span> (QS. Al-Baqarah : 221)<br />
<br />
Maka tidakkah kita bergegas menuju ampunan-Nya dengan bertaubat di bulan Ramadhan ini. Jika kita penuhi seruan Allah, seruan kasih sayang agar kita bertaubat pada-Nya, sungguh, bukan saja kita akan bergembira dengan ampunan dan surga-Nya kelak, namun Allah juga gembira ketika kita mau bertaubat. Kegembiraan Allah bahkan lebih besar daripada seorang musafir yang menemukan kembali untanya setelah hilang di gurun sahara berikut segala perbekalan yang ada padanya.<br />
<br />
Rasulullah SAW bersabda:<br />
<div style="text-align: right;"><br />
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِى وَأَنَا رَبُّكَ.<br />
أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ</div><br />
<span style="font-style: italic;">Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat kepada-Nya daripada (kegembiraan) seseorang yang menunggang untanya di tengah gurun sahara yang sangat tandus, lalu unta itu terlepas membawa lari bekal makanan dan minumannya. Ia putus harapan untuk mendapatkannya kembali. Kemudian dia menghampiri sebatang pohon lalu berbaring di bawah keteduhannya karena telah putus asa mendapatkan unta tunggangannya tersebut. Ketika dia dalam keadaan demikian, tiba-tiba ia mendapati untanya telah berdiri di hadapannya. Lalu segera ia menarik tali kekang unta itu sambil berucap dalam keadaan sangat gembira: Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-Mu." Dia salah mengucapkan karena sangat gembira.</span> (HR. Muslim)<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Apapun Dosa Kita, Bertaubatlah</span><br />
Ada dua titik ekstrim bagi orang yang berdosa. Ekstrim pertama adalah mereka yang merasa dosanya terlalu besar hingga putus asa dari ampunan Allah. Maka, ia pun tidak kunjung bertaubat karena kekhawatiran taubatnya tidak diterima. Ekstrim kedua adalah mereka yang merasa dosa-dosanya mudah terhapus, hanya dosa-dosa kecil, sehingga membuatnya berlarut-larut dalam dosa demi dosa. Kalaupun bertaubat, ia hanya melakukan taubat sambal. Sekarang berhenti, nanti atau besok kembali mengulangi. Tidak pernah sungguh-sungguh melakukan <span style="font-style: italic;">taubat nasuha</span>.<br />
<br />
Untuk ekstrim pertama, lihatlah bagaimana seorang yang telah membunuh 99 nyawa. Saat ia bertanya kepada ahli agama apakah ada kesempatan bertaubat, ternyata dijawab tidak bisa. Lalu ia pun dibunuh sebagai orang ke-100 yang mati di tangannya. Niatnya bertaubat tidak berhenti. Ketika bertemu seorang alim, ia pun mengajukan pertanyaan yang sama. Oleh sang alim ini dijawab kalau dosanya bisa diampuni. Dan sebagai upaya taubat nasuha, ia dianjurkan hijrah ke suatu daerah yang kondusif bagi taubatnya. Di tengah jalan, ia meninggal. Hingga berdebatlah malaikat rahmat dan malaikat azab, orang ini menjadi urusan siapa. Keduanya lalu mengadukan perselisihan ini kepada Allah yang berkahir dengan ampunan bagi pembunuh yang benar-benar berniat bertaubat ini. Subhaanallah!<br />
<br />
Contoh lain dialami oleh seorang wanita dari Juhanah. Ia yang tengah hamil datang kepada Rasulullah SAW. Ia mengaku telah berzina dan kini ia hamil. Wanita itu bertaubat dan meminta ditegakkan hudud (rajam) atasnya. Rasulullah menyuruh wanita itu kembali untuk menjaga kandungannya sampai bayinya lahir. Setelah berselang beberapa lama dan bayinya telah lahir, wanita itu datang lagi meminta dirajam. Akhirnya ia dirajam. Rasulullah menshalatkan jenazahnya. "Ya Rasulullah, engkau menshalatinya padahal ia telah berbuat zina?" tanya Umar bin Khatab meminta penjelasan. Maka Rasulullah SAW bersabda:<br />
<div style="text-align: right;"><br />
لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ تَوْبَةً أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ تَعَالَى</div><br />
<span style="font-style: italic;">Sungguh dia telah bertaubat. Seandainya taubatnya dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, taubat itu pasti mencukupinya. Apakah kamu menjumpai seseorang yang lebih utama daripada seorang yang mengorbankan dirinya untuk Allah Ta'ala?</span> (HR. Muslim)<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Pembagian Dosa</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />
Jama'ah shalat tarawih yang dirahmati Allah,<br />
Imam Al-Ghazali di dalam <span style="font-style: italic;">Ihya' Ulumuddin</span> menyebutkan sifat-sifat pembangkit dosa yang kemudian diringkas oleh Ibnu Qudamah dalam <span style="font-style: italic;">Mukhtashar Minhajul Qashidin</span>. Menurut beliau, sifat pembangkit dosa dibagi menjadi empat:<br />
1. Sifat <span style="font-style: italic;">rububiyah</span> (ketuhanan). Dari sini muncul takabur, membanggakan diri, mencintai pujian dan sanjungan, mencari popularitas, dan lain sebagainya. Ini termasuk dosa-dosa yang merusak, sekalipun banyak orang yang melalaikannya dan menganggap bukan dosa<br />
2. Sifat <span style="font-style: italic;">syaithaniyah</span> (kesetanan). Dari sini muncul kedengkian, kesewenang-wenangan, mnipu, berdusta, makar, kemunafikan, menyuruh pada kerusakan, dan lain-lain.<br />
3. Sifat-sifat <span style="font-style: italic;">bahamiyah</span> (kebinatangan). Dari sini muncul kejahatan, memenuhi nafsu perut dan syahwat kemaluan, zina, homoseks, mencuri, dan lain-lain<br />
4. Sifat <span style="font-style: italic;">sabu'iyah</span> (kebuasan). Dari sini muncul amarah, dengki, menyerang orang lain, membunuh, merampas harta, dan lain-lain.<br />
<br />
Diantara empat sifat itu, penjenjangannya bermula dari <span style="font-style: italic;">bahamiyah</span>. <span style="font-style: italic;">Bahamiyah</span> yang dominan lalu diikuti oleh <span style="font-style: italic;">sabu'iyah</span>, kemudian <span style="font-style: italic;">syaithaniyah</span> dan <span style="font-style: italic;">rububiyah</span>.<br />
<br />
Dari keempat jenis itu, menurut sasarannya, dosa dibagi menjadi dua, yakni dosa yang berkaitan dengan hak Allah dan dosa yang berkaitan dengan hak sesama manusia. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah SWT ada yang diampuni dan ada yang tidak diampuni. Yang tidak diampuni adalah dosa syirik, sementara dosa yang lain akan diampuni oleh Allah SWT, jika Dia Menghendaki. Sedangkan dosa kepada sesama manusia akan diampuni oleh Allah jika hak itu telah dihalalkan atau ditegakkan qishah atasnya di akhirat nanti.<br />
<br />
Rasulullah SAW bersabda:<br />
<div style="text-align: right;"><br />
الظلم ثلاثة فظلم لا يتركه الله وظلم يغفر وظلم لا يغفر فأما الظلم الذي لا يغفر فالشرك لا يغفره الله وأما الظلم الذي يغفر فظلم العبد فيما بينه وبين ربه وأما الظلم الذي لا يترك فظلم العباد فيقتص الله بعضهم من بعض</div><br />
<span style="font-style: italic;">Kezaliman itu ada tiga: kezaliman yang Allah tidak meninggalkannya, kezaliman yang mendapat ampunan, dan kezaliman yang tidak mendapat ampunan. Kezaliman yang tidak mendapat ampunan adalah syirik, maka Allah takkan mengampuninya. Kezaliman yang mendapat ampunan adalah kezaliman antara hamba kepada Rabb-nya. Sedangkan kezaliman yang tidak akan ditinggalkan/dibiarkan Allah adalah kezaliman antar manusia, maka Allah akan memberi qashah sebagian atas sebagian lainnya.</span> (HR. Thayalisi, dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah)<br />
<br />
Yang paling umum, biasanya dosa dibagi menjadi dua: dosa besar dan dosa kecil. Jika kita telusuri hadits, dosa besar yang biasa disebutkan adalah syirik, sihir, riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang baik sebagai pezina. Tujuh jenis dosa besar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari yang lain disebutkan durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar, sedangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan pula perkataan atau kesaksian palsu.<br />
<br />
Ibnu Qudamah dalam <span style="font-style: italic;">Mukhtashar Minhajul Qashidin</span> menyebutkan pendapat Abu Thalib Al-Makki yang merinci dosa besar menjadi 17 jenis. 4 jenis di hati: syirik, fasiq, putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari tipudaya-Nya. 4 jenis di lidah: kesaksian palsu, menuduh wanita mukminah, sumpah palsu, dan sihir. 3 di perut: minum khamr, memakan harta yatim, dan riba. 2 di kemaluan: zina dan homoseks. 1 di kaki: lari dari medan perang. Dan 1 di seluruh badan: durhaka pada orang tua.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Jangan Remehkan Dosa Kecil</span><br />
Hadirin yang dirahmati Allah,<br />
Seringkali kita terjebak pada sikap meremehkan dosa kecil. Saat kita ghibah, bercanda yang sudah masuk kategori <span style="font-style: italic;">rafats</span> (porno), bahkan bergaul dengan lawan jenis yang tidak islami, kita beralasan "itu kan dosa kecil, tidak apa-apa". Padahal orang yang meremehkan dosa ia tidak sadar sedang berhadapan dengan siapa. Siapakah yang ia maksiati? Allah SWT yang Maha Besar dan Maha Keras adzab-Nya. Juga, tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.<br />
<div style="text-align: right;"><br />
لا صغيرة مع الإصرار</div><br />
<span style="font-style: italic;">Tidak ada dosa kecil selagi terus dikerjakan,</span> (HR. Dailami)<br />
<br />
Ibarat sebuah bintik noda, dosa kecil pun akan mengotori hati. Semakin banyak dosa semakin banyak pula noda di hati.<br />
<div style="text-align: right;"><br />
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ</div><br />
<span style="font-style: italic;">Sesungguhnya, apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka muncul bintik hitam dalam kalbunya. Kemudian jika ia bertaubat, meninggalkan dosa dan memohon ampun, maka hatinya bersih. Dan jika dosa-dosanya bertambah, bintik hitam itupun bertambah</span> (HR. Ibnu Majah dan Ahmad, "hasan")<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Marilah Bertaubat Sebelum terlambat</span><br />
Jama'ah shalat tarawih yang dirahmati Allah,<br />
Marilah kita sambut seruan Allah untuk bertaubat sebelum kita terlambat. Kini Allah menganugerahkan momentum yang luar biasa kepada kita untuk menjalani taubatan nasuha. Ramadhan yang sangat kondusif dengan amal shalih dan minim pengaruh negatif dibandingkan bulan lainnya, adalah kesempatan berharga yang belum tentu datang lagi kepada kita. Bukankah kita tidak pernah bisa menjamin bahwa kita akan tetap hidup sampai Ramadhan berikutnya jika kita menunda taubat saat ini? Dan bukankah pintu taubat akan ditutup saat kita mengalami sakaratul maut?<br />
<div style="text-align: right;"><br />
إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ</div><br />
<span style="font-style: italic;">Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selagi ia belum sekarat</span> (HR. Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, dan Abu Ya'la)<br />
<div style="text-align: right;"><br />
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا</div><br />
<span style="font-style: italic;">Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat maksiat di siang hari bertaubat, dan Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat maksiat di malam hari bertaubat. (Demikian itu tetap terjadi) sampai matahari terbit dari barat.</span> (HR. Muslim)<br />
<br />
Terlalu banyak pengalaman yang menunjukkan kepada kita bahwa kematian datang tanpa memandang apakah seseorang masih muda atau sudah tua, miskin atau kaya, juga dalam kondisi sehat atau sakit-sakitan? Bukankah jalan kematian bukan hanya lewat sakit di usia tua? Kematian bisa datang lewat kecelakaan kerja, kecelakaan di jalan raya, sakit mendadak, dan juga bencana serta berjuta cara yang tidak pernah bisa kita tebak dengan cara apa ia datang kepada kita.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Syarat Bertaubat</span><br />
Imam An-Nawawi di dalam <span style="font-style: italic;">Riyadhus Shalihin</span> menyampaikan syarat bertaubat secara singkat dalam tiga langkah. <span style="font-style: italic;">Pertama</span>, berhenti dari dosa yang dilakukan. <span style="font-style: italic;">Kedua</span>, menyesali dosa yang telah dilakukan. Dan <span style="font-style: italic;">ketiga</span>, bertekad untuk tidak mengulangi dosa itu. Itu jika bertaubat terhadap dosa yang berkaitan dengan hak Allah.<br />
<br />
Sedangkan jika dosa berkaitan dengan hak manusia, maka syarat taubat ditambah satu lagi, yaitu membebaskan diri dari hak manusia tersebut. Pembebasan ini tentu dengan penghalalan dari yang terzalimi atau mendapat keikhlasan darinya.<br />
<br />
Maka orang yang minum khamr dalam kesendirian misalnya, untuk bertaubat cukup ia berhenti minum khamr, menyesalinya, dan tidak mengulanginya. Namun jika seseorang mencuri harta orang lain, selain tiga langkah tersebut ia harus mendapat maaf dari orang yang dicuri dengan mengembalikan hartanya atau mendapatkan kehalalan darinya.<br />
<br />
Semoga Ramadhan yang juga disebut <span style="font-weight: bold;"><span style="font-style: italic;">syahrut taubah</span></span> ini kita manfaatkan bersama sebagai momentum <span style="font-style: italic;">taubatan nasuha</span>. Dan karenanya Allah menganugerahkan ampunan dan surga-Nya kepada kita. Allaahumma aamiin. Wallaahu a'lam bish shawab. <span style="font-style: italic;">[Muchlisin]</span></span></div></div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-27659637688953389532010-08-27T19:42:00.000-07:002010-08-27T19:42:46.648-07:00Khutbah Idul Fitri 1431 H: Mewujudkan Hakikat Taqwa<div style="text-align: justify;"></div><div> </div><div style="text-align: justify;"> <span class="postedby">Oleh: <a href="http://www.dakwatuna.com/author/yani/" title="Profil dari Drs.
Ahmad Yani">Drs. Ahmad Yani</a> </span></div><hr color="#eeeeee" noshade="noshade" size="1px" style="margin-left: 0px; margin-right: 0px;" /><div style="text-align: justify;"> </div><a href="http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/print/" rel="nofollow" title="Print"></a> <div style="text-align: justify;"> <!-- / Bagian Judul Naskah Nih --> <script type="text/javascript">
jQuery(document).ready(function($) { window.setTimeout('loadFBShare_7328()',5000);window.setTimeout('loadTwitter_7328()',5000);window.setTimeout('loadDigg_7328()',5000);window.setTimeout('loadGBuzz_7328()',5000);window.setTimeout('loadDelicious_7328()',5000);$('.delicious-normal-img,.delicious-compact-img').hide(); });
</script><script type="text/javascript">
function loadFBShare_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-fbshare-7328').remove(); $.getScript('http://static.ak.fbcdn.net/connect.php/js/FB.Share'); }); } function loadTwitter_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-twitter-7328').remove();$.getScript('http://platform.twitter.com/widgets.js'); }); } function loadDigg_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-digg-7328').remove();$('.DD_DIGG_AJAX_7328').attr('href','http://digg.com/submit?url=http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/&title=Khutbah+Idul+Fitri+1431+H%3A+Mewujudkan+Hakikat+Taqwa');$.getScript('http://widgets.digg.com/buttons.js'); }); } function loadGBuzz_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-gbuzz-7328').remove();$.getScript('http://www.google.com/buzz/api/button.js'); }); } function loadDelicious_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-delicious-7328').remove();$('.delicious-normal-img,.delicious-compact-img').show();$.getJSON('http://feeds.delicious.com/v2/json/urlinfo/data?url=http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/&callback=?',function(data) {var msg ='';var count = 0;if (data.length > 0) {count = data[0].total_posts;if(count ==0){msg = 'Save';}else if(count ==1){msg = '1 save';}else{msg = count + ' saves'}}else{msg = 'Save';}$('#DD_DELICIOUS_AJAX_7328').text(msg);}); }); }
</script></div><div class="dd_ajax_float" style="margin-left: -92px; position: fixed; text-align: justify; top: 16px;"><div class="dd_button_v"><a class="DD_FBSHARE_AJAX_7328" href="http://www.facebook.com/sharer.php?u=http%3A%2F%2Fwww.dakwatuna.com%2F2010%2Fkhutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa%2F&t=Khutbah%20Idul%20Fitri%201431%20H%3A%20Mewujudkan%20Hakikat%20Taqwa%20%7C%20dakwatuna.com&src=sp" name="fb_share" share_url="http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/" style="text-decoration: none;" type="box_count"><span class="fb_share_size_Small fb_share_count_wrapper"><span></span><span class="fb_share_count_nub_top "></span><span class="fb_share_count
fb_share_count_top"><span class="fb_share_count_inner">657</span></span><span class="FBConnectButton FBConnectButton_Small" style="cursor: pointer;"><span class="FBConnectButton_Text">Share</span></span></span></a></div><div class="dd_button_v"><iframe allowtransparency="true" class="twitter-share-button
twitter-count-vertical" frameborder="0" scrolling="no" src="http://platform0.twitter.com/widgets/tweet_button.html?_=1282960698418&count=vertical&lang=en&text=Khutbah%20Idul%20Fitri%201431%20H%3A%20Mewujudkan%20Hakikat%20Taqwa&url=http%3A%2F%2Fwww.dakwatuna.com%2F2010%2Fkhutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa%2F&via=dakwatuna" style="height: 62px; width: 55px;" tabindex="0" title="Twitter For Websites: Tweet Button"></iframe></div><div class="dd_button_v"><a class="google-buzz-button" data-button-style="normal-count" data-url="http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/" href="http://www.google.com/buzz/post" style="text-decoration: none;" title="Post on Google Buzz"><span class="buzz-counter" dir="ltr" id="buzz-1751273430"></span></a></div><div class="dd_button_v"><a href="http://delicious.com/save" onclick="window.open('http://delicious.com/save?v=5&noui&jump=close&url='+encodeURIComponent('http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/')+'&title='+encodeURIComponent('Khutbah+Idul+Fitri+1431+H%3A+Mewujudkan+Hakikat+Taqwa'),'delicious',
'toolbar=no,width=550,height=550'); return false;"><div class="delicious-normal-img" style="display: block;"><img alt="Delicious" src="http://www.dakwatuna.com/wp-content/plugins/digg-digg/image/delicious.png" /><div class="delicious-normal-text" id="DD_DELICIOUS_AJAX_7328">Save</div></div></a></div><div class="dd_button_v"><div id="dd_comments"><a class="clcount" href="http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/#comments"><span class="ctotal">11</span><br />
<span class="cmsg">Comments</span></a></div></div></div><div style="text-align: justify;"><script type="text/javascript">
jQuery(document).ready(function($) { window.setTimeout('loadFBShare_7328()',5000);window.setTimeout('loadTwitter_7328()',5000);window.setTimeout('loadDigg_7328()',5000);window.setTimeout('loadGBuzz_7328()',5000);window.setTimeout('loadDelicious_7328()',5000);$('.delicious-normal-img,.delicious-compact-img').hide(); });
</script><script type="text/javascript">
function loadFBShare_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-fbshare-7328').remove(); $.getScript('http://static.ak.fbcdn.net/connect.php/js/FB.Share'); }); } function loadTwitter_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-twitter-7328').remove();$.getScript('http://platform.twitter.com/widgets.js'); }); } function loadDigg_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-digg-7328').remove();$('.DD_DIGG_AJAX_7328').attr('href','http://digg.com/submit?url=http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/&title=Khutbah+Idul+Fitri+1431+H%3A+Mewujudkan+Hakikat+Taqwa');$.getScript('http://widgets.digg.com/buttons.js'); }); } function loadGBuzz_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-gbuzz-7328').remove();$.getScript('http://www.google.com/buzz/api/button.js'); }); } function loadDelicious_7328(){ jQuery(document).ready(function($) { $('.dd-delicious-7328').remove();$('.delicious-normal-img,.delicious-compact-img').show();$.getJSON('http://feeds.delicious.com/v2/json/urlinfo/data?url=http://www.dakwatuna.com/2010/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa/&callback=?',function(data) {var msg ='';var count = 0;if (data.length > 0) {count = data[0].total_posts;if(count ==0){msg = 'Save';}else if(count ==1){msg = '1 save';}else{msg = count + ' saves'}}else{msg = 'Save';}$('#DD_DELICIOUS_AJAX_7328').text(msg);}); }); }
</script></div><div class="arabic" style="text-align: right;">الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Kaum Muslimin Rahimakumullah.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="wp-caption alignright" id="attachment_7331" style="text-align: justify; width: 260px;"><a href="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/syahadatain1.jpg" rel="shadowbox[post-7328];player=img;" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;" title="syahadatain"><img alt="" class="size-medium wp-image-7331 " height="205" src="http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/syahadatain1-250x205.jpg" style="float: right; margin: 5px;" title="syahadatain" width="250" /></a><div class="wp-caption-text">Ilustrasi (flickr.com - Marie Kettani)</div></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>dakwatuna.com – </strong>Ramadhan yang telah kita akhiri memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kita, hal ini karena ibadah Ramadhan yang salah satunya adalah berpuasa memberikan nilai pembinaan yang sangat dalam, yakni mengokohkan dan memantapkan ketaqwaan kita kepada Allah swt, sesuatu yang amat kita butuhkan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Agar pencapaian peningkatan taqwa bisa kita raih dan dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari, menjadi penting bagi kita memahami hakikat taqwa yang sesungguhnya. Dalam bukunya <strong><em>Ahlur Rahmah</em></strong>, <strong>Syekh Thaha Abdullah al Afifi</strong> mengutip ungkapan sahabat Nabi Muhammad saw yakni <strong>Ali bin Abi Thalib ra</strong> tentang taqwa, yaitu:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَاْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Takut kepada Allah yang Maha Mulia, mengamalkan apa yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), mempersiapkan diri untuk hari meninggalkan dunia dan ridha (puas) dengan hidup seadanya (sedikit)</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari ungkapan di atas, ada empat hakikat taqwa yang harus ada pada diri kita masing-masing dan ini bisa menjadi tolok ukur keberhasilan ibadah Ramadhan kita.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong><em>Pertama,</em></strong><strong> Takut Kepada Allah. </strong>Salah satu sikap yang harus kita miliki adalah rasa takut kepada Allah swt. Takut kepada Allah bukanlah seperti kita takut kepada binatang buas yang menyebabkan kita harus menjauhinya, tapi takut kepada Allah swt adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan murka, siksa dan azab Allah swt harus kita jauhi. Sedangkan Allah swt sendiri harus kita dekati, inilah yang disebut dengan <em>taqarrub ilallah</em> (mendekatkan diri kepada Allah).<strong> </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Karena itu, orang yang takut kepada Allah swt tidak akan melakukan penyimpangan dari segala ketentuan-Nya. Namun sebagai manusia biasa mungkin saja seseorang melakukan kesalahan, karenanya bila kesalahan dilakukan, dia segera bertaubat kepada Allah swt dan meminta maaf kepada orang yang dia bersalah kepadanya, bahkan bila ada hak orang lain yang diambilnya, maka dia mau mengembalikannya. Yang lebih hebat lagi, bila kesalahan yang dilakukan ada jenis hukumannya, maka iapun bersedia dihukum bahkan meminta dihukum sehingga ia tidak menghindar dari hukuman. Allah swt berfirman:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS Ali Imran [3]:133).</em></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sebagai contoh, pada masa Rasul ada seorang wanita yang berzina dan ia amat menyesalinya, dari perzinahan itu ia hamil dan sesudah taubat iapun datang kepada Rasul untuk minta dihukum, namun Rasul tidak menghukumnya saat itu karena kehamilan yang harus dipelihara. Sesudah melahirkan dan menyusui anaknya, maka wanita itu dihukum sebagaimana hukuman untuk pezina yang menyebabkan kematiannya, saat Rasul menshalatkan jenazahnya, Umar bin Khattab mempersoalkannya karena ia wanita pezina, Rasulullah kemudian menyatakan:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِيْنَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا ِللهِ عَزَّ وَجَلَّ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Ia telah bertaubat, suatu taubat yang seandainya dibagi pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari seorang yang telah menyerahkan dirinya kepada hukum Allah? (HR. Muslim).</em></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya mendidik kita untuk menjadi orang yang takut kepada Allah swt yang membuat kita akan selalu menyesuaikan diri dengan segala ketentuan-ketentuan-Nya. Kalau kita ukur dari sisi ini, kenyataan menunjukkan bahwa banyak sekali orang yang belum bertaqwa karena tidak ada rasa takutnya kepada Allah swt.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Kaum Muslimin Rahimakumullah.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Hakikat taqwa yang<strong> Kedua </strong>kata <strong>Ali bin Abi Thalib </strong>adalah <strong>Beramal Berdasarkan Wahyu. </strong>Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt untuk menjadi petunjuk bagi manusia agar bisa bertaqwa kepada-Nya. Karena itu, orang yang bertaqwa akan selalu beramal atau melakukan sesuatu berdasarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt, termasuk wahyu adalah hadits atau sunnah Rasulullah saw karena ucapan dan prilaku Nabi memang didasari oleh wahyu. Dengan kata lain, seseorang disebut bertaqwa bila melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dalam konteks inilah, menjadi amat penting bagi kita untuk selalu mengkaji al-Quran dan al Hadits, sebab bagaimana mungkin kita akan beramal sesuai dengannya, bila memahaminya saja tidak dan bagaimana pula kita bisa memahami bila membaca dan mengkajinya tidak.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dalam kehidupan para sahabat, mereka selalu berusaha untuk beramal berdasarkan wahyu, karenanya mereka berusaha mengkajinya kepada Nabi dan para sahabat, bahkan tidak sedikit dari mereka yang suka bertanya. Meskipun mereka suka melakukan sesuatu, tapi bila ternyata wahyu tidak membenarkan mereka melakukannya, maka merekapun berusaha untuk meninggalkannya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Suatu ketika ada beberapa orang sahabat yang dahulunya beragama Yahudi, mereka ingin sekali bisa melaksanakan lagi ibadah pada hari Sabtu dan menjalankan kitab taurat, tapi turun firman Allah swt yang membuat mereka tidak jadi melakukannya, ayat itu adalah:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah [2]:208).</em></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Kaum Muslimin Yang Berbahagia.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong><em>Ketiga </em></strong>yang merupakan hakikat taqwa menurut <strong>Ali bin Abi Thalib ra</strong> yang harus kita hasilkan dari ibadah Ramadhan kita adalah<strong> Mempersiapkan Diri Untuk Akhirat. </strong>Mati merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap orang. Keyakinan kita menunjukkan bahwa mati bukanlah akhir dari segalanya, tapi mati justeru awal dari kehidupan baru, yakni kehidupan akhirat yang enak dan tidaknya sangat tergantung pada keimanan dan amal shaleh seseorang dalam kehidupan di dunia ini. Karena itu, orang yang bertaqwa akan selalu mempersiapkan dirinya dalam kehidupan di dunia ini untuk kebahagiaan kehidupan di akhirat.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Bila kita sudah menyadari kepastian adanya kematian, maka kita tidak akan mensia-siakan kehidupan di dunia yang tidak lama. Kita akan berusaha mengefektifkan perjalanan hidup di dunia ini untuk melakukan sesuatu yang bisa memberikan nilai positif, sebagai apapun kita. Karena itu bila kita tidak efektif dan orang mengkritik kita, harus kita terima kritik itu denga senang hati. Khalifah Umar bin Abdul Aziz salah satu contohnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ketika Umar bin Abdul Aziz telah menerima jabatan sebagai khalifah, dia merasa perlu beristirahat karena kondisi badannya yang sudah amat lelah dan mata yang sudah amat ngantuk, apalagi ia baru saja mengurus keluarganya yang meninggal yakni Khalifah Sulaiman. Baru saja dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan meletakkan kepalanya di atas bantal, tiba-tiba datang Abdul Malik lalu berkata: “Ayah, apa yang akan ayah lakukan sekarang?”.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“Aku ingin istirahat sejenak anakku”, jawab Umar.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“Apakah ayah akan beristirahat, padahal ayah belum mengembalikan harta rakyat yang dirampas secara zalim kepada yang berhak?”.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“Aku akan lakukan semua itu nanti setelah zuhur, semalam aku tidak bisa tidur karena mengurus pamanmu”, jawab Umar.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“Ayah, siapa yang bisa memberi jaminan bahwa ayah akan tetap hidup sampai zuhur nanti?”. Tanya Abdul Malik lagi menghentak.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Mendengar pertanyaan anaknya itu, terbakar rasanya semangat Umar sehingga seperti hilang rasa ngantuk dan lelah yang dialaminya, lalu Umar berkata: “Nak…mendekatlah kepadaku”.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Setelah Abdul Malik mendekat, Umar mencium keningnya lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku anak keturunan yang membantuku dalam agamaku”.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera bangkit dari tempat tidurnya dan iapun mengumumkan: “Barangsiapa yang hartanya telah diambil secara zalim, maka hendaklah ia mengangkat permasalahannya”.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Efektifitas waktu hidup yang digunakan membuat Khalifah Umar bin Abdul Aziz sampai kesulitan mencari mustahik karena tingkat kesejahteraan yang tingggi. Harus kita akui banyak diantara kita yang merasa mati masih lama sehingga tidak muncul amal shaleh, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat maupun organisasi sosial dan politik, keluhan kita adalah tidak punya waktu, kekurangan waktu, karena itu Allah swt mengingatrkan kita semua:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ﴿١١٠﴾</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em> </em><em> </em></div><div style="text-align: justify;"><em>Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al Kahfi [18]:110).</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Manakala seseorang sudah melakukan segala sesuatu sebagai bentuk persiapan untuk kehidupan sesudah kematian, maka orang seperti inilah yang disebut dengan orang yang cerdas, meskipun ia bukan sarjana. Karena itu, Rasulullah saw bersabda:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan nafsunya dan beramal bagi kehidupan sesudah mati (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Hakim).</em></div><div style="text-align: justify;"><em> </em><em> </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah swt.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Hakikat taqwa yang<strong> <em>Keempat</em> </strong>menurut <strong>Ali bin Abi Thalib </strong>adalah <strong>Ridha Meskipun Sedikit. </strong>Setiap kita pasti ingin mendapat sesuatu khususnya harta dalam jumlah yang banyak sehingga bisa mencukupi diri dan keluarga serta bisa berbagi kepada orang lain. Namun keinginan tidak selalu sejalan dengan kenyataan, ada saat dimana kita mendapatkan banyak, tapi pada saat lain kita mendapatkan sedikit, bahkan sangat sedikit dan tidak cukup. Orang yang bertaqwa selalu ridha dan menerima apa yang diperolehnya meskipun jumlahnya sedikit, inilah yang disebut dengan qana’ah, sedangkan kekurangan dari apa yang diharapkan bisa dicari lagi dengan penuh kesungguhan dan cara yang halal. Korupsi yang menjadi penyakit bangsa kita hingga sekarang adalah karena tidak ada sikap ridha menerima yang menjadi haknya, akibatnya ia masih saja mengambil hak orang lain dan administrasi serta penguatan hokum atas penyimpangan yang dilakukannya bisa diatur, karenanya Allah swt mengingatkan kita semua dalam firman-Nya:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٨﴾</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.(QS Al Baqarah [2]:188).</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib baru pulang lebih sore dari biasanya. Isterinya, Fatimah putri Rasulullah menyambut kedatangan suaminya dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah, “Aku mohon maaf karena tidak membawa uang sepeserpun.”</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Tidak nampak sedikitpun kekecewaan pada wajah Fatimah, bahkan ia tetap tersenyum dan bisa memaklumi keadaan suami yang dicintainya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ali amat terharu terhadap isterinya yang begitu tawakkal meskipun ia tidak bisa memasak malam itu karena memang tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ketika waktu shalat tiba, seperti biasa Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama’ah. Sepulang dari shalat, seorang yang sudah tua menghentikan langkahnya menuju rumah. “Maaf anak muda, betulkah engkau Ali, anaknya Abu Thalib?”, tanya orang itu.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“Betul”, jawab Ali heran.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Orang tua itu merogoh kantungnya seraya berkata, “Dulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya.”</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dengan amat gembira Ali mengambil uang itu yang berjumlah 30 dinar. Sesampai di rumah, Ali kemukakan kepada isterinya rizki yang tidak terduga itu. Tentu saja Fatimah sangat gembira ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari. Tanpa berpikir panjang, Ali langsung berangkat menuju pasar.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ketika hampir tiba ke pasar, Ali melihat seorang fakir menadahkan tangan, “Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepadaku, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.”</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Tanpa berpikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu dan Ali pulang dengan tangan kosong. Tentu saja melihat sang suami pulang tidak bawa apa-apa, Fatimah terheran-heran. Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya dan ini justeru membuat Fatimah begitu terharu terhadap sang suami. Dengan diiringi senyum yang manis, Fatimah berkata: “Apa yang engkau lakukan juga akan aku lakukan seandainya aku yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang dimurkai-Nya.”</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sikap menerima membuat kita bisa bersyukur dan bersyukur membuat kita akan memperoleh rizki dalam jumlah yang lebih banyak, bahkan bila jumlahnya belum juga lebih banyak, rasa syukur membuat kita bisa merasakan sesuatu yang sedikit terasa seperti banyak sehingga yang merasakan manfaatnya tidak hanya kita dan keluarga tapi juga orang lain. Inilah diantara makna yang harus kita tangkap dari firman Allah swt:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿٧﴾</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. </em><em>(QS Ibrahim [14]:7).</em></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa bertaqwa kepada Allah swt memerlukan kesungguhan sehingga kita dituntut untuk bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Akhirnya marilah kita sudahi ibadah shalat Id kita dengan berdoa:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: right;">اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: justify;">اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. </em><em>Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selamakami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.</em><em> </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: justify;">اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a. </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="arabic" style="text-align: justify;">رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka. </em></div>agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-67854961271502475642010-08-19T18:26:00.000-07:002010-10-12T00:04:55.772-07:00Andakah Alumni Universitas Ramadhan?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9piT5WDWDi_JMPwH6lwDcsyKr_pNcj20QGwD8SydjxWDXKAXPyHC6PdSzfZGd7nfrqn523GHvLd_exZuefYp2o12dQl85uAPIo_UaOq6Skyica2tNHoFz13DhAW63jn5P93v1S2Qnwkyq/s1600/ramadhan_pakistan.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="148" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9piT5WDWDi_JMPwH6lwDcsyKr_pNcj20QGwD8SydjxWDXKAXPyHC6PdSzfZGd7nfrqn523GHvLd_exZuefYp2o12dQl85uAPIo_UaOq6Skyica2tNHoFz13DhAW63jn5P93v1S2Qnwkyq/s200/ramadhan_pakistan.jpg" width="200" /></a></div><b>dakwatuna.com – </b>Ramadhan sebentar lagi memisahkan dirinya dengan kita, tinggal hitungan hari saja. Rasanya begitu cepat hari-hari Ramadhan berlalu, tak terasa. Perlombaan amal kebaikan kita dengan Ramadhan kayaknya tidak seimbang. Ramadhan menghadirkan beragam kemuliaan, keistimewaan dan keutamaan belum bisa terkejar secara optimal, karena kekurangan dan kesibukan duniawi kita, sehingga Ramadhan belum bisa kita taklukkan. Hari-hari akhir Ramadhan ini semoga bisa kita tebus dengan kesungguhan berlipat, konsentrasi ibadah, i’tikaf qalbu, fisik, pikiran hanya kepada Allah swt.<br />
Sehingga ketika Ramadhan memisahkan dirinya dengan kita, kita berbahagia, sekaligus haru, karena kita telah memanfaatkannya dengan sekuat kemampuan kita. Kita keluar menjadi “Alumni Universitas Ramadhan”. Bagaimana model Alumni Unversitas Ramadhan? Sebelum menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita renungkan beberapa model alumni “shaum” binatang di sekitar kita. Sebagai contoh: ular, ayam dan ulat.<br />
Binatang ular mempunyai keunikan, merubah diri menjadi muda lagi, berkulit baru lagi, dan semua serba baru. Ternyata perubahan itu di awali dari proses panjang “shaum” alias tidak makan selama hampir satu tahun. Dalam rentang waktu yang panjang itu, ular tidak makan sama sekali, sehingga tubuhnya mengecil, mengecil dan akhirnya ular keluar dari kulit lamanya, menjelma menjadi ular baru, serba baru.<br />
Ayam, ketika bertelur dan mau memiliki anak, ia mengeram. Dalam rentang waktu tiga pekan kurang lebih, ayam mengeram telurnya, tanpa makan dan minum. Sampai-sampai mulut ayam selalu menganga dan mengeluarkan suara. Apa yang terjadi setelah tiga pekan? Telur-telur itu menetas, dan subhanallah! Lahir anak-anak ayam yang lucu-lucu, dan warna-warni.<br />
<br />
Binatang ulat, boleh jadi binatang ulat adalah binatang yang paling rakus di dunia ini. Ulat hidup hanya untuk makan, bukan makan untuk hidup. Tidurnya pun makan. Sehingga warna tubuhnya nyaris menyatu dengan warna yang ia makan. Semua orang geli bahkan takut sama ulat, terutama kaum perempuan. Namun, apa yang terjadi ketika si ulat memutuskan “shaum” berdiam diri, dalam beberapa minggu, bulu-bulunya mulai rontok, berubah menjadi kepompong. Dari kepompong menjelma seekor kupu-kupu yang cantik nan menawan. Praktis semua orang, terutama kaum perempuan suka yang namanya kupu-kupu.<br />
Itulah model alumni “shaum” binatang, melahirkan sosok baru, yang lebih baik, mempesona dan membawa manfaat. Subhanallah!<br />
Tentu, “Universitas Ramadhan” mampu melahirkan dan meluluskan alumni-alumni manusia yang jauh lebih baik dari makhluk-makhluk lainnya.<br />
<br />
“Universitas Ramadhan” menggembleng kita untuk totalitas taat aturan, bayangkan makanan kita sendiri, halal, namun di siang hari haram untuk kita santap, dan kita taat itu. Bagaimana dengan makanan yang jelas-jelas haram atau syubuhat yang berseliweran di sekitar kita di luar Ramadhan? Ada sebuah pesan menarik untuk direnungkan: “Ramadhan, perangi korupsi.” Atau “Ramadhan, jauhi korupsi” bukan berarti di luar Ramadhan praktek korupsi tetap merajalela!?<br />
<br />
Berhubungan suami-Istri adalah dianjurkan dan halal, namun di siang hari Ramadhan menjadi haram melakukannya. Kita taat perintah Allah swt. ini, dan kita mampu. Dengan demikian, kita akan sangat takut untuk berbuat zina, amoral kapan pun dan di mana pun, karena taat aturan Allah swt.<br />
<br />
“Universitas Ramadhan” mengkondisikan kita untuk menjaga telinga, mata, dan hati. Menjaga telinga dari mendengarkan gosip, fitnah, dan sesuatu yang tiada guna. Menjaga mata untuk tidak melirik yang tidak dihalalkan, melihat yang tidak diperbolehkan. Menjaga hari untuk tidak dendam, dengki, berprasangka buruk, dan gundah gulana, apalagi putus asa. Menjaga lisan untuk tidak mengumbar fitnah murahan, adu domba, menjelekkan orang lain. Karena Ramadhan mengajarkan kepada kita agar tidak shaum dari makan-minum dan hubungan suami-istri di siang hari saja, jauh lebih dari itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:<br />
<br />
<i>“Kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor dan jangan berteriak, dan jika ada salah seorang yang mencelanya atau mengajaknya bertengkar (berkelahi) maka katakanlah; sesungguhnya aku sedang berpuasa…”</i> (Bukhari)<br />
<br />
<div style="text-align: right;"><b>لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرْبِ فَقَطْ. إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ. فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقَلْ : إِنِّى صَائِمٌ</b></div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;"><i>“Bukanlah puasa itu menahan diri dari makan dan minum saja, namun puasa itu adalah menahan diri dari senda gurau dan kata-kata kotor, jika ada seseorang mencelamu atau menyakitimu, maka katakanlah kepadanya: Saya sedang berpuasa, saya sedang berpuasa.” </i>(Hakim dan disahihkan oleh Al-Albani).</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><i>“Barangsiapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan dosa dan dia melakukannya, maka Allah tidak membutuhkan dia untuk meninggalkan makan dan minum.”</i> (Bukhari)<br />
<br />
<div style="text-align: right;"><b>كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الظَّمَأُ ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَر</b></div><br />
<i>“Betapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan pahala dari puasa kecuali hanya dahaga, dan betapa banyak orang yang melakukan qiyam (shalat tarawih) tidak mendapatkan pahala qiyam kecuali letih saja.”</i> (Ad-Darimi, dan Al-Albani berkata: Isnadnya Jayyid)<br />
Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa shaum tidak diterima jika dibarengi dengan perkataan dan tindakan dosa.<br />
<br />
Sadarilah, bahwa kerugian besar bagi orang yang tidak mampu membawa jiwanya berpuasa dari dosa-dosa. Ingatlah jika kita merasa haus saat berpuasa, maka haus yang sebenarnya adalah rasa dahaga pada hari kiamat, pada saat itu orang merasa rugi dan menyesal.<br />
Oleh karena itu hendaknya kita menjaga tubuh kita dari kemaksiatan, mengkondisikan akal untuk tidak berfikir kecuali taat kepada Allah, tidak membawa hati kecuali pada kabaikan kaum muslimin dan muslimat, dan mengkondisikan kedua mata atau kedua telinga atau lisan dengan apa yang dicintai Allah swt.<br />
Ramadhan menggembleng kita untuk menjadi manusia baru. Karena mata, telinga, lisan, kemaluan, hati dan perut serta anggota tubuh kita yang lain menjelma menjadi fitri, suci dan lebih taat kepada pemiliknya, Allah swt.<br />
Muttaqin, itulah predikat “Alumni Universitas Ramadhan”, predikat tertinggi dan paling terhormat. Sebuah predikat yang Allah swt. sematkan kepada orang-orang yang benar shaumnya.<br />
<br />
<i>“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”</i> Al Baqarah:183<br />
<br />
Karena kita tidak boleh menjadi hamba Ramadhani, namun harus menjadi hamba Rabbani, sudah barang tentu ciri-ciri muttaqin harus melekat dalam diri kita, di dalam Ramadhan dan di luar Ramadhan.<br />
Di antara ciri-ciri itu adalah sebagaimana yang difirmankan Allah swt.:<br />
<br />
<i>“Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.”</i> Al Baqarah:2-5<br />
<br />
<i>“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”</i> Ali Imran:133-136<br />
<br />
<i>“Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” </i>Al Qashash:83<br />
<br />
<i>“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) syurga-syurga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.”</i> Al Qalam:34<br />
<br />
“Alumni Universitas Ramadhan” menjadi sosok baru, pribadi fitri. Sehingga tidak adalagi orang yang menjual hutan yang sejatinya harus dilindungi dan dimanfaatkan sebesar-besar untuk rakyat. Tidak ada lagi yang makan uang rakyat, karena rakyat sudah sangat susah hidupnya. Tidak ada lagi yang bertindak amoral atau berzina, karena itu penyakit masyarakat yang dikutuk. Tidak ada lagi saling fitnah, ado domba, memecah belah umat hanya gara-gara kepentingan sesaat kekuasaan atau jabatan.<br />
Semoga kita menjadi bagian “Alumni Universitas Ramadhan” yang sukses, yaitu menjadi pribadi yang ciri-ciri ketaqwaan selalu melekat dalam diri kita, menjadi lebih baik, di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan, Amin. Allahu a’lamagus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-81966491521084791722010-08-13T19:08:00.000-07:002010-08-13T19:08:55.346-07:0050 Tahun Mendatang Anak Kita…50 tahun yang akan datang, anak-anak kita mungkin sedang mengendalikan dunia dan memenuhi hatinya dengan zikir kepada Allah<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR1d3fLx9hq-OyDLskp90mZQRMcUDzwlI0ve2cKLSlM8uHalz_fx9bFe5EWbtdj53n5B8SgabIckX5QvXyk5Uav0_KE8U9j0cafq1Fo7Hcm6L1PwGWhDmd1Us9JaEwdaiVhsRiRv4lMx4P/s1600/PictureOK1+278.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR1d3fLx9hq-OyDLskp90mZQRMcUDzwlI0ve2cKLSlM8uHalz_fx9bFe5EWbtdj53n5B8SgabIckX5QvXyk5Uav0_KE8U9j0cafq1Fo7Hcm6L1PwGWhDmd1Us9JaEwdaiVhsRiRv4lMx4P/s320/PictureOK1+278.jpg" width="320" /></a></div><br />
<i>50 tahun yang akan datang…</i><br />
<br />
Mungkin kita sudah mati dan jasad kita dikubur entah dimana; atau sedang tua renta sehingga harus berpegangan tongkat untuk berjalan; atau sedang menjemput syahid di jalan Allah di hari yang sama dengan hari ketika kita bertemu sekarang dan jam yang sama dengan jam saat kita berbincang; atau kita sedang menunggu kematian datang dengan kebaikan yang besar dan bukan keburukan.<i> Allahumma amin…</i><br />
<i><br />
50 tahun yang akan datang…</i><br />
<br />
Anak-anak kita mungkin sudah tersebar di seluruh dunia. Saat itu, mungkin ada yang sedang menggugah inspirasi umat Islam seluruh dunia, berbicara dari Mesir hingga Amerika, dari Al-Makkah al-Mukarramah hingga Barcelona . Ia menggerakkan hati dan melakukan proyek-proyek kebaikan sehingga kota-kota yang pernah terang benderang di zaman keemasan Islam, dari Gibraltar hingga Madrid, dari Istambul hingga Shenzhen, kembali dipenuhi gemuruh takbir saat penghujung malam datang. Sementara siangnya mereka seperti singa kelaparan yang bekerja keras menggenggam dunia. Mereka membasahi tubuhnya dengan keringat karena kerasnya bekerja meski segala fasilitas dunia telah ada, sementara di malam hari mereka membasahi wajah dan hatinya dengan airmata karena besarnya rasa takut pada Allah<i> Ta’ala</i>. Rasa takut yang bersumber dari cinta dan taat kepada-Nya.<br />
<br />
Ya, mereka gigih merebut dunia bukan karena gila harta dan takut mati, tetapi karena ingin menjadikan setiap detik kehidupannya untuk menolong agama Allah<i> ‘Azza wa Jalla</i> dengan mengambil fardhu kifayah yang belum banyak tertangani. Gigih bekerja karena mengharap setiap tetes keringatnya dapat menjadi pembuka jalan ke surga.<br />
<br />
Kelak (<i>izinkan saya bermimpi</i>) anak-anak kita bertebaran di muka bumi. Meninggikan kalimat Allah, menyeru kepada kebenaran dengan cara yang baik¸ saling mengingatkan untuk menjauhi kemunkaran, dan mengimani Allah dengan benar. Tangannya mengendalikan kehidupan, tetapi hatinya merindukan kematian. Bukan karena jenuh dan berputus asa terhadap dunia, tetapi karena kuatnya keinginan untuk pulang ke kampung akhirat dan mengharap pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya.<br />
<br />
Mereka inilah anak-anak yang hidup jiwanya. Bukan sekadar cerdas otaknya. Kuat imannya, kuat ibadahnya, kuat ilmunya, kuat <i>himmah</i>-nya, kuat ikhtiarnya, kuat pula sujudnya. Dan itu semua tak akan pernah terwujud jika kita tidak mempersiapkannya, hari ini!<br />
<br />
<i>50 tahun yang akan datang…</i><br />
<br />
Anak-anak kita mungkin sedang mengendalikan dunia dan memenuhi hatinya dengan zikir kepada Allah. Mereka mungkin sedang mengendalikan jaringan bisnis besar, supermarket–hypermarket hingga perusahaan-perusahaan manufaktur berteknologi tinggi di seluruh dunia.<br />
<br />
Sebagian lainnya mungkin sedang memimpin ma’had putri yang setiap alumninya menjadi penentu sejarah dunia. Bukankah <i>al-ummuh madrasah al-ula</i> (ibu adalah madrasah pertama) yang membentuk karakter dan cara berpikir satu generasi di belakangnya? Maka mempersiapkan visi dan kecakapan seorang ibu sama pentingnya dengan mempersiapkan peradaban umat ini lima tahun ke depan. Membiarkan anak-anak perempuan menyibukkan diri dengan hasrat untuk memperoleh perhatian lawan jenis, seperti mengizinkan masa depan agama dan umat ini hancur.<br />
<br />
Anak-anak itu harus dibekali agar kelak mampu menjadi perempuan untuk agama ini; yang setiap tutur katanya akan meninggikan kalimat Allah. Sementara rahimnya, tidaklah akan tumbuh benih di dalamnya kecuali generasi yang sejak awal pertemuan sudah bertabur kalimat suci. Bukankah kepribadian itu terbentuk sejak benih bapak-ibunya bertemu? Bagaimana kedua orangtua mereka mempertemukan benih, sangat mempengaruhi bagaimana benih itu kelak akan tumbuh dan berkembang.<br />
<br />
Persiapkan pula anak laki-laki kita agar menjadi pemberani bagi agama ini. Mereka menghiasi hidupnya dengan tangis di malam hari, dan usaha yang gigih di siang hari. Mereka mampu menegakkan kepala dengan <i>‘izzah</i> (harga diri) yang tinggi di hadapan manusia karena kehormatannya, kemuliaannya, keimanannya, dan kekuatannya. Tetapi terhadap istrinya, sikapnya lembut penuh cinta. Bukankah untuk melahirkan anak-anak yang hebat dan shalih, pintu pertamanya adalah mencintai ibu mereka dengan sepenuh hati?<br />
<br />
Ketulusan cinta mampu menggerakkan hati para bunda untuk tak henti-hentinya memberi perhatian. Ia tetap mampu tersenyum di saat anak bangun tengah malam, tepat ketika ia baru saja terlelap, meski ada suami yang mencintainya sepenuh hati sepenuh jiwa. Seorang suami yang bukan hanya memberikan harta, lebih dari itu memberikan perhatian dan kesediaannya berbagi.<br />
<br />
‘Aisyah <i>Radhiyallahu ‘anha </i>menangis kagum kepada suaminya, Rasulullah<i> Shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, karena perhatiannya yang lembut? Sebagaimana dinukil Ibnu Katsir, ‘Aisyah menangis seraya berucap, <i>“Kaana kullu amrihi ‘ajaba </i>(Ah, semuanya menakjubkan bagiku),” tatkala ditanya tentang apa yang paling berkesan baginya dari Rasulullah. Ia kemudian bertutur tentang bagaimana Rasulullah meminta izin kepadanya untuk <i>qiyamul-lail</i>. Hanya itu. Tetapi perkara yang kecil itu tak akan hadir jika tak ada perhatian yang besar.<br />
<br />
<i>50 tahun yang akan datang…</i><br />
<br />
Di negeri ini… kita mungkin menemui pusara bapak-bapak yang hari ini sedang mewarnai anak-anak kita. Mereka terbujur tanpa nisan tanpa prasasti, sementara hidangan di surga telah menanti. Atau sebaliknya, beribu-ribu monumen berdiri untuk mengenangnya, sementara tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan. Mereka menjadi berhala yang dikenang dengan perayaan, tetapi tak ada doa yang membasahi lisan anak-anaknya. <i>Na’udzubillahi min dzalik.</i><br />
<br />
Betapa banyak pelajaran yang bertabur di sekeliling kita; dari orang-orang yang masih hidup atau mereka yang sudah tiada. Tetapi betapa sedikit yang kita renungkan.<br />
<br />
Kisah tentang KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang mengulang-ulang pembahasan tentang<i> Al-Maa’uun</i> hingga menimbulkan pertanyaan dari murid-muridnya, masih kerap kita dengar. Jejak-jejak kebaikan berupa rumah sakit, panti asuhan, dan sekolah-sekolah, masih bertebaran. Tetapi jejak-jejak ruhiyah dan idealismenya yang membuatnya bergerak menata akidah umat ini, rasanya semakin sulit kita lacak.<br />
<br />
Tulisan pendiri Nahdlatul ‘Ulama, Hadratusy-Syaikh Hasyim Asy’ari, sahabat dekat KH Ahmad Dahlan, masih bisa kita lacak, meski semakin langka. Tetapi jejak-jejak ruhiyah dan idealismenya semakin sulit ditemukan. Apa yang dulu diyakini haram oleh Hadratusy-Syaikh, hari ini justru dianggap wajib oleh mereka yang merasa sebagai pengikutnya.<br />
<br />
Apa artinya? Iman tidak kita wariskan, kecuali kalau hari ini kita didik mereka dengan sungguh-sungguh untuk mencintai Tuhannya. Keyakinan, cara pandang, dan idealisme juga tidak bisa kita wariskan ke dalam dada mereka kalau hari ini kita hanya sibuk memikirkan dunianya. Bukan akhiratnya. Atau kita persiapkan mereka menuju akhirat, tetapi kita bekali dengan kekuatan, keterampilan, dan ilmu untuk memenangi hidup di dunia dan menggenggamnya. Betapa banyak anak yang dulu rajin puasa Senin-Kamis, tetapi ketika harus bertarung melawan kesulitan hidup, yang kemudian Senin-Kamis adalah imannya. Kadang ada, kadang nyaris tak tersisa<i>. Na’udzubillahi min dzaalik</i>.<br />
<br />
Teringatlah saya dengan perkataan Nabi Ya’qub <i>‘alaihis-salaam</i> saat menghadapi sakaratul maut. Allah mengabadikannya dalam Surat Al-Baqarah ayat 133:<br />
<br />
“Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, <i>‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’</i> Mereka menjawab, <i>‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’”</i><br />
Ya<i>, “Maa ta’buduuna min ba’diy?</i>(Apakah yang akan kalian sembah sepeninggalku?)” Bukan, <i>“Maa ta’kuluuna min ba’diy</i>? (Apakah yang akan kalian makan sesudah aku tiada?)”<br />
<br />
Lalu, seberapa gelisah kita hari ini? Apakah kita sibuk memperbanyak tabungan agar kelak mereka tidak kebingungan cari makan sesudah kita tiada? Ataukah kita bekali jiwanya dengan tujuan hidup, visi besar, semangat menyala-nyala, budaya belajar yang tinggi, iman yang kuat dan kesediaan untuk berbagi karena Allah?<br />
<br />
Kita hidupkan jiwanya dengan memberi bacaan yang bergizi, nasihat yang menyejukkan hati, dorongan yang melecut semangat, tantangan yang menggugah, dan dukungan di saat gagal sehingga ia merasa kita perhatikan. Kita nyalakan tujuan hidupnya dengan mengajarkan mereka untuk mengenal Tuhannya. Kita bangun visi besar mereka dengan menghadirkan kisah orang-orang besar sepanjang sejarah; orang-orang shalih yang telah memberi warna kehidupan, sehingga mereka menemukan figur untuk dipelajari, dikagumi, dan dicontoh.<br />
<br />
50 tahun mendatang anak-anak kita, hari inilah menentukannya. Semoga warisan terbaik kita untuk mereka adalah pendidikan yang kita berikan dengan berbekal ilmu dan kesungguhan. Kita antarkan pesan-pesan itu dengan cara yang terbaik. Sementara doa-doa yang kita panjatkan dengan tangis dan airmata, semoga menggenapkan yang kurang, meluruskan yang keliru, menyempurnakan yang sudah baik dan di atas semuanya, kepada siapa lagi kita meminta selain kepada-Nya?<br />
<br />
Ya Allah, ampunilah aku yang lebih sering lalai daripada ingat, yang lebih sering zhalim daripada adil, yang lebih sering bakhil daripada berbagi karena mengharap ridha-Mu, yang lebih banyak jahil daripada mengilmui setiap tindakan, yang lebih banyak berbuat dosa daripada melakukan kebajikan....<br />
<br />
Ya Allah Yang Menggenggam langit dan bumi.... Kalau sewaktu-waktu Engkau cabut nyawaku, jadikanlah ia sebagai penutup keburukan dan pembuka kebaikan. Kalau sewaktu-waktu Engkau cabut nyawaku, jadikan ia sebagai jalan perjumpaan dengan-Mu dan bukan permulaan musibah yang tak ada ujungnya. Jadikan ia sebagai penggenap kebaikan agar anak-anak kami mampu berbuat yang lebih baik untuk agamamu.<br />
<br />
Ya Allah, jangan jadikan kami penghalang kebaikan dan kemuliaan anak-anak kami hanya karena kami tak mengerti mereka. <i>Amin</i>.[<a href="http://www.hidayatullah.com/" mce_href="http://www.hidayatullah.com">www.hidayatullah.com</a>]agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-4063291487581450762010-08-13T18:41:00.000-07:002010-08-13T18:41:46.006-07:00Bergembiralah, Bulan Ramadhan Segera Tiba<div class="article-toolswrap"> <div class="article-tools clearfix"> <div class="buttonheading"> <span> </span><span> </span> </div></div></div><i style="color: red;">Nabi mengibaratkan Ramadhan laksana sajian atau jamuan ilahi. Umat Islam adalah tamu istimewa yang akan menyantap sajian itu</i><br />
<b><br />
</b><img align="right" height="197" mce_src="/images/stories/hilal-ramadhan.jpg" src="http://www.hidayatullah.com/images/stories/hilal-ramadhan.jpg" width="296" /><b>SEBUAH</b> <i>short message service (SMS)</i> masuk ke layar HP. Pesan pendek itu berbunyi, <i>“Marhaban ya syahral Ramadhan. Bulan yang penuh berkah. Mari kita siapkan fisik dan hati untuk menyambut kedatangannya.” </i>Demikian pesan pendek dari seorang teman lama. Pendek tapi penuh makna.<br />
<br />
Selain SMS tadi, ada puluhan SMS sejenis lainnya dengan redaksi yang berbeda. Tapi, intinya sama; mengingatkan jika Ramadhan akan segera tiba. Berkirim SMS adalah tren baru di era modern seperti sekarang. Di mana jarak dan ruang tidak jadi kendala. Tanpa harus merogoh kocek dalam, dengan alat canggih ini, kita bisa mengirim pesan ke saudara, teman, atau pun kolega atas datangnya bulan suci Ramadhan. Saya kira, siapapun dia, jika mendapat SMS tersebut pasti gembira. Karenanya, coba saja lakukan hal sederhana ini. Tak ada salahnya bukan?<br />
<br />
Jika ditanya, bagaimana perasaan Anda jika Ramadhan datang menghampiri Anda? Senang, pasti itulah jawabannya. Betapa tidak? Di bulan yang dinanti jutaan umat Islam di seluruh dunia ini, terkandung banyak keutamaan dan kemuliaan. Tak heran jika Nabi Muhammad SAW mengatakan bulan ini termasuk bulan terbaik dari bulan-bulan lainnya. Apalagi, di dalamnya ada satu malam (<i>Lailatul Qadr</i>), sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan.<br />
<br />
Karena itu, tak heran, jika setiap orang di seluruh dunia berbahagia menyambut kedatangannya. Mereka akan berburu pahala dengan berlomba-lomba dalam kebaikan dan ibadah. Lihat saja, setiap malam, masjid selalu penuh oleh jamaah tarawih, tilawah al-Quran membahana di surau dan masjid-masjid hampir di seluruh penjuru dunia, umat Islam berlomba mengeluarkan ta’jil dan buka puasa. Fenomena inilah yang tak dijumpai selain di bulan Ramadhan. Tak salah, jika Ramadhan memang bulan penuh rahmah (kasih sayang). Subhanallah.<br />
<br />
Bulan Ramadhan ibarat oase, penyejuk di tengah gersangnya kehidupan. Sebelas bulan lamanya kita merasa larut oleh hiruk pikuk rutinitas duniawi. Pergi pagi pulang sore untuk mencari rezeki. Ibadah terkadang dilakukan hanya yang wajib. Tak pelak, raga pun jadi letih. Begitu juga spiritual, kering kerontang. Jika ini tidak diobati, bisa jadi lambat laun akan rusak bahkan mati. Nah, Ramadhan datang sebagai oase. Kehadirannya penghapus dahaga sekaligus penyejuk. Yang sakit pun akan terobati. Sesuai kata Nabi, barang siapa yang puasa, maka akan sehat <i>(shuumu tasihhu</i>).<br />
<br />
Bulan Ramadhan juga kaya akan bonus. Beda dengan bulan-bulan lainnya. Allah SWT betul-betul memanjakan hamba-Nya. Di bulan itu pahala dilipatgandakan. Karena itu, satu biji kurma kita sedekahkan, akan bernilai pahala yang sangat besar. Bahkan bisa jadi wasilan atau jalan masuk surga. Belum lagi misalnya dengan pahala amal saleh lainnya, seperti sedekah, shalat, tilawah al-Quran,<i> qiyamul lail</i> (shalat malam), dan ibadah lainnya. Maka, barangsiapa yang mengerjakannya, niscaya panen pahala. Siapapun dijamin bakal terpikat oleh Ramadhan. Karena itu, bergembiralah. <br />
<br />
Terkait hal itu, Ali Bin Abi Thalib pernah berkata, Nabi Muhammad SAW berkata pada para sahabat ketika Ramadhan akan tiba. <i>"Sesungguhnya telah datang kepada kalian "Bulan Allah" yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah, yaitu bulan yang di sisi Allah lebih mulia dari bulan-bulan lainnya. Hari-harinya pun lebih utama dari pada hari-hari (di bulan) lainnya. Malam-malamnya lebih mulia dari malam-malam biasa. Detik-detiknya pun lebih utama dari detik-detik di bulan lainnya.”</i><br />
<br />
Nabi pun mengibaratkan Ramadhan laksana sajian atau jamuan ilahi. Dan, umat Islam adalah tamu istimewa yang akan menyantap sajian itu. Ketika itu, nafas orang berpuasa ibarat tasbih, tidurnya laksana ibadah, doa-doa yang dipanjatkan akan terkabul. Subhanallah, betapa agungnya bulan Ramadhan.<br />
<br />
Andai seluruh bulan adalah Ramadhan, betapa banyaknya pahala yang dapat. Karena itu, tak heran jika nabi Muhammad bersabda:<i> “Sekiranya manusia mengetahui kebaikan-kebaikan yang terdapat di bulan Ramadhan, tentu mereka mengharapkan agar seluruh bulan adalah bulan Ramadhan.”</i> (HR. Ibnu Huzaimah).<br />
<br />
Tidak hanya itu, Nabi Muhammad SAW juga bersabda dalam hadist yang diriwayatkan Nasa’i dan Baihaki. <i>“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah telah mewajibkan di dalamnya puasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu langit, menutup pintu neraka, dan membelenggu setan-setan. Di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang diharamkan kebaikan malam itu, maka ia sungguh telah diharamkan (dari kebaikan).”</i><br />
Hadist ini, oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dijadikan dalil untuk memberikan ucapan selamat datang Ramadhan yang biasa dilakukan umat Islam. Ia mengatakan, tak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak bergembira dengan datangnya bulan suci. Pasalnya, di bulan ini, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan dibelenggu, dan disediakannya malam lailatul qadr.<br />
<br />
Tidak dipungkiri lagi, bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan. Karena itu, momen itu sangatlah berharga. Terlebih, Allah SWT masih memberi kesempatan umur untuk bersua lagi dengannya. Sebab, ada banyak orang lain, yang dulu berjumpa, tapi kini telah pergi. Karena itu, mari kita siapkan diri kita, baik hati dan fisik untuk menyongsong datangnya tamu Allah itu.<br />
<br />
Sejak sekarang, memperbanyak amal saleh dan menjauhi larangannya. Jangan sampai, bulan itu datang, tapi diri kita penuh noda dan dosa. Akan lebih eloknya, jika ia datang, kita sambut dengan penuh suka cita dan bersih dari segala dosa. Sehingga kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan khidmat. <i>Insya Allah. Amin.</i> [<b>ans/www.hidayatullah.com</b>] agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4506407322370856762.post-57686711962596638882010-08-13T18:38:00.000-07:002010-08-13T18:38:20.327-07:00Menyambut Ramadhan dengan Taat<div class="article-toolswrap"> <div class="article-tools clearfix"> <div class="article-meta"><span class="createdate"></span><i style="color: red;"><span class="article-category">Kajian Ramadhan </span></i> </div></div></div><br />
Oleh: <b>Buya Gusrizal Gazahar*</b><br />
<br />
Berbagai acara sebelum bulan Ramadhan, menurut tradisi yang telah menjadi warisan, terlanjur sudah dipandang sebagai syi'ar Islam. Namun yang cukup menggelisahkan adalah banyak di antara para pelaku tradisi itu, juga tidak memahami apa sebenarnya yang mereka katakan dengan syi'ar tersebut. Kondisi ini semakin dibuat kabur dengan label wisata religi dan pelestarian warisan budaya oleh pihak-pihak terkait yang juga kurang faham dengan ajaran Islam walaupun banyak yang beragama Islam. Dengan keadaan seperti itu, maka semakin sempurnalah perlindungan terhadap kegiatan-kegiatan ini tanpa peduli apakah itu memang bagian dari syi'ar Islam atau tidak. Bahkan muballigh pun ada yang merasa tabu kalau harus mengkaji itu kembali. Makanya tidak mengherankan, jangankan meluruskan atau memperbaiki, malah ada di antara muballigh yang berjibaku mempertahankan tradisi tersebut. Tanpa rasa malu untuk memperkuat pendapat mereka, hadits-hadits yang tak ada <i>ashal</i> pun dipergunakan.<br />
<br />
Acara balimau dengan berbagai cara pelaksanaannya adalah contoh nyata bagaimana pemahaman umat terhadap ajaran Islam sangat perlu mendapat pencerahan.<br />
<br />
<b>Kegembiraan Sambut Ramadhan</b><br />
<br />
Selama ada keimanan dalam hati setiap insan, tentu apa yang dijanjikan oleh Allah swt berupa pencapaian taqwa(al-Baqarah 183) bagi orang yang beriman dengan menjalankan ibadah puasa, pasti akan membangkitkan kerinduan dan kegembiraan dengan memghampirnya bulan Ramadhan. Sepertinya tidak sampai di situ saja, hadits-hadits Rasulullah saw juga tidak sedikit yang membawa berita gembira akan kedatangan bulan Ramadhan. Bahkan di awal bulan Rajab dalam riwayat imam Ahmad dan Bazar Rasulullah telah menanamkan rasa rindu bertemu Ramadhan melalui do'a yang beliau ajarkan yaitu : <i>"Allahumma barik lana fi Rajab wa Sya'ban wa barik lana fi Ramadhan" </i>(Ya Allah ! Berkahilah kami di bulan rajab dan sya'ban serta berkahilah pula kami di bulan Ramadhan).<br />
<br />
Walaupun hadits ini ada persoalan pada sanadnya, namun untuk menjadi ajakan mempersiapkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang <i>masyru' </i>(yang ada tuntunan syar'inya), menurut penulis boleh dimunculkan. Dengan demikian berarti bahagia serta gembira menyambut kedatangan Ramadhan adalah suatu yang terpuji dalam pandangan Islam.<br />
<br />
Namun yang perlu menjadi catatan penting adalah, kegembiraan dan kebahagiaan yang pada hakikatnya adalah suasana batin manusia bila diungkapkan dalam tindakan lahir tentu jangan sampai bertolak belakang dengan hakikat tersebut. Kalau memang kebahagiaan menyambut Ramadhan itu muncul dari keimanan terhadap janji Allah swt dan Rasulullah saw maka ungkapkanlah kegembiraan itu dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah saw. Karena itu, wahai kaum muslimin, mari wujudkan kegembiraan itu dalam ketaatan kepada Allah swt dan Rasulullah saw. Hindarilah mengekspresikan kegembiraan menyambut Ramadhan dengan berbuat kemaksiatan dan menambah-nambah amalan yang tidak disyari'atkan.<br />
<br />
Ingatlah bahwa apa yang dijanjikan oleh Allah swt di bulan Ramadhan tidak akan bisa diraih dengan berbuat kemaksiatan. Hanya keta'atanlah yang bisa menjadi tangga menjangkau rahmat Allah swt, sebagaimana Hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabrany melalui jalur Ibnu Mas'ud serta Hudzayfah Ibn al-Yaman:<br />
<br />
<i>"...apa yang ada di sisi Allah swt tak akan bisa diraih melainkan dengan menta'atiNya"</i><br />
<b><br />
Puasa Sya'ban </b><br />
<br />
Anas Ibn Malik ra pernah menceritakan jawaban Rasulullah saw ketika ditanya tentang puasa, apakah yang afdhal setelah Ramadhan? Beliau menjawab:<i> “Puasa Sya'ban untuk mengagungkan(ta'zhim) Ramadhan.”</i> (HR. Imam al-Turmudzy)<br />
<br />
Beginilah Rasulullah menyambut Ramadhan. Apakah adalagi sunnah yang lebih baik dari apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw? Apakah tidak cukup bagi kaum muslimin ajaran yang telah dibentangkan oleh Rasul mereka?<br />
<br />
Ajaran Islam cukup dan sangat cukup untuk mengisi kerinduan kaum muslimin terhadap Ramadhan. Yah, puasa sunat sya'ban untuk menyambut puasa wajib ramadhan. Inilah langkah yang tepat. Di samping membiasakan diri juga mempersiapkan suasana qurbah (kedekatan diri) kepada Allah swt untuk menjadi hamba-hamba yang pantas mendapatkan karunia Allah swt di bulan penuh berkah tersebut. Karena itu, umat Islam sebenarnya tidak butuh lagi dengan berbagai cara yang diadopsi dari berbagai sumber yang bukan bagian dari Islam itu sendiri. Inilah yang dinamakan dengan kesempurnaan Islam.<br />
<b><br />
Iman sebagai Modal </b><br />
<br />
Kesempurnaan ajaran Islam telah membentangkan jalan yang berawal dan berujung. Kalau taqwa sebagai tujuan, maka imanlah sebagai tangga awalnya. Jadi, kalau memang keinginan mendapatkan ketaqwaan yang dijanjikan Allah swt di bulan Ramadhan bukanlah keinginan palsu, maka jalan yang terbentang harus ditempuh. Persiapkanlah diri dengan keimanan yang bersih dari noda syirik dan tinggalkanlah kemaksiatan. Inilah yang diisyaratkan oleh Allah swt dalam firmanNya:<br />
<br />
<i>"Sesungguhnya aku ini manusia biasa sepertimu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Rabbmu itu adalah rabb yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia beramal saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan siapapun." </i>(QS. al-Kahfi 18:110)<br />
<br />
<b>Berilmu Sebelum Beramal</b><br />
<br />
Setelah berbenah diri dengan menyingkirkan kemaksiatan maka yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap muslim adalah menuntut ilmu tentang ibadah di bulan Ramadhan. Kalau kita bercermin dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah melalui Salman al-Farisy yang menukilkan khutbah Rasulullah saw di akhir sya'ban maka dapat terlihat harapan kuat Rasulullah saw agar umat memiliki bekal ilmu untuk beramal. Kedha'ifan hadits ini tidak perlu jadi persoalan kalau hanya dipakai untuk memperkuat perintah al-Qur'an dan Hadits-hadits shahih serta ijma' yang mewajibkan mukmin dan mukminah untuk menuntut ilmu, apalagi terkait amalan yang akan dilakukannya.<br />
<br />
Ini semua memberikan satu lagi tugas yang mendesak harus dilakukan sebelum Ramadhan datang, yaitu menuntut ilmu tentang amalan di bulan Ramadhan. Karena itu, majelis-majelis ilmu harus disemarakkan untuk memfasilitasi umat yang ingin menambah ilmu pengetahuan tentang Ramadhan dan amalan di bulan yang agung itu.<br />
<br />
<b>Khitam</b><br />
<br />
Ternyata, tidak kurang ajaran Islam dalam mengisi sisi manapun dari kehidupan manusia. Namun yang sangat disayangkan banyak manusia lebih memandang kagum kepada kreasi dan peninggalan nenek moyangnya di bandingkan tuntunan Allah swt dan RasulNya. Untuk semua itu, penulis hanya bisa bertaushiyah dengan penggalan hadits Rasul saw:<br />
<br />
<i>"Sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (Rasulullah) saw."</i> (HR. Bukhari-Muslim dari Jabir Ibn 'Abdillah)<br />
<br />
Dan akhirnya buat kaum Muslimin, MUI Sumbar mengucapkan "Selamat Menjalankan Ibadah Puasa" mudah-mudahan Allah menerima semua amalan shalih dan menganugerahkan ketaqwaan di bulan Ramadhan ini. Amiiin.agus faiz - faruqhttp://www.blogger.com/profile/13660028347494708725noreply@blogger.com0